Friday 21 January 2011

dongeng kematian

"Allah, Rasulullah"
"ingat kan waktu kita jalan-jalan di taman belakang kompleks, kamu menyebutkan nama semua tetanggamu padaku, dan aku mencoba menghafalnya mati-matian"
"Allah, Rasulullah"
"sore itu kamu bilang padaku bahwa mereka akan datang pada ulang tahunku, dan meskipun mereka tidak mengenalku, mereka akan memberikan banyak hadah padaku"
"Allah, Rasulullah"
aku diam, ini sudah jam ketiga ia meracau dalam koma. air mataku sama sekali tidak menetes tapi aku merasakan telapak tanganku basah dalam telapak tangannya. aku menggenggam erat tangannya dan terus membisikkan kenangan kenangan kami selama ia sehat dulu.




"Allah, Rasulullah"
"waktu itu kita pulang nonton di bioskop baru, kamu ngeluh harganya mahal dan filmnya jelek."
"Allah, Rasulullah"
"kamu juga ngeluh karena jalanan macet dan AC mobil kita mati."
"Allah, Rasulullah"
"kita akan baik-baik saja, anak kita akan sekolah di luar negeri dan kita akan punya anak lagi setelah ini."
ia terdiam. aku tidak peduli lagi berapa pasang mata yang menatap kami dari luar ruangan isolasi. zikirnya tidak terdengar namun terbaca dari gerak mulutnya. suara mesin dan bau obat-obatan masih betah bertahan di sekitarku.



"Allah, Rasulullah"
"aku tau kamu denger aku, rasanya kayak dieram ya? tapi jangan takut, aku disini. meskipun aku nggak akan ikut kamu mati, tapi aku disini sampai akhir hayatmu"
"Allah, Rasulullah"
"kamu jangan takut ya, selama aku kenal kamu, aku tau kamu orang baik, istri yang setia dan ibu yang bijaksana. Tuhan pasti ampunin dosamu"
"Allah, Rasulullah"
"eh, kemarin aku ketemu dokter Rudi, dia nanyain kabarmu dan kandunganmu. aku bilang baik smua"
"Allah, Rasulullah"
aku mencari kata yang tepat untuk meneruskan dongengku padanya. sejenak kurasakan kelopak matanya mengedip beberapa kali. aku tersenyum dan berharap ia melirik ke kanan dan melihatku menatapnya. tidak terjadi.




"Allah, Rasulullah"
"ibu nanti kesini ya, mau liat cucunya. ibu bilang uang deposito kamu udah cair, kita bisa terusin bangun kolam mini di belakang rumah kita"
"Allah, Rasulullah"
"kamu tau kan aku mau tembok dapur kita diubah warnanya? aku tau kamu nggak suka warna orange. nanti kita ubah ya"
"Allah, Rasulullah"
"kasih tau aku ya kalo dia sudah dateng"
"Allah, Rasulullah"
"meskipun nggak bisa liat, tapi aku mau ada disampingmu saat kamu susah dan gelisah, kasih tau aku ya kalo tiba saatnya"
"Allah, Rasulullah"
"kenapa? kok mengerang? sakit ya?"
ia terdiam lagi sesaat, matanya terpejam dan nafasnya teratur. aku mengerutkan kening meraba-raba apa yang sedang dirasakannya. aku sendiri tidak takut pada maut, yang aku sering takut adalah jika maut menjemput orang yang aku sayang. orang yang kuhabiskan waktuku dengannya selama 10 tahun ini. orang yang baru saja melahirkan putraku. orang yang selalu menyambutku saat pulang kerja dan melepasku dengan senyuman setiap paginya.




"Allah, Rasulullah"
"ah, aku kira kamu pergi tadi, aku takut, soalnya masih ada yang mau aku ceritain"
"Allah, Rasulullah"
"kamu mau makan apa hari ini? masih ngidam sate padang?"
"Allah, Rasulullah"
"eh, kita belum liat stroller yang lagi diskon di ACE ya, nanti kita liat ya"
"Allah, Rasulullah"
"aku masih nggak setuju waktu kamu bilang Andi Warhol itu keren. aku nggak suka sama dia, dan kamu selalu bikin kesel dengan memuji-muji dia"
"Allah, Rasulullah"
"anyway, wish granted, kita akan ngajarin anak kita musik shoegaze dan biarkan dia koleksi miniatur patung athena"
"Allah, Rasulullah"
"ingetin aku untuk selalu baca surat itu ya, kalo jadi imam nanti. surat yang kamu suka"
"Allah, Rasulullah"
aku diam, sepertinya aku salah memilih cerita kali ini. keringat di tanganku mulai membanjir. tangannya mulai kaku dan tak berwarna. aku menutupi rasa panik dengan terus bercerita.



"Allah, Rasulullah"
"kamu tau kan, patung landmark di deket sekolah kita dulu sekarang jadi McD? isinya anak ABG semua"
"Allah, Rasulullah"
"kok melemah? kamu kenapa? sudah datang ya?"
"Allah, Rasulullah"
aku diam menunggu reaksi selanjutnya. suaranya melemah dan tangannya sudah benar-benar pucat. aku mengeratkan genggamanku namun ia tak membalas. matanya terpejam dan air matanya menitik di sudut dalam. bibirnya masih bergerak dan meracau zikir yang sama. suaranya makin lemah dan tak terdengar.



"Allah, Rasulullah"
"aku sayang kamu, lho"
"Allah, Rasulullah"
"innalillahi wa inna ilaihi roji'un"
tanganku masih menggenggam tangannya. suara-suara di sekitarku sejenak hilang, suara mesin, suara tetesan air infus, suara langkah petugas dari luar kamar. aku masih duduk menatapnya. menatap air matanya yang menitik, menatap wajahnya yang pasi dan menatap bibirnya terkatup sempurna dengan sebentuk kecil senyuman.




ia pergi.

No comments:

Post a Comment