Saturday 31 July 2010

selamat tinggal bulan Juli

aduh,
satu lagi bulan juli yang terlewatkan dalam hidup saya.
malam minggu ini mengakhiri bulan juli, dan pertanyaan saya setiap bangun pagi di akhir juli adalah: "kenapa di muka bumi ini harus ada tanggal 31?"
seketika pikiran saya menuju ke zaman roma tua dimana Julius Caesar menjelajah eropa-afrika dan mematenkan nama-nama bulan atas namanya dan tanggal tanggal pada bulan sesuai filsafatnya sendiri.
siapa yang sangka tanggal dan bulan tersebut akan awet hingga hari ini dimana semua orang berpatokan pada (nama) hari, (jumlah) bulan, dan (hitungan) tanggal yang sama. keren ya.
"simple things in life we forget" -USHER

aduh,
satu lagi hari sabtu-ku tanpa kamu.
rasanya saya memilih minum kopi satu liter daripada nggak ketemu kamu.
nggak enak. saya mulai kecanduan sama kamu dan saya tau itu nggak sehat.
tapi rasa kecanduan ini malah semakin parah.
sekarang saya berharap kamu nggak pernah ada. juli lalu. sabtu lalu.
harusnya ya saya sih yang nggak pernah ada. kasian kamu, harus terus memuaskan saya.
semoga kamu bisa terus memuaskan saya untuk memuaskan diri kamu sendiri.
"when you're happy, that's my happiness" -UNKNOWN

aduh,
satu lagi makan siang terlewatkan karena pekerjaan yang tiada diakhiri oleh kiamat.
saya sedang tidak menghitung waktu menuju kiamat.
saya hanya sedang menikmati masa-masa dimana ada kegiatan yang membunuh kebosanan dan menggantikannya dengan rasa penat yang luar biasa.
terkadang saya dengar orang yang bosan hingga merasa penat. saya tidak begitu.
saya penat, sampai sampai saya bosan. dan meninggalkan kebosanan (berupa makan siang) juga terkadang membuat saya penat.

aduh,
saya sudah terlalu banyak mengeluh.

Monday 26 July 2010

Innue Gogo

This is the first post taken from my friend's note. Saya tidak malu meng-copy cerita ini, karena:
1. tulisannya keren
2. penulisnya Innue
3. I've asked the permission :)




Aku, sepatu dan perempuan itu.


Sepatu baruku, baru pulang jalan jalan. Membuat iri sepatu sepatu usang yang hanya terdiam di rak dan tak pernah terpakai lagi. Lalu mereka bertanya kepadaku, "kapan aku terpakai lagi olehmu?"

Kupandangi sepasang sepatuku. Yang sebelah kiri sobek yang kanan mulus. Sedari tadi mereka diam, tak ada yg mengaku siapa yg memulai perkelahian..
Baiklah sepatu, jika tak ada yg buka suara, besok kalian tak akan kuajak jalan, ancamku. Lalu kupandangi lagi mereka berdua, sepatuku tetap diam..

Aku kecewa pada sepatuku, bukankah harusnya kalian kompak, pasangan yang serasi? Knp malah berkelahi? Sobek-menyobek satu sama lain? Ujarku. Sepatuku tetap diam. Sepatu kiri yang sobek tampak meringis, lukanya cukup lebar. Sepatu kanan terlihat tenang. Jadi tidak ada yg mau buka suara?

Lihat apa yg kau lakukan? Ujarku pada sepatu kanan. Kau bikin pasanganmu sobek, terluka, menganga. Walau dijahit, lukanya takkan hilang.. Akhirnya kuraih sepatu kanan, lalu kubuang jauh-jauh ke jalanan. Sepatu sial, suka kekerasan. Untung ketahuan. Bagaimana jika ia menyobek kakiku? #statuscerita

Lalu kupandangi sepatu kiri. Ia masih meringis karena sobek selebar jari. Kau aman sekarang, pasangan yg melukaimu sudah kubuang ke jalan. Lalu seorang perempuan datang mendekat ini sepatumu? Tanyanya padaku. Sepatu kananku ada digenggamannya. Ya sepatuku. Si kanan kembali lagi.

Kenapa kau buang sepatu kananmu? Knp kau lbh sayang pd sepatu kirimu? Tanya perempuan itu.. Sini kau lihat sini pada sisi sepatu kiriku perempuan, kan kau dapati sobek selebar jari, itulah yg dilakukan sepatu kananku. Maka kubuang dia. Lalu si perempuan menaruh lg sepatu kanan disamping si kiri. Seraya berkata, Coba kita tanya, apa yg menjadi penyebab robeknya sepatu kiri.

Aku dan perempuan itu, akhirnya memandangi sepasang sepatuku. Satu, dua, tiga aku dan perempuan itu menunggu salah satu dari sepatuku angkat bicara.Tapi ya dasar kamu sepatu, mereka tetap diam tak bersuara, cuma sobek, berdebu dan terkelupas sol-nya.

Masih mau menunggu mereka buka suara? Tanyaku pada si perempuan. Ia tak menjawab, namun menoleh padaku sambil tersenyum.. Kau pikir sepatumu akan buka mulut lalu bercerita? Kau tidak gila kan? Tanya si perempuan padaku..

Kalau mereka tak buka suara, mari kita cari tau sendiri, kata si perempuan. Merangkai jawab dari debu yg menempel diatas kulit sepasang sepatumu. Kapan kau beli sepatumu? Tanya si perempuan. Setahun lalu lebih sepekan, ada kortingan sisa ekspor dipinggir jalan, jawabku.

Kemana pertama kali kau pakai sepatumu? Tanya si perempuan. Waktu itu setelah kupakai, baru selangkah, aku berhenti, jawabku.

---original version:
http://www.facebook.com/pastelarasaty#!/note.php?note_id=450527885279&comments

Saturday 24 July 2010

terkunci di dalam kamar mandi bersama se-tube pasta gigi

lagi lagi, saya terjebak dalam penerjemahan beberapa frasa bahasa inggris ke bahasa indonesia. tapi bukan masalah, karena seperti biasa, saya tidak pernah menghubungkan judul posting dan kontennya.

Langgar membelalak. kamar mandinya terkunci dari dalam dan ia belum sikat gigi. pintu kamar mandinya berhandle mekanik sehingga kemungkinan terkunci dari dalam sangatlah besar. Ia mengumpat dalam hati dan tangannya terus memelintir handle tersebut agar terbuka.

Tiga jam yang lalu.
"ini kalo gua beresein kamar mandi bisa seharian nggak kelar. Odol, garpu, potongan nanas, pembalut kak Putri, detergen, sapu lidi. Ampun! semuanya ada di sini. Kamar mandi apa toserba nih? untung gua cuma kesini tiap sakit perut aja, gak kebayang kalo setiap mandi disini. bisa gila gua mandi di tempat kayak gini"

Dua hari yang lalu.
"Bram, Langgar marah nggak kalo kita make disini? aku nggak enak sama dia, dia kan udah insyaf."
"Ya ampun, Del,, masih aja deh gitu.. Langgar insyaf bisa kehitung jam. mentok-mentok seminggu dia berhenti, selebihnya? make lagi"
"Kamu yakin?"
"Nih, separuh aja ya kamu.."

Satu minggu yang lalu.
"Bunda nggak mau tau, bulan depan kamu keluar dari tempat ini. Pulang nak. Ayah setiap hari nanyain kamu, Langgar. Dia banyak mau cerita sama kamu, mungkin soal Putri dan Bram, mungkin soal rumah dan mobilnya. Pokonya pulang ya!"

Tangan kanan Langgar mulai kram memutar knob dan handle, sambil sesekali mendorong pintu kamar mandi, ia meringis mengusap keringat di dahinya. Malam ini ia harus sikat gigi, harus dengan pasta gigi khususnya di dalam kamar mandi itu. Suasana kamar mulai tidak nyaman, listrik sudah terputus sejak siang dan malam mulai datang.

Langgar melangkah ke jendela dan membuka semua lubang udara dari pintu dan ventilasi. Ia gagal menyalakan exhaust fan dan berbaring ke kasurnya, memandang langit-langit kamar luas itu. dalam hitungan minggu ia harus membereskan semuanya. Sebenarnya sudah beres dan hampir kosong. Ia menatapi lemari kosong di sudut kaki kanannya dan serakan abu rokok di sekitar asbak di atas sofa.

Tangan kanannya menggapai-gapai ponsel mininya dan kelingkingnya menyentuh cairan dingin di dekat bantal. "Bram bangsat bener!!" Ia menghembuskan nafas sambil menekan tombol di ponselnya, sambil jemari kirinya menyusup ke saku celananya mencari sebungkus rokok beserta pemantiknya. Nafasnya naik turun mengetik pesan singkat sambil menghisap-hembuskan rokoknya.

Ia menyadari ada pesan tak terbaca di ponselnya, dari Bram, sepuluh jam yang lalu.
"Pake punya Bunda aja, Mas.. ada di atas lemarimu. Itu baru dibeli Bunda kmrn"
Bram membalas pesan singkatnya dengan cukup singkat dan mengesalkan.

Tiga bulan yang lalu.
"Mas, uang kuliah ni seharusnya nggak semahal ini. Kenapa toh kamu tetep mau kuliah disini?"
"Aku cari buat sekalian kerja nanti Bram, semacam jaminan kerja, wis kamu sing bener ae lah kuliahmu, ojo pacaran terus. Ayah udah marah terus, sangkane aku rak ngurus koe, malah luru pekoro nek Ayah wis nesu neh"
"Ayah tu bisanya yo gitu mas.. Kita kan laki, dewasa.."
"Dewasa apanya? macam awakmu dewasa aku apa? tua??"
"Lah,malah tukaran karo mu, Mas.. aku latian dulu!"

Dua tahun yang lalu.
"Langgar, masalahnya aku belum bisa balikin uang kamu, boleh kan aku tetep bantu kamu disini. Aku ngerti kamu deket sama Asri dan Dian, mereka ya udah lama juga nggak suka sama aku. Tapi kamu nggak bisa ikutan nggak suka sama aku lah, aku kan disini udah bukan pacarmu lagi, tapi ya jangan pecat aku juga. aku kan butuh makan, Nggar. Tolong pertimbangkan lagi pemecatan aku."

Satu minggu yang lalu.
"Lo angkat ni barang-baranglo, Jef, gua mau cabut bulan depan. Nyokap udah kasih ultimatum. Mungkin bokap mau ada rencana lain di sana... Iya, soal listrik paling minggu depan udah putus, gua udah nunggak dua bulan. Oke? Makasih ya udah baikin Dian-Asri-Mira. Pusing gua tiga tahun dengerin mereka. Nggak ngerti sama perempuan-perempuan itu. Thanks banget Jef"

Langgar bangkit dan mengumpulkan tenaga untuk mendobrak pintu kamar mandinya. Rasa kesalnya mulai memuncak ditambah gedoran pintu kamar sebelah yang mulai mengusiknya. Malam itu Langgar akan menjemput Bram dan Delia dari bandara sepulangnya mereka dari studi wisata. Langgar bingung dengan tingkah adiknya yang sangat tidak kooperatif terutama dalam bersikap di depan publik.

Tiga hari yang lalu.
"Aku nggak bisa, Mas. harus jemput, Delia juga lagi nggak enak badan. Kalo bukan karena tugas kuliah, aku males mas pergi jauh gini"
"Kamu carilah taksi atau temanmu, Bram, Mas harus urus ini kamar dan cepet-cepet keluar. Lagian kamu kenapa nggak balik Jogja ae toh? Delia yok aku wis tau nggak bener, Bram. Itu Witri nunggu kamu di kampung, cepet kamu lamar. Mesakke anak orang itu, Bram"
"Mas, aku minta jemput! nggak minta disuruh nikah! Mas aja dulu nikah sana antara Dian atau Mira, baru mas nasehatin aku! Wislah, pokoe jemput aku jam 9 malem. Suwun Mas"

Dua minggu yang lalu.
"Biar bunda naksi aja, nak.. Ayah udah suruh kesana. Cepet kok kalo naek taksi ke tempatmu. Kamu kerja aja dulu nggak apa, nanti Bunda masakin pami kamu pulang."
"Bun, apa aku suruh Bram aja ya? biar Langgar yang naik taksi ke kantornya, cepet kok Bun pulangnya"
"Ndak, Bunda ndak suka kalo Bram yang jemput. Ndak tahan sama pacarnya itu Le.."
"Delia? kenapa Bun?"
"oowalah, Langgar,,adikmu itu koyo'e rak keurusan, pacarnya kalo pake baju serba sempit. Waktu kamu baru keterima kerja ya bajunya itu tipis-tipis. Kalo tiba-tiba hamil gimana Bram tanggungnya, Le?"
"Bram nggak gitu Bunda, tenang ya.. Yaudah, nanti kalo Bunda udah mau berangkat, kabarin Langgar terus ya Bun.. ati-ati"
"Kamu sing ati-ati yo Le, Bunda nanti telpon lagi. Assalamualaikum"

Satu tahun yang lalu.
"Mas, ada kondom nggak?"
"Bram!! ini selametan Mas lho! Kamu kok tega gitu sih sama mas? Hormatin lah itu Lik Cahyo sama Pakde Imam"
"Ada nggak??!!"
"Nggak ada!!! Mas nggak paham gimana lagi harus kasih tau kamu, taun pertama kamu udah begini Bram, gimana mau tahan lama di Jakarta? lama-lama kamu masukin mas ke penjara yo ngenes ngurus koe"
"Mas harusnya malu, nggak bisa tegas sama perempuan. Kerja udah ada, rumah mulai nyicil, restu udah dapet. Mending koe mimiti calon trus kawin yo, aku wis gede mas"
"Bram!! Kamu nggak ngomong gitu sama Mas dan Kak Putri!!!"

Langgar mendobrak pintu kamar mandinya. Rasa kesalnya terbayarkan, segera diambilnya pasta gigi dan beranjak keluar kamar. Menuju mobilnya dan segera meluncur ke bandara. Ia punya waktu satu jam untuk menggosok gigi dan menuju bandara. Membayangkan perbuatan apa yang dilakukan Bram sepulangnya dari Lampung.

Lima belas menit sebelum keluar tol bandara, mobilnya menepi. Ia membaca serentetan pesan masuk dari koleganya, Bunda, Mira dan operator. Satu yang dibalasnya; Mira.
"Aku masih di jalan mau jemput Bram sama Delia. Sabar ya. Bulan depan aku jemput kamu, kita ke Jogja bareng. Akad disana"

Kembali menancap gasnya, Langgar mengenakan sabuk pengaman sambil memincingkan mata melihat plang selamat datang di Soekarno Hatta. Dilihatnya Delia menyandarkan kepalanya di bahu adiknya sambil berwajah manja. tanpa sadar, Langgar mengubah air mukanya menjadi sinis saat menepi di depan pasangan muda itu.

Langgar membuka bagasi dari panel bawah kursinya dan membiarkan Bram memasukkan koper mereka sendiri. Di jalan pulang, Bram menempatkan secangkir capucinno di dekat perseneling agar mudah diraih oleh Langgar sambil berseru "Lampung seru mas!! Rumah udah beres?"
Langgar diam sejenak, melirik ke spion tengah dan memastikan Delia sudah tidur di jok belakang, "Kita anter dia kemana?"
"Ke tempatmu Mas, dia lagi hamil sebulan...." Langgar menahan nafasnya sambil menyingkap rambut bagian depannya, menunggu Bram melanjutkan kalimatnya.
"Hamil anakku" Bram menyelesaikan dua kata terakhirnya seraya menyeruput capucinno dekat tangan kiri kakaknya.

Sunday 18 July 2010

selusin judul film dan sepucuk senapan

Banyak yang mempertanyakan kepergian saya selama seminggu ini. Saya juga tidak memberikan konfirmasi atau klaim pada siapapun tentang perjalanan panjang saya ke Eropa. Beberapa email yang terbaca melalui iPad saya kebanyakan dari keluarga (adik saya) dan tentu saja bos tunggal saya: Derrick. Banyak juga spam yang isinya hanya memberikan janji promosi pekerjaan, namun tentu saja saya menolak dan menghapus semuanya, rasanya Derrick pun akan tidak suka kalau saya merespon tawaran spam tersebut. Hubungan kerja saya dan Derrick sudah terjalin cukup lama dan bulan depan, saya genap tiga tahun menjadi asisten pribadinya. Derrick pula yang menyebabkan saya melancong ke Eropa selama seminggu ini. Derrick bilang, replacement saya selama seminggu itu hanya untuk membuktikan pada bosnya, Julian, bahwa tidak ada asisten sebaik saya untuk Derrick. Saya cuma tersenyum saat Derrick menyerahkan berkas visa dan paspor saya minggu lalu. Derrick bahkan merencanakan perjalanan yang padat dan cukup melelahkan. Saya suka travelling, dan Derrick menemukan momentum yang pas untuk mewujudkan impian saya sendirian. Nampaknya saya harus mulai memikirkan cara untuk membelikan dia kitchen set supaya hobi masaknya tersalurkan. Rumah kami dapurnya ringkas dan tidak terlalu lengkap. Derrick sering sekali masak hebat dengan peralatan secukupnya, hasil makanannya pun selalu enak. Kali ini mungkin subjektif, tapi secara objektif, saya merasa rumah tangga kami adalah yang paling abnormal. Kembali ke subjektivitas: kami bahagia.

Ayah kami adalah dua kepala suku yang sering berkelahi, dan seperti tayangan televisa, akhirnya rumah kami terbeli dengan separuh uang Ayah kami sebagai uang mukanya. Lucu memang, melihat akhirnya memancing bisa menjadi sarana penyatu kedua tokoh yang saling adu kekuatan itu. Saya juga heran kenapa tak terpikirkan oleh kami untuk menyatukan mereka dalam hobi tersebut. Lalu kami disatukan dalam upacara adat yang sangat aneh karena memadukan dua suku yang berbeda, Derrick dan saya, mengalami hal yang benar-benar luar biasa sakral (dan aneh) sekali dalam upacara ikatan kami. Di kantor, tak ada yang tau hubungan kami, hanya beberapa sahabat dekat. Sementara yang lainnya sering menganggap kami saudara. Saya dan Derrick tidak ambil pusing, karena kantor kami adalah satu-satunya tempat paling demokratis dimana seorang bos bisa punya sekretaris ganda yang merupakan istri-istrinya. Satpam gedung malah menikahi kepala personalia yang nyaris mendepak Derrick dari kantor kami karena Derrick tertangkap basah sedang berpelukan mesra dengan suaminya. Sungguh konyol kalau mau menganalisa hubungan kerja dan hubungan romansa saya dan Derrick.

Minggu lalu ibunya Derrick mengunjungi kami, membawa beberapa obat herbal supaya saya lekas hamil. Saya bilang bahwa Derrick setuju mau menikahi saya dulu sebelum saya hamil. Namun nampaknya ibunya Derrick kurang setuju dengan pernikahan. Bukan karena ia istri kedua, ini lebih kepada kepercayaan suku Derrick bahwa menikah baru boleh dilakukan oleh pasangan yang berusia lebih dari 30 tahun. Itu sama saja membunuh saya dan calon janin saya, jadi Derrick masih terus menjanjikan kehamilan saya dalam waktu tiga sampai lima tahun. Derrick sendiri sebenarnya ingin menikahi saya dan segera punya anak, tapi Derrick juga sadar keterbatasan kami dalam segi emosi. Saya dan Derrick hanya bagus berpasangan dalam bidang pekerjaan dan senang-senang berduaan. Untuk rumah tangga dan keorangtuaan, kami sama sekali tidak punya persiapan. Derrick sering berkonsultasi dengan adik saya dan istrinya yang sudah beranak dua. Hasil konsultasi mereka hanya menyimpulkan sebuah frase simpel dari mulut Derrick “we have been a very good partner in crimes and dimes” Saya pun selalu setuju untuk menunda kehamilan sebelum pernikahan.

Anyway, sepulang saya dari Eropa, sepuluh orang bagian personalia dari dua kantor cabang memanggil saya untuk bekerja kembali di cabang yang berbeda. Mereka bilang, Derrick akan dapat promosi dan meminta saya kembali untuk menjadi asistennya. Saya bilang bahwa saya harus bicara lagi dengan Derrick untuk mendiskusikan beberapa masalah. Maklum, pemecatan saya oleh Derrick sepuluh hari lalu itu penuh intrik dan drama yang berkesan bahwa kami bertengkar, padahal kami bercinta cukup hebat pada hari pemecatan saya. Derrick mentraktir saya satu botol Chivas dan saya membelikan dia keripik kentang sebanyak dua kilogram. Kami marathon DVD hingga pagi dan saya nyaris ketinggalan pesawat ke Eropa. Derrick bilang akan membawakan lagi sebotol Chivas ketika menjemput saya kalau saya berhasil membotolkan pasir di Dublin. Kami tertawa sepanjang jalan ke bandara dan tujuh hari kemudian, saya melempar sebotol pasir Philadelphia padanya di kursi supir. Lagi, kami tertawa sepanjang malam hingga beberapa kali mobil kami hampir menabrak pembatas jalan. Merayakan kepulangan saya dan kenaikan jabatan Derrick sebagai kepala cabang serta asisten pribadi Derrick yang tak lain adalah saya.

Friday 2 July 2010

Pertemuan Si Hearty dan Si Senseless (10)

Dengan sebuah kursi roda, Hearty merasakan kakinya ngilu. Tidak patah, hanya beberapa sendi terkilir dan lulutnya lemas. Kecelakan bus tersebut sungguh hebat. dan sekarang ia hanya ingin bertemu Senseless. Sesampainya di ruangan khusus, Hearty mencium bau alkohol yang keras dan suara samar pendingin ruangan. Ia melihat Senseless membuka matanya, berkedip beberapa kali dan Hearty mendekat, tidak menyentuh, hanya mendekat.
Hearty membuka mulutnya dan berkata "terima kasih Senseless.."

Senseless membuka matanya, tidak bisa menggerakkan kepala namun matanya berkedip-kedip, melirik ke arah Hearty dan membuka mulutnya tanpa suara. Ia membisu. Hearty meneruskan ceritanya.
"Senseless, sebenernya aku suka sama kamu. penasaran, kamu itu kenapa sih dingin banget? Waktu Ibu cerita soal ayahku, mama sebut nama kamu..ternyata Ayah itu selingkuhannya mamamu ya?"

Senseless memejamkan matanya ingin tidur, namun telinganya terus bekerja menyimak pembicaraan Hearty yang bernarasi panjang, seperti biasa, hobinya adalah bicara dan bercerita.
Ia mengurai kenangan tentang Mamanya dan Pakde Jumirin. Hearty terus bercerita dan semakin lama, pilihan kata Hearty semakin menusuk telinga dan hatinya.

"Senseless, kan nggak ada salahnya kalo kita memaafkan dan menjalin lagi silaturahmi dengan orang yang masih kerabat kita. Coba deh kamu pikir, kita kan berarti saudara sepupu. Batal deh aku suka sama kamu, tapi meskipun gitu, aku mau kita baik-baik aja. Aku mau ajak kamu ketemu sama Ayah, aku mau denger cerita dia tentang kita berdua.."

Seketika perawat masuk ruangan tersebut bersama dokter.
"Selamat siang, Anda keluarga Tuan Senseless?"
"Iya, dok. Bagaimana keadaan sepupu saya?"
Senseless menyimak baik-baik percakapan Hearty dengan dokter di sebelahnya. meskipun matanya tertutup, telinganya bekerja keras menangkap maksud dari dokter. Pita suaranya rusak. Senseless divonis tidak dapat bersuara hingga beberapa minggu. Ia tersentak namun enggan membuka matanya. Dapat dirasakannya Hearty sedang menangis dan terus bertanya pada dokter tentang bagaimana perkembangan kesehatannya.

Dokter menyatakan Senseless baru bisa kembali ke rumah dua sampai tiga hari lagi. Selanjutnya ketika Senseless membuka kelopak mata, dilihatnya Hearty didorong oleh perawat keluar kamar. Ia membuka mulutnya namun tidak mengeluarkan suara, "Hearty"

Hearty menatap kosong lantai koridor rumah sakit menuju ke ruangannya. "Orang kantor dan Ibu pasti sudah dikasih tau sama rumah sakit" batinnya berkata, "kira-kira apa reaksi Ibu kali tau aku kecelakaan sama Senseless? Apa Ibu akan benci sama Senseless ya. Aduh, rasanya ingin segera pulang dan merawat Senseless"

"Nona Hearty, ini ada tamu" perawat masuk sambil mengiringi rombongan teman kantor dan Ibunya ke dalam kamar. Hearty tersenyum simpul dan pelukan Ibu begitu hangat di tubuhnya. Ia menahan tangis dan mendengar Ibu menggumam "cah ayu, cepet sembuh ya, sing sabar, ndhok"
"Ibu, tolong liat Senseless" Hearty berbicara pelan tanpa terdengar kawan-kawan lainnya. Sesaat kemudian Hearty sudah mulai tersenyum dan larut dalam perbincangan bersama karib seruangannya di kantor. Mereka menceritakan rencana pembukaan cabang di Maluku dan Hearty kemungkinan akan dapat promosi kesana. Senyumnya kian berkembang ketika ada yang mengatakan bahwa Senseless juga akan dapat promosi ke Maluku. Ia tidak peduli posisi apa yang akan ia atau Senseless dapatkan, namun senyumannya itu desebabkan semangat yang begitu besar dari teman-temannya.

"Kalian tau nggak sih kalo gua lumpuh??" Hearty berkata selepas sebuah tawa ringan.


---------------------bersambung------------------------