Monday 31 January 2011

talking about distance

semakin jauh saya berada dari suatu tempat, semakin jelas saya lihat apa yang ada secara keseluruhan.
seperti menatap gedung bertingkat, atau meneliti labirin. semakin jauh saya berdiri, semakin jelas apa yang saya lihat.















i better drift away, from all of this non-senses and unclarity.

Friday 21 January 2011

dongeng kematian

"Allah, Rasulullah"
"ingat kan waktu kita jalan-jalan di taman belakang kompleks, kamu menyebutkan nama semua tetanggamu padaku, dan aku mencoba menghafalnya mati-matian"
"Allah, Rasulullah"
"sore itu kamu bilang padaku bahwa mereka akan datang pada ulang tahunku, dan meskipun mereka tidak mengenalku, mereka akan memberikan banyak hadah padaku"
"Allah, Rasulullah"
aku diam, ini sudah jam ketiga ia meracau dalam koma. air mataku sama sekali tidak menetes tapi aku merasakan telapak tanganku basah dalam telapak tangannya. aku menggenggam erat tangannya dan terus membisikkan kenangan kenangan kami selama ia sehat dulu.




"Allah, Rasulullah"
"waktu itu kita pulang nonton di bioskop baru, kamu ngeluh harganya mahal dan filmnya jelek."
"Allah, Rasulullah"
"kamu juga ngeluh karena jalanan macet dan AC mobil kita mati."
"Allah, Rasulullah"
"kita akan baik-baik saja, anak kita akan sekolah di luar negeri dan kita akan punya anak lagi setelah ini."
ia terdiam. aku tidak peduli lagi berapa pasang mata yang menatap kami dari luar ruangan isolasi. zikirnya tidak terdengar namun terbaca dari gerak mulutnya. suara mesin dan bau obat-obatan masih betah bertahan di sekitarku.



"Allah, Rasulullah"
"aku tau kamu denger aku, rasanya kayak dieram ya? tapi jangan takut, aku disini. meskipun aku nggak akan ikut kamu mati, tapi aku disini sampai akhir hayatmu"
"Allah, Rasulullah"
"kamu jangan takut ya, selama aku kenal kamu, aku tau kamu orang baik, istri yang setia dan ibu yang bijaksana. Tuhan pasti ampunin dosamu"
"Allah, Rasulullah"
"eh, kemarin aku ketemu dokter Rudi, dia nanyain kabarmu dan kandunganmu. aku bilang baik smua"
"Allah, Rasulullah"
aku mencari kata yang tepat untuk meneruskan dongengku padanya. sejenak kurasakan kelopak matanya mengedip beberapa kali. aku tersenyum dan berharap ia melirik ke kanan dan melihatku menatapnya. tidak terjadi.




"Allah, Rasulullah"
"ibu nanti kesini ya, mau liat cucunya. ibu bilang uang deposito kamu udah cair, kita bisa terusin bangun kolam mini di belakang rumah kita"
"Allah, Rasulullah"
"kamu tau kan aku mau tembok dapur kita diubah warnanya? aku tau kamu nggak suka warna orange. nanti kita ubah ya"
"Allah, Rasulullah"
"kasih tau aku ya kalo dia sudah dateng"
"Allah, Rasulullah"
"meskipun nggak bisa liat, tapi aku mau ada disampingmu saat kamu susah dan gelisah, kasih tau aku ya kalo tiba saatnya"
"Allah, Rasulullah"
"kenapa? kok mengerang? sakit ya?"
ia terdiam lagi sesaat, matanya terpejam dan nafasnya teratur. aku mengerutkan kening meraba-raba apa yang sedang dirasakannya. aku sendiri tidak takut pada maut, yang aku sering takut adalah jika maut menjemput orang yang aku sayang. orang yang kuhabiskan waktuku dengannya selama 10 tahun ini. orang yang baru saja melahirkan putraku. orang yang selalu menyambutku saat pulang kerja dan melepasku dengan senyuman setiap paginya.




"Allah, Rasulullah"
"ah, aku kira kamu pergi tadi, aku takut, soalnya masih ada yang mau aku ceritain"
"Allah, Rasulullah"
"kamu mau makan apa hari ini? masih ngidam sate padang?"
"Allah, Rasulullah"
"eh, kita belum liat stroller yang lagi diskon di ACE ya, nanti kita liat ya"
"Allah, Rasulullah"
"aku masih nggak setuju waktu kamu bilang Andi Warhol itu keren. aku nggak suka sama dia, dan kamu selalu bikin kesel dengan memuji-muji dia"
"Allah, Rasulullah"
"anyway, wish granted, kita akan ngajarin anak kita musik shoegaze dan biarkan dia koleksi miniatur patung athena"
"Allah, Rasulullah"
"ingetin aku untuk selalu baca surat itu ya, kalo jadi imam nanti. surat yang kamu suka"
"Allah, Rasulullah"
aku diam, sepertinya aku salah memilih cerita kali ini. keringat di tanganku mulai membanjir. tangannya mulai kaku dan tak berwarna. aku menutupi rasa panik dengan terus bercerita.



"Allah, Rasulullah"
"kamu tau kan, patung landmark di deket sekolah kita dulu sekarang jadi McD? isinya anak ABG semua"
"Allah, Rasulullah"
"kok melemah? kamu kenapa? sudah datang ya?"
"Allah, Rasulullah"
aku diam menunggu reaksi selanjutnya. suaranya melemah dan tangannya sudah benar-benar pucat. aku mengeratkan genggamanku namun ia tak membalas. matanya terpejam dan air matanya menitik di sudut dalam. bibirnya masih bergerak dan meracau zikir yang sama. suaranya makin lemah dan tak terdengar.



"Allah, Rasulullah"
"aku sayang kamu, lho"
"Allah, Rasulullah"
"innalillahi wa inna ilaihi roji'un"
tanganku masih menggenggam tangannya. suara-suara di sekitarku sejenak hilang, suara mesin, suara tetesan air infus, suara langkah petugas dari luar kamar. aku masih duduk menatapnya. menatap air matanya yang menitik, menatap wajahnya yang pasi dan menatap bibirnya terkatup sempurna dengan sebentuk kecil senyuman.




ia pergi.

Tuesday 11 January 2011

when you're looking like that

kali ini dalam waktu yang super singkat karena saya harus kembali kerja setelah puas makan siang, saya punya sedikit kesempatan untuk log in dan menuliskan tema "impresi" atau "impression"



yes, I'm not so good at translating literal words from English to generally understood Bahasa. all I know is to make an impression, we have to behave. sometimes people see what we wear, some of them see what we look like, some of them prefer listen to what we say, or any other way they can judge us. however, it is our role to create our own image and impression.



beberapa dari teman saya punya gaya hidup unik. mereka menghabiskan waktu dengan bekerja dan bersenang-senang secara seimbang. beberapa dari mereka menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bersosialisasi tanpa arti, dan sebagian lainnya bekerja tanpa kenal hari. saya? jangan tanya saya masuk golongan mana.



the point is: mereka menuangkan impresi dan pencitraan mereka dalam keseharian mereka dalam beraktivitas. ada yang memang ingin terlihat keren, ada yang super cuek (stop staring at me) dan ada juga yang biasa saja alias tidak menonjol. saya suka pada tiap mereka. saya punya impresi tersendiri terhadap orang-orang ini. menyenangkan sekali bisa mengenal dan berinteraksi mereka. ya tentu saja rejection and acceptance adalah bagian yang utama dalam bersosialisasi. toh saya belajar banyak dari dua hal tersebut.



ngomong-ngomong soal impresi, sebenarnya saya penasaran tentang pikrian orang terhadap saya. pernahkah anda merasa begitu juga? saat dimana anda ingin sekali membaca pikiran orang. kecenderungan saya malah ingin pikiran saya dibaca. bukan, bukan karena saya tidak punya pikiran jelek dan tidak takut mereka tau apa yang saya pikirkan. saya lebih bertujuan pada mendengarkan, mengerti dan menerima mereka.



saya cenderung ingin mereka baca pikiran saya bahwa saya sangat terbuka atas penilaian apapun yang mereka berikan pada saya. saya cenderung ingin tau dan mengikuti apa yang membuat orang senang dan menerima saya. singkatnya: saya ingin punya impresi yang sama dalam pikiran setiap manusia.



silahkan panggil saya konyol, tapi saya punya impresi terhadap apapun di dunia ini, saya punya impresi terhadap anda, dan saya punya impresi terhadap diri saya sendiri. begini.

Wednesday 5 January 2011

therefore, forbidden

jadi katanya ada beberapa peraturan baru yang akan diterapkan di sekolahku. tidak ada murid yang boleh masuk kelas setelah jam tujuh pagi. gerbang akan dikunci otomatis dari keamanan sekolah dan aku sangat yakin sekali tahun ajaran ini aku akan banyak membolos.




sebenarnya bukan salah dia juga kalo dia harus terlambat datang ke sekolah setiap pagi. sebenarnya saya yang salah karena saya harus mengajak dia berjualan di pasar kaget di pagi hari. sebenarnya sudah lama saya suruh dia berhenti sekolah karena saya tidak sanggup membanting tulang sendirian.




jadi katanya sepatu yang sudah robek dan tidak layak pakai akan dirazia oleh guru BK dan akan disita supaya tidak digunakan lagi. aku yakin kali ini pasti sepatuku tidak akan luput dari razia yang menyebalkan itu. aku tidak sendiri, ada beberapa anak lainnya yang bernasib sama denganku; sepatu butut dan kaos kaki longgar.





sebenarnya saya punya tabungan untuk membelikan dia sepatu baru. sepatu yang saya lihat di pasar baru itu sepertinya versi palsu dari yang dipakai idola dia di iklan televisi. sebenarnya saya punya niat untuk segera membeli sepatu itu, namun apa daya, uangnya selalu terpakai untuk beli bahan kerupuk lagi tiap akhir minggu.






jadi katanya setiap anak yang mendapat peringkat lima besar akan mendapatkan tiket pesawat ke bali akhir tahun nanti. aku yakin aku pasti dapat tiket itu, hanya saja aku harus usaha lebih keras mencari siapa yang mau membeli tiket itu ketimbang bagaimana menjadi juara kelas. katanya tiket yang akan diberikan tidak bisa dipindahtangankan. jadi sudah pasti akan jatuh percuma di lantai kamarku.






sebenarnya saya sering melihat dia menangis setiap saya tegur jadwal sekolah dan bimbingan belajarnya setiap sore. sebenarnya saya butuh rekan untuk megnambil jemuran kerupuk di belakang kelurahan. saya sedih sendiri kalo liat dia nangis. dalam hati, sebenarnya saya juga menangis.






jadi katanya sekolahku akan memberikan beasiswa untuk kuliah di luar negeri jika aku meraih nilai ujian tertinggi. katanya beasiswa ini mencakup biaya hidup dan biaya kuliah. aku berminat sekali, rasanya harus aku dapat supaya aku bisa lepas dari ibu dan kehidupan yang sulit ini. setiap pagi harus ke pasar berjualan bersama ibu dan terlambat ke sekolah. aku kesal dengan sikap ibu. sama sekali tidak mendukung aku.





sebenarnya saya ingin dia lekas lulus lalu kerja untuk membantu saya jualan kerupuk. saya berharap banyak sama anak laki-laki semata wayang saya. kadang kalau saya keras, saya sebenarnya berharap dia bisa tegas terhadap keputusan dia dalam hidup dan sekolah. saya ingin dia jadi orang, tapi saya tidak ingin kehilangan dia. saya merasa sendiri tanpa dia.

Tuesday 4 January 2011

#random

what is more important than a consistency? enthusiasm.

what is more important than loving? feeling lost.

what is more important than feeling safe? accusation. 

what is more important than staying in touch? bravery.

what is more important than us? you.