Thursday 21 July 2011

this one out

Jarang banget gue nulis kata-kata kasar, apalagi via dunia maya, terlebih via blog gue. Tulisan hampa selalu memuat cerita fiksi atau sampah-sampah harian gue. Kali ini, boleh ya spesial edisi gue meluapkan sisi jahat gue.

I just wanna say: I hate you, for your inconsistency, un-acceptability, impatience, accusation, exaggerating ego and fluctuating emotional behaviour.
I hate you.

Sunday 17 July 2011

bayar utang (part 2)

rasanya kisah Eron harus diselesaikan ya.

jadi Eron sedang menghabiskan makan siangnya sebelum kembali bergelut dengan tugas sekolah dan pelajaran yang harus ia hadapi esok di sekolahnya. setengah semester berlalu, namun Eron merasa ini belum apa-apa dibanding apa yang harus ia tebus selama setengah semester lagi.


***

Aku adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaklu Irfan, tinggal bersama Papa di rumah Papa. Aku belum mengerti kalau tiga tahun lalu, Mama mencoba merebutku dari Papa dikarenakan rasa gengsi dan sakit hati. Papa selingkuh, lalu menggugat cerai Mama. Saat itu, si Nyonya besar terpukul sekali dan marah hingga bertubi-tubi. Suami yang dicintainya meninggalkannya demi seorang wanita yang tidak jelas, seperti seolah melupakan apa yang sudah mereka melewati bersara. HIngga sore itu, Kak Irfan berkunjung ke istanaku.

***

"Kak Irfan gimana sekolahnya?"
"Baik, kamu gimana rapot tengah semesternya?"
"Nggak tau, Mama belum cerita"

"Papa masih suka dongeng buat kakak sebelum kakak tidur"
"Ohya? Mama nggak pernah, tapi Bibi selalu dongeng untuk Eron""Eron tau nggak kenapa Eron ikut Mama dan Kakak ikut Papa?"

"Karena Eron masih kecil"
"Bukan,"
"Lalu kenapa Kak?"
"Karena Mama sakit hati sama Papa. Papa selingkuh dan ninggalin Mama"
"Mama bilang Mama sayang sama aku dan Kak Irfan kok"
"Iya, sedikit. Mama cuma gengsi karena kehilangan Papa dan statusnya sebagai istri Papa"
"Eron nggak ngerti, Kak"
"Eron, di persidangan itu, seorang anak kayak Eron memang normalnya ikut sama Ibu"

"terus?"
"Kebetulan aja Mama punya kerjaan dan sanggup menafkahi Eron, makanya pengadilan memutuskan Eron ikut Mama. Padahal sebenernya Mama cuma mau bikin Papa sebel karena Papa nggak bisa bareng sama Eron. Mama gengsi""Jadi Mama nggak sayang Eron" aku lalu menunduk lesu mengingat sikap dingin Mama selama ini
"Mama sayang sama Eron, tapi kemenangan Mama di persidangan, yang menetapkan Eron ikut mama dan Kakak ikut Papa itu semata-mata karena Mama gengsi dan pengen bikin Papa sakit hati"

Aku masih menunduk, aku cuma seorang anak kecil yang merindukan keutuhan Papa dan Mama. aku tidak paham kenapa ada yang namanya perpisahan dan hak asuh terpisah. Aku belum mengerti tentang apa itu sakit hati dan perceraian. Aku hanya rindu keutuhan Mama Papa.

"Kakak juga diabaikan sama Papa, tapi itu karena Papa sibuk"
"Papa punya pacar lagi ya, Kak?"
"Nggak tau, Kakak nggak pernah tanya soal itu."
"Oh, soalnya Mama punya pacar, Kak"
"Ohya? coba cerita yang kamu tau"
"Kalo malem Mama puiang, dianter sama Om Jawa" Irfan refleks tertawa mendengarku mengidentifikasi seseorang dengan ras-nya, "terus kalo pagi, Mama suka telfonan lamaa banget sama Om Jawa"
"Namanya bukan Om Jawa, Eron, itu asalnya"
"Eron nggak tau, nggak pernah denger Mama cerita soal pacarnya, tapi mereka pacaran, Kak"
Irfan menggeleng pelan mendengar ceritaku. Ia termenung membayangkan kesepianku di sekolah dan di rumah. Mama sebenarnya perempuan baik yang gigih dan pintar. Sejak Papa selingkuh dan mereka bercerai, Mama berubah jadi perempuan dingin. Mama mengiriminya hadiah di setiap kesempatan, namun tidak pernah hadir secara fisik dan emosional. Kak Irfan mulai terbiasa dengan perhatian berupa materi dari Mama.

***
"Eron, kakak pulang ya, kamu belajar yang serius. Weekend nanti kita berenang"
"Kak, bilang sama Mama dong kalo kita ketemuannya sama Papa tiap minggu aja, jangan sebulan sekali" Irfan mendengarkan lebih seksama lagi, "abisnya kalo lagi main seru, Mama suka telpon Papa nyuruh nganter Eron pulang. Eron kan kangen sama Papa"
"Iya, nanti Kak Irfan bilang sama Mama"
"Eh, Kak, jangan bilang Eron yang minta ya, nanti Mama marah sama Eron"
"siap boss!!" Irfan membentuk sikap hormat dengan tangan di keningnya.
Setelah toast, Kak Irfan pamit pulang.

***

"Papa kan kerja, nanti malem baru pulang. Nanti malem Eron sama Mama sama Papa makan bareng juga sama Kak Irfan. Sekarang kita makan dulu baru kerjain PR ya?" Bibi membuat nada yang cukup meyakinkan aku. Aku sendiri bukan nggak inget kalo Papa dan Kak Irfan sudah nggak ada. Aku hanya mau pertanyaanku dijawab, dan aku udah nggak peduli lagi jawabannya jujur atau bohong. Aku hanya mau dilihat, didengar dan dijawab.
"Bibi, aku mau tambah sayurnya." aku ingin sehat dan kenyang di suapan terakhirku siang itu.



Friday 15 July 2011

berselang lima tahun

12 Februari 2012

Sirene keras memekakkan telingaku di terminal 2E Bandara Soekarno Hatta. Serentetan mobil tentara dan beberapa motor bersirene melintasi jalanan tempatku akan menyebrang bersama dua koper raksasa. Aku dan kepulanganku ke tanah air rasanya cukup kaget menerima sambutan seperti ini. Pasalnya aku berharap orang tuaku akan menjemputku, atau adikku paling tidak.

Tiba-tiba seorang anggota militer berbadan tegap turun dari motornya dan menghampiriku.
"Permisi, Selamat Siang, maaf meganggu" Aku mengangguk membaca badge "tentara nasional Indonesia, angkatan laut" di sekitar dada dan bahunya.
"Anda dari mana?"
"Saya dari London, baru pulang Pak"
"Bisa tolong tunjukkan paspor dan dokumen visa Anda?"
"VISA ke Inggris pak? kan udah nggak dipake, paspor aja ya" aku mengeluarkan paspor dari ranselku, menyerahkan padanya dan memperhatikan mimik wajahnya yang serius. Mungkin aku pernah ketemu dengan dia sebelumnya, agak familiar.

Dia mengembalikan pasporku dan tersenyum kecil "terima kasih" ia hendak beranjak pergi ketika aku agak berteriak kepadanya "maksud Bapak apa ya?"
"Maaf, bagaimana?" ia kurang mendengar pertanyaanku. Setelah aku ulang, ia terdiam. Ia menengok kiri kanan seperti meyakinkan tidak ada yang melihatnya sebelum kembali menatapku dan berkata "saya mau kenalan sama kamu"
Mataku membelalak. Aku diam meremas pasporku dan setelah beberapa detik, aku bertanya "Bapak makai wewenang Bapak sebagai petugas cuma untuk kepentingan pribadi Bapak?"
Ia mendelik, tersenyum kecil dan mendekatkan wajahnya ke saya "saya pernah begini sebelumnya, tapi gagal waktu itu. Kali ini saya berhasil ya," ia menjulurkan tangannya dan "Dwingga"
Aku refleks membalas salaman dan menyebutkan namaku "Jane" lalu Dwingga pergi meninggalkanku terpaku.



***

25 Agustus 2006

Aku meluncur agak cepat di jalur kiri jalanan, menggunakan mobil Papa. Sekelibat ada lampu biru kelap kelip dari motor petugas lalu lintas di belakang saya. Betul, nggak lama kemudian motor besar tersebut sudah di samping saya, mengisyaratkan untuk menepi.
"Selamat malam, bisa lihat kelengkapan surat-suratnya?"
Aku panik sejenak karena merasa tidak melakukan salah apapun, aku patuh marka dan rambu. Kukeluarkan SIM dan STNK lalu kuserahkan padanya. Ia melirikku bergantian melihatku dan SIMku.
"Baik, terima kasih, selamat jalan kembali, hati-hati" aku pun mengembalikan surat-surat itu lalu melajukan lagi mobilku.



***
10 Juni 2012

"aku nggak tau bakal ketemu kamu lagi disini. sekarang apa pangkatmu?" pertanyaan itu berkembang menjadi percakapan panjang selama dua jam. Setelah nggak ketemu Dwingga selama lima tahun, aku benar benar meluapkan rasa penasaranku terhadap motif dan modusnya. Dia naksir mobil Papaku, enam tahun lalu. Dia pikir aku sindikat pencurian kendaraaan bermotor. Lalu dia naksir namaku, dia mengingat alamatku lewat SIM dan menguntitku sampai aku pergi ke Inggris untuk mengambil spesialis.
"aku kesulitan nemuin jadwal penerbanganmu pulang pas liburan, tapi aku nggak boleh gagal nemuin jadwal penerbangan pulangmu setelah lulus" Dwingga mengiris daging asapnya sambil bercerita dengan antusias bagaimana ia mencari tau tentangku selama ini.



***
13 Desember 2012

"Mau nggak nikah sama aku?" Hari ini adikku wisuda dan kami sedang merayakan dengan teman teman Papa. Dwingga melamarku di lantai atas dengan background riuh tawa dari taman bawah. Adikku sendiri senyum-senyum melihatku tersipu.


***

Monday 11 July 2011

sedikit serius

Yes, aku lg nntn TV, ovj sih (mudah-mudahan nggak hina karena aku jarang sekali nonton TV). Aku liat iklan2nya ciamik ya jaman skr. Bener2 impresive, tp ditilik lg dr segi 'jualan' dan 'marketing' yeah, aku hrus setuju sm pak sumardy yg tempo hari dituntut dgn alasan teror krn dia menggunakan peti mati itu sarana promosi. His religion is 'word of mouth' promotiin, dan dia berhasil kala itu. Aku setuju bahwa kalo mau jualan, ya make something that wouldn't only be talked about, but also kepoed about and make people really want to 'feel' or 'taste' or apalah itu dlm langkah konatif.

Mungkin teknik 'word of mouth' harus dikembangkan, tp dengan cara dan tema yang proper ya pastinya.
With full respect to advertising people, I love their ideas, very berry much. Bukan karena aku punya banyak temen disana, tp memang ide iklan jaman sekarang beneran bagus (regardless yg copycat dan pointless itu ya).

Udah sih, just saying aja. Mudah2an pembacanya nggak nganggep aku serius ya.
There's nothing in this life I'm doin seriously :))

Saturday 9 July 2011

di balik sebuah hastag dan partitur

Teori dasar dari sebuah hubungan adalah ketidakperluan akan suatu hal yang namanya "over-posesif" alias perasaan terlalu memiliki. Gua nggak pengen sok filosofi menjabarkan definisi dan elaborasinya. Gua cuma mau cerita, bahwa suatu hari, gua merasakan sikap over-posesif itu nggak pernah salah. Karena kalo sampe gua nggak tahan dengan sikap itu, nggak mungkin gua bisa ngetik ini, hari ini.

Lima tahun lalu, adalah peringatan satu tahun gua sama pacar gua, Abby. Kami sedang bersitegang karena Abby ngotot gua harus berhenti dari dance company gua, lalu ikut dia untuk nerusin usaha orang tuanya. Abby padahal tau persis bahwa hidup gua hanya bergantung pada nari. Sejak gua umur 7 tahun, warisan yang ditinggal sama orang tua gua hanyalah bakat main piano (dari papa) dan ballet (dari mama). Wajar kalo hari ini gua bener-bener kesal sm Abby yang seenaknya memotong garis hidup gua cuma karena gua terima lamarannya jadi istrinya.


Abby bilang kehidupan penari itu bebas dan nggak beraturan, sedangkan kalo gua nikah sama dia, gua bisa bantu dia di bengkel dengan working hours jelas, atau gua di rumah jadi seorang ibu dan istri. Pilihan yang Abby kasih bener-bener bikin gua linglung. Dari awal kami pacaran, sikap over-posesif Abby sudah cukup mengganggu gua, dengan alasan cinta dan takut kehilangan (I know this part sounds cheesy), dia ngelarang gua ini-itu dan serba mau jemput-anter gua kemanapun. Sunggu annoying. Kami bertahan sampe lima tahun, karena ternyata ya hati gua seperti terpaku sama dia (yeah, this one is cheesy as well). Apalagi dengan sikap dewasa dan tough yang selalu Abby tunjukkan sama gua, aduh, gua bener-bener 'fall for him'


Anyway, lima tahun lalu, dia ngelamar gua sekaligus minta gua berhenti dari tempat kerja gua. Dia masih izinin nari tapi nggak sebagai commercial performer. Gua hanya diizinin jadi guru nari, dan kegiatan lain yg paruh waktu. Gua emosi, terus gua pergi dari restoran super romantis itu. Gua lari pulang sendirian dan sampe rumah, gua bener-bener menjerit dalam hati. Email yang masuk ke laptop gua di rumah bener-bener bikin shock; kecelakaan yang menimpa rekan-rekan menari gua di Amsterdam. Perasaan gua hari itu bener-bener kacau balau. Lalu gua tidur.


Esoknya, Abby udah ada di dapur rumah gua. Buatin gua sarapan dan dia cuma senyam-senyum sama muka jutek gua. Setelah makan, dia cerita bahwa dia udah ngajuin surat resign gua ke dance company gua. Emosi gua memuncak lagi, dengan nada tinggi gua jelasin bahwa dance company gua baru kehilangan beberapa dancers dan sebagian lainnya masih perawatan di ICU di Amsterdam. Abby agak shock dengernya, lalu dia meluk gua sambil minta maaf.


Pengajuan resign gua yang dibuat sama Abby diterima. Sebulan setelah kecelakaan itu, gua resmi keluar dari dance company yang udah menghidupi gua selama lima tahun ke belakang. Gua juga nggak nyangka bahwa di tahun ke empat, gua harus ketemu insinyur macam Abby yang bikin gua luluh sm ketulusannya. Maklum, gua nggak pernah punya pacar sebelumnya, jadi waktu deket sama Abby itu gua ngerasa hati-hati banget sebelum beneran pacaran.

Sebulan setelah resign, di negara kami terjadi kericuhan politik dan budaya. Pertunjukan seni dilarang tampil di acara politik dan sosial lainnya. Setiap konser musik, pertunjukan tater dan tari hanya boleh digelar atas kepentingan pendidikan atau sekolah. Sejak itu, banyak sanggar dan dance company yang gulung tikar karena dicekal dan bangkrut. Saat itu mata gua terbuka, bahwa meskipun sakit dan sedih hati gua meninggalkan dance company, waktu itu gua membuat keputusan yang cukup melegakan untuk memilih menjadi sekretaris suami gua.


Ya, Abby nikahin gua sebulan setelah gua resign, dan bertepatan dengan keputusan pemerintah tentang kebijakan pertunjukan seni. Lagi-lagi, perasaan gua hari itu campur aduk; rindu, senang, sedih dan lega.

Abby bilang kalo mungkin hanya kebetulan aja garis waktunya gitu antara keluarnya gua dari dance company dan kisruh di negara kami, tapi satu hal yang selalu gua yakini, bahwa Tuhan menggariskan Abby untuk gua, supaya gua belajar bahwa bertahan di satu titik nyaman itu nggak selamanya baik. Kadang hal-hal yang kita kira nggak enak dan 'bukan bidang gua' itu justru hal yang membuka kita pada sudut pandang dan pengalaman baru.

Dalam hal ini, jelas gua bersyukur punya pacar yang over-posesif, karena kemudian, dia ngajarin gua bahwa rasa sayang itu bisa mengarah pada banyak hal, tinggal kita yang memilih, mau ke efek positif atau negatif. Kemudian gimana kita mau neyikapi dan menerima keputusan yang udah kita ambil.


I think Abby has been very good at being a positive possessive. :)

Tuesday 5 July 2011

teleport

She was sleeping in the huge couch in the castle. Greg has known her secret power: teleport. He watches her in fear, just in case she suddenly disappear to the dangerous circuit of car race. Last week, he remembered she was trapped in the backyard forest of their castle. She teleported herself there. Since then, he set up hidden cameras and security guard all over the neighbourhood. Last night, he finished set up additional cameras in the city border.

"Your majesty, breakfast?"
Sopran only received a head-shake from Greg. He's not in the mood to eat. He keeps his eye on her all the time.
He looks deeply and suddenly he knows that she is having a sight in her sleep. Greg started to worry.

"Greg!" She opens her eyes as she called him.
"What happened?" Greg approach her.
"I saw a fire!!!" She screams in panic. Runs out of the room, through the hallway, she's running all over the front yard and going off the castle.
Greg is after her, yet he's ordering in a gasp of breathe to the knights and soldiers, to guards and all the ministers.

"Princess has gone mad, please set your position. She's moving out of the castle" one of the guard shouts in a tower. Greg remembered his cameras and he stops to shout "I want all cctv, sights and vision in the town. I need to know where she's heading to"

In a moment, Greg's already sitting in a chair, with hundreds of camera vision around him. He catches her running out of the village border, heading to the cliff. He's panic looking at her running erratically. She arrives at the edge of the cliff, in count of 5, she jumped of to the sea.
Then disappeared. She teleported.


***


Helikopterku mati total, ketinggian puluhan ribu kaki di atas kobaran api yang membakar sepasang pesawat perang yang awaknya akan kuselamatkan. Sekarang aku tau, diriku sendirilah yang harus menyelamatkan diri. Baju orangeku terasa sesak dan aba-aba otomatis di dalam kabin sudah terputus sinyalnya dari pusat markas operasi. Aku berdoa dalam hati sambil memutar otak bagaimana akan melompat kebawah tanpa terbakar.

Api berkobar dibawahku membentuk lingkaran, terukur mencapai diameter 100 meter, tingginya mencapai ratusan kaki. Tidak heran, karena dua pesawat perang yang terbakar di bawah sana adalah peranakan black hawk dengan beberapa modifikasi mesin. Aku sendiri kurang yakin bagaimana caranya menghindari wilayah kobaran tersebut dengan parasut seadanya.

Jarakku tinggal beberapa kilo dari kobaran api, helikopterku sudah kehilangan dayanya untuk melawan gaya gravitasi bumi. Tiba-tiba seorang wanita berambut merah muncul di sebelahku. Ia menatapku dengan matanya yang basah dan aku benar-benar tidak ada waktu lagi untuk menjelaskan halusinasiku.

Namun lalu ia bersuara "who are you? What's your name? What are you doing?"
Aku sadar ini bukan halusinasi, "I'm a newbie, actually an expert in nuclear technology and I study molecular biology. I can save myself back then, but now you're here and I have to save you too, which is hard to do"
Berharap ia menangkap lawakanku dan segera pergi, ia ternyata bukan malaikat yang dikirim Tuhan untuk mencabut nyawaku.
"We have to go" dia menjawab, "of course, lady, you don't want your hair to get even hotter than now" hatiku membatin refleks dan ia melompat ke pelukanku.

Ia menghadap ke arahku dan duduk memelukku. Aku hanya membelalak sambil terus diam, mencoba konsentrasi pada panas api yang mulai terasa di luar helikopter.
"Do you know a technology called....teleport?" Ia berbisik di telinga kananku, aku melirik ke arah rambutnya yang merah dan menjawab dalam hati,"it is NOT a technology, miss"
"I went here by teleporting....I saw you" kali ini aku bertanya "you're gonna teleport now to send me to heaven or hell?"
Ia diam, akupun diam. Apakah bercandaku menyakiti hatinya sebagai utusan Tuhan? Atau ini cara Tuhan mencabut nyawaku? Ah, paling tidak ia cantik. Aku menghibur diri sendiri.

Setelah api membakar ekor helikopter, aku merasakan degup jantungnya di dadaku, berdegup keras sekali. Lalu tanganku menggapai punggungnya sambil menghibur "I can bring you also, this parachute will help us" hatiku tertawa mendengar omonganku yang tidak masuk akal. Aku hanya seorang penerbang junior yang dikirim untuk meneliti radiasi dan reaksi senjata nuklir yang tertanam di sebuah kapal perang. Kini aku adalah seorang ilmuwan nuklir yang terjebak dalam helikopter maut bersama seorang wanita cantik.

"I have to teleport, but where? To the castle or.." Ia nampak serius berpikir. Aku mulai kehilangan akal sehatku dan memilih untuk percaya padanya tentang teleport.
"Anywhere beautiful, I believe. Come on, you have to cast the spell" aku merasakan pelukannya semakin kuat, mungkin ia memejamkan matanya. Lalu tiba-tiba gelap.
Masih terdengar olehku suara gemeretak api membakar kaki helikopter, namun panasnya tidak terasa.

Aku memejamkan mata, membukanya lagi. Gelap.


***

"Greg!!" She jumped off the bed and grabbed Greg's arm.
"It's okay, you are fine. He's fine. You made it. You saved him" Greg tries to put a smile and hug her tightly.

Monday 4 July 2011

our first threesome

I remember it was raining.
You were wearing your long sleeved shirt.
I was wearing my homey pjama.

It was raining and you turned me on.
It was raining and you didnot take off your shoes.
It was raining and you gave me the eternal coat.

I remember we were sitting in the couch.
We started out talking about coffee.
We started out taking off the world.

We mocked the night wind and rain.
We surrender to the future.

Because it was raining and you turned me on.
It was, baby, raining and you didnot take off your shoes.
It was raining, and baby, you didnot take it all that I gave.

It was our first threesome.
I didnot reassure we'd have the second one,
But at that minute, you reassure me you're gonna love me less, everyday.
You're gonna love me less and less.
Unless we have you a new pair of shoes.


It was raining and you turned me on.
Now it is again, raining, and you're ruining the whole thing.

Sunday 3 July 2011

perceivable

Saya abis ganti biodata saya di akun twitter @pastelarasaty. Begini ceritanya...


TOKO SEPATU
Me: Mbak, ini ada ukuran 40 nggak?
Mbak: yang ini cuma 1 warna aja, kak.

POLISI SIMPANGAN
Me: Pak, aula akpol dimana ya?
Polisi: Waduh, macet non.

REKAN SEJAWAT
Me: bank lo Mand*** atau B** ?
Rekan: gua belom gajian cuy.


Ngerti nggak?
I'm pretty perceivable.

Saturday 2 July 2011

repost: the unthinkable thought

Gua nggak ngerti pola poligami. Kira-kira triggernya apa sih seseorang bisa poligami. Seumur-umur gua hidup, udah 22 taun nih, gua ketemu sm beberapa korban, umm, let's just say 'women' yang suaminya berpoligami. Not to mention a name or names.

Abis ngobrol sama calon PRT di kampung mama. Dia cerai sama suaminya 10 tahun lalu, suaminya nikah lagi. Inget cerita beberapa temen yang ayahnya poligami, rata-rata pengusaha tapi ada juga yang karyawan swasta. Ada sih beberapa pegawai negeri yg juga poligami. Ada yang supir truk, tukang bangunan, mandor konstruksi sampe penjaga kos-kosan. Random boss!!

Masalah suku, bener-bener nggak ketebak polanya. Ada yang batak, jawa, sunda, betawi, makassar, padang, dan lain-lain deh. Kalo bicara faktor keadaan keluarga, well, dari yang anaknya masih kecil sampe yang udah nikah, ada juga yang bapaknya poligami. Pattern yang nggak jelas, nggak terstruktur.

Gua sih tau kalo agama gua nggak melarang poligami (syarat dan ketentuan berlaku) tapi makin tua, gua jadi makin nganggep poligami dan perceraian adalah hal yang sensasional, trendy dan kasualitas. However, masih banyak perempuan yang teriak 'nggak rela' atau 'cemburu' atau apalah yang intinya nggak terima. Klasik.

Kenapa gua nulis ini lagi?
Same shit, mereka semua nyuruh/nanya/bahas soal: kapan gua nikah?
Silly thing is, gua berandai-andai: ini sama aja kayak mayat pilot yang mati karena kecelakaan bangkit lagi dan nyamperin seorang siswa sekolah penerbangan untuk nanya "kapan kamu terbang dengan mil tinggi ke remote area?"
Memang, gua silly. Mungkin -MUNGKIN YA- kalo orang tua gua bercerai atau papa poligami, baru gua akan berpikir untuk menikah. Itupun baru MIKIR aja.

I never know that people were born to fail.