Friday 31 December 2010

catatan akhir tahun

agak basi ya kalo saya nulis lagi tentang akhir tahun, ya apa lagi kalo bukan review atas 12 bulan yang udah saya lewatin? anyway, saya tetep akan nulis.



jadi awal tahun 2010 saya memulai perjalanan nekat ke Singapura dan Malaysia bersama seorang sahabat, Ayyi, she went to Japan for further education path. saya bangga sama Ayyi, always be my inspiration and I love her very much. Totally awal tahun adalah hectic-hectic ngerjain skripsi. ya, as you may know, saya bukan last-minuter yang slalu nunggu deadline, saya mau lulus cepet, that's all. bukan cuma skripsi, tugas s2 waktu itu rumit juga lho; PROPOSAL THESIS S2. rasanya mau ketawa puas mengingat hari-hari dimana saya nggak tidur dan slalu bercinta dengan laptop, kopi dan jurnal. selalu menyenangkan menjadi seorang pelajar.



februari saya putus dari pacar saya, Jehan. waktu itu lagi labil banget, rapuh dan sok asik dengan menjalin banyak hubungan sama orang banyak. saya beli tiket COPELAND dan rasanya excited sekali nonton konser di bandung. udah lama ngefans sama COPELAND dan terbukti kan, tiket terbeli beberapa bulan sebelum konser digelar. waktu itu sih kebetulan aja ada temen beli tiket, Ocke, jadi gak ribet aja ngurusnya. lagipula saya harus tetep fokus sama skripsi kan? setiap malem hampir deh, mimpinya sidang skripsi, mimpi nggak lulus. grrr.. nggak enak deh februari ini banyak tekanan.



masuk bulan maret, rasanya semangat skripsi lagi down, waktu itu saya baru mulai semester 2 dari kelas S2 saya, jadi agak berat ke S2 daripada skripsi. ditambah saya masih ngambil satu mata kuliah yang harus saya ulang; METODE PENELITIAN KUALITATIF. well, nilai saya sih nggak C, dan saya bukan nggak lulus mata kuliah ini. sayangnya nilai yang saya dapet sebelumnya itu nggak bisa ditebus di semester pendek, jadi saya harus ngulang lagi satu semester. maaf ya, being a perfectionist is always fun, dan saya emang suka sekali belajar. nggak peduli orang mau bilang "apa lagi yang mau lo enroll (ulang) phele??" saya senyum dan jawab "iya deh yang IPK-nya udah tinggi dan ga usah ngulang kuliah" lalu tertawa bersama-sama.



April kemarin mama ulang taun yang sangat nggak seru, karena beliau sibuk kerja di Malang dan saya di Jakarta berkutat dengan skripsi. well, beberapa hari kami ketemu sih, untuk ngomongin rencana umroh dan saya cerita bahwa saya ada mid-test untuk mata kuliah yang saya ulang itu. mama bilang, "cepet sidang nak, kita mau umroh" wah, rasanya Tuhan lagi kelewat sayang sama saya sampe ujiannya begitu berat. saya terpaksa ngebut skripsi dan kuliah setengah hati. satu mata kuliah tanggung yang masih tetep saya kejar supaya nilai saya bisa naik. waktu itu dosen saya lagi hectic banget tuh, sama anak-anak bimbingannya yang lain, dan yaah, karena saya bukan yang terbaik, jadi dia nggak bisa terhibur dengan setoran naskah skripsi saya.



Mei ini nih saatnya refreshment ke bandung, nonton COPELAND. naskah skripsi saya tinggal bab 5 aja yang belum submit ke dosen, dan sebelum berangkat, saya pastikan dosen saya terima naskah saya sampe bab 4. lalu mimpi buruk datang di malam hari saat perjalanan saya ke bandung. sang dosen marah karena naskah saya sampah. kalo nggak ada adimas waktu itu, rasanya setreeeess karena di email dosen dengan kata-kata yang begitu menusuk (lebay). dan adimas bener-bener membantu sekali, his shoulders and chest to cry on. lebih dari itu, tentu saja COPELAND really healed. met lots of friends and surely Aaron Marsh and the gang!! Lumayan.



Juni adalah bulan yang bersejarah buat saya: SIDANG SKRIPSI. tanggal 16 Juni, di bawah bayang-bayang rencana umroh dan tugas akhir S2, saya berhasil menurunkan berat badan 2 kg. nggak terlihat kurus, cuma semakin kurus aja. anyway, saya tetep harus sidang, dan saya jadi yang pertama sidang di antara temen-temen kelas saya. yah, jutaan (lebay) dukungan dan doa mengiringi saya, ironisnya, mama dan papa nggak ada di Jakarta, as always, they never changed; sibuk. untung saya punya babang, nanda, ajeng, adimas, kipril dan gradia yang nemenin saya sidang, tak lupa sepatu hitam pinjaman dari Jane :) selain sidang skripsi, saya berhasil mengubah status lajang saya: JADIAN SAMA ADIMAS. sound cheap ya, tapi so what? I do what I like and I like what I do.



Setelah lulus jadi sarjana komunikasi, saya hectic lagi dengan persiapan umroh. rasanya campur-campur, seneng-excited (sama aja ya ini 2 kata) dan grogi sekaligus sedih. indescribable feeling of my life. dan akhirnya tengah Juli saya ke tanah Madinah-Mekkah-Jordan-Palestina. jadi saksi kejahatan kemanusiaan dan kekejaman bangsa Yahudi di Palestina. saya bukan ahli politik atau kemanusiaan, tapi saya merasakan apa yang saya lihat bukannlah hal wajar di bumi Palestina. aduh, rasanya mau nangis deh waktu ngetik ini. rindu. rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu, rindu.



==============aduh, asli, nangis dulu ya==============



Welcoming August, saya dengan predikat lulus, pengangguran, nunggu wisuda dan coba-coba apply kerja. memang yang diisengin itu kadang suka bingungin. saya keterima di transTV dan dalam jangka waktu sebulan, saya harus dihadapkan dengan pilihan super sulit; KONTRAK KERJA 5 TAHUN. saya baru aja approve jadwal kuliah S2 saya dan nggak yakin bisa ngambil kerjaan gila yang menyenangkan untuk jangka waktu 5 tahun. bukan, bukan gajinya kecil, saya nggak peduli dengan gaji kecil. ini cuma masalah pertimbangan waktu dan efisiensi energi hidup. saya punya mimpi tentang akademik yang tinggi dan rasanya nama besar transTV pun harus saya hapus dari otak kiri saya dan kreativitasnya.



kalo sudah menjelang akhir-akhir taun, biasanya musim gugur ini jadi penentu buat saya. banyak keputusan yang harus diambil. September adalah awal tahun ajaran di Inggris dan beberapa bagian di Eropa. September adalah bulan kelahiran saya, September adalah bulan di musim gugur yang paling nyaman di Kanada. September adalah bulan buruh dan peringatan revolusi. September adalah awal dari langkah saya memulai melamar lagi kerja. September adalah bulan dimana ramadhan tiba, dan September adalah bulan dimana saya mulai les bahasa Arab, September adalah momentum dimana saya harus menolak beberapa lamaran kerja. September adalah bulan spesial buat saya.



Oktober ini diawali dengan lamaran ke DHL, yang dalam jangka waktu 3 minggu langsung memanggil saya untuk interview, tes tertulis dan tanda tangan kontrak. Tentu saja saya awali dengan liburan ke Hongkong dan merasakan jadi traveller sejati tanpa uang dan hati. Ah, Oktober ini rasanya jadi bulan paling bagus buat saya sepanjang 2010. Masalahnya saya merasa bulan ini adalah penentuan hidup dimana saya akan terima atau nggak nih tawaran kerja di DHL, yah, saya prediksi memang nggak akan dikontrak lama. which I was wrong, saya dikontrak kerja untuk 6 bulan. lumayan, sambil nemenin adimas yang juga lagi magang di traktor nusantara.



November saya resmi mulai kerja di DHL, saya bangun pagi dan memulai rutinitas yang beda tipis dengan masa-masa saya di SMA beberapa tahun lalu.menyenangkan dan mengejutkan. hari-hari saya begitu rutin dan yah, menyenangkan. saya banyak mendengar dan mulai mengurangi produktivitas menulis blog. sesekali liburan bersama pacar, nonton dia manggung dan beberapa botol minuman bersama teman tentunya. by the way, teman-teman S2 saya ganti lho di semester 3 ini. lots of wide friends with crazy thoughts and idea. I love my current life.



Desember, as fun as I can tell, bulan kedua kerja dan mama bener-bener nggak suka saya kecapekan, padahal saya ngerasa fun dan santai aja, iyaa, iyaa oke, beberapa godaan memang datang, tapi ayolah, proses kan? hidup ini kan intinya belajar dan merasakan. we don't know anything until we learn and we try. and I am not giving up to such unclear fears. iya iya, oke, inggris, oke study abroad, oke getting married, oke cepet lulus S2. oke!!! lots of dreams to catch huh? iya iya, oke!! dreams, i love you.

Monday 27 December 2010

that sound

I love listening to a fast - typing sound on a computer keyboard.
it sounds so smart and busy, I love it.


Friday 24 December 2010

heathrow and everything around

suatu hari saya dapat penerbangan antar Eropa yang mengharuskan saya untuk transit di Bandara Heathrow, Inggris. Bandara ini tidak terlalu mewah, tapi cukup modern dan canggih. saya sendiri ragu kapan Indonesia akan punya bandara seperti itu. Sistem detektor keamanannya mencapai suhu tubuh manusia dan ini mengakibatkan setiap tubuh yang dipindai akan terdeteksi keadaan tubuhnya. Waktu itu kebetulan saya sedang haid, jadi sempat segan juga ketika melewati pagar mini itu. perasaan grogi bercampur kagum berubah tegang saat terdengar suara "bip" panjang dari kepalaku. petugas menghampiriku dan tanpa basa-basi mereka menggeledah tubuhku, untung perempuan. langsung aku teringat bahwa ini bukan Indonesia, bahkan bukan Asia dimana kata "maaf" atau "permisi" adalah hal lazim yang harus diucapak ketika akan menyentuh orang yang tidak kita kenal. Ya ya ya, saya hanya akan menghabiskan beberapa jam saja di sini sebelum terbang lagi ke arah timur Eropa.


Selesai pemeriksaan, saya memutuskan untuk membuka bungkusan kue yang saya bawa dari Belgia dan membuka majalah gratis yang disediakan di bandara. rubriknya menarik dan versi Indonesia dari majalah itu saya yakini sudah terdominasi oleh kepentingan pemiliknya (konglomerasi media) dimana isi dan sudut pandang penulisan dari setiap artikel sudah banyak yang beraroma sindiran terhadap keadaan yang sekarang sedang melanda negeri saya. Alih-alih membaca suatu hal yang saya sinisi, saya melempar pandangan ke televisi di hadapan saya. Tayangannya hanya advertorial dan beberapa kilasan info mengenai Inggris dan sekitarnya, tapi saya selalu mengagumi aksen mereka. rasanya menyesal sekali saya tidak sempat mencicipi pendidikan di sini.


tidak kurang dari tiga jam saya duduk dan mondar-mandir di sekitar tempat itu, panggilan penerbangan untuk maskapai saya terdengar. saya beranjak dan menyiapkan paspor dan barang-barang saya. menjadi traveller memang selalu menyenangkan, dan satu yang menjerat tatapan saya adalah:






rasanya mau duduk lagi karena stress melihat tumpukan orang ini.


Monday 20 December 2010

koneksi nirkabel

lagi-lagi saya harus membuang sampah.
komunikasi nirkabel menjadi frase pertama yang tidak terpikirkan bahasa Inggrisnya oleh saya. rasanya mau kembali menjadi guru bahasa Inggris kalau mengingat kegiatan saya belakangan ini hanya mengernyit-ngernyitkan dahi melihat rekan-rekan saya bicara bahasa Inggris. saya sudah lama tidak mengajar dan rasanya rindu untuk menenangkan anak kecil yang minta main di saat PRnya masih menumpuk dan mainannya tetap memanggil manggil. ritual terakhir yang saya lakukan dengan murid saya adalah menari koreografi penyanyi favoritnya di MTV. tentu saja saya yang mengajari gayanya, karena kalau tidak, dia tidak akan berhenti dari ngedumel dan menolak mengerjakan PR bahasa Inggrisnya. satu lagi yang selalu saya ingat, dia selalu berteriak pada ibunya kalau sang ibu mengingatkan nilai merah yang didapat saat ujian. saya lupa kapan terakhir kali saya punya nyali untuk membentak perempuan yang selalu mendoakan saya seperti itu. rasanya saya bersyukur saya tidak harus sekolah di sekolah internasional masa kini yang ujiannya hanya akan membuat guru les bingung.




menjadi guru les memang sebenarnya menyenangkan.
uang yang saya dapat waktu itu lumayan besar dan setimpal dengan ongkos yang harus saya keluarkan. justru yang tidak terbayarkan adalah perasaan puas saat murid saya naik kelas atau sekedar tidak dapat nilai merah pada saat ujian, atau mendengar cerita ia mengenai presentasi warna kesukaannya di depan kelas. atau yah, kalau boleh explisit sedikit, saya juga senang mendengar ia merekomendasikan saya untuk mengajar temannya. kadang capek ya kalau ternyata jadwal dan lokasi mengajar tidak bisa dinegosiasi, tapi lebih banyak gembiranya kalau harus berbagi dengan anak kecil. selain mereka ceria dan polos, saya bisa mengorganisir otak mereka seperti pola yang otak saya mau. ingat kan, kita menghafal rumus atau hal lainnya sewaktu SD sesuai dengan yang guru kita ajarkan. itulah spesialnya menjadi seorang pengajar anak-anak









kalau boleh nanti request takdir di masa depan.
saya maunya ngajar terus, ngajar anak-anak atau mahasiswa, atau apapun yang bisa buat saya belajar. dimanapun yang nantinya bikin saya jadi pintar dengan mereka. belajar tentang alam atau pikiran atau sekedar menceritakan pengalaman dengan mereka. suatu hari ya, kalau boleh request, meskipun saya nggak punya skill apapun yang spesifik, saya senang berbagi dengan siapa saja disana, belajar banyak hal dari mereka dan belajar menerima hal yang belum saya tahu sama sekali. seperti murid saya yang mau tau gerakan tari begini begitu, atau murid SMA yang perlu sharing tentang tips belajar, atau mahasiswa yang haus akan jurnal dan metode membagi waktu antara pacaran dan kuliah, atau manusia pada umumnya yang membutuhkan telinga untuk mendengarkan, atau siapa saja yang bersedia mendengarkan yang tidak sanggup saya tuliskan (which is nggak ada kayaknya) hihihi..










beberapa teman saya mendukung setiap mimpi saya.
selain antipati tentang pernikahan, teman-teman sekitar saya mendukung dan membantu banyak untuk saya mengembangkan ide dan mimpi saya. mereka kadang berbagi tips dan saran supaya saya tidak terlalu jauh melangkah apalagi terjatuh. beberapa bahakn mencontohkan supaya saya tidak seperti mereka. tapi keseluruhannya, mereka mengajarkan dan menunjukkan pada saya sudut pandang lain dari berbagai hal, berbagi tawa dan tentu saja meminta ajaran bagaimana caranya santai menghadapi kasus besar seperti "nyaris DO" dan "deadline tugas". friends are the assets of life.

Friday 17 December 2010

bisakah?

"tapi bisa nggak mbak kalo pengambilan polisnya beda tempat dengan mobil saya? Saya lagi di Simatupang, sedangkan dokumen saya ada di rumah, dia Bekasi"  dengan gundah aku bertanya pada layanan pelanggan perusahaan asuransi dimana aku memercayakan mobilku untuk diurus jika kecelakaan terjadi. aku baru saja menabrak sebuah palang lalu lintas dan langsung ku telpon asuransi untuk mengurus pengambilan mobilku. Suara pelayan itu terdengar semangat sekali dan aku hampir ragu untuk meminta hal yang begitu rumit; mengambil dokumen di rumah dan mengambil mobilku sekaligus. 

"Baik, saya bisa usahakan Pak Joni, mohon tunggu sebentar saya akan sambungkan dengan bagian operasi kami" aku menekan nada hold dan terdiam sejenak. Rasanya aku kenal suara itu, dan nada khawatirnya yang khas sekali. tak lama aku terpaku lalu menelpon bagian operasi dan bengkel untuk menyerahkan tugas lumayan sulit ini. Masalahnya bukan tidak mungkin kami mengerahkan dua orang sekaligus untuk satu kasus, terlebih nama Joni Sukandar adalah customer VIP perusahaan tempat saya bekerja. Mudah-mudahan ini bukan Joni yang ku maksud.

"Oke, terima kasih mbak" aku mendengar nada tunggu yang berisikan materi promosi perusahaan asuransi tersebut. berganti dengan bahasa Inggris lalu bahasa Mandarin setiap sepuluh detiknya. Tidak ada keraguan dalam hatiku sekarang setelah melirik kartu berwarna keemasan di dashboard mobilku yang berlabelkan perusahan asuransi tersebut. Mereka pasti bisa mengusahakan, sejauh apapun rumahku. Hanya saja, aku tidak suka menunggu terlalu lama di udara yang cukup panas ini.

"Pak Joni, terima kasih telah menunggu. Mohon maaf Pak, kami belum  bisa memproses permintaan Bapak untuk mengambil polisnya di rumah, karena sepertinya bagian operasi kami sedang istirahat makan siang" aku berhenti sejenak mendengarnya berkata "iya" dan "hhm-mm" lalu kujelaskan bahwa kami akan mengikuti keinginannya setelah pukul 1 siang ini. aku juga sudah menyarankan dia untuk meninggalkan saja mobilnya sesampainya montir kami ke tempatnya sekarang berada. Ia setuju lalu meneruskan bertanya dan mengonfirmasikan beberapa hal kepadaku.

"Gini mbak, saya masih ada meeting lagi di daerah Cilandak, saya bisa dapat kabar polis itu udah diambil atau belum via sms mbak? mungkin dari mbak sendiri bisa nggak??" aku benar-benar penasaran setelah mendengarkan penjabaran dua menitnya. sepertinya aku benar-benar dengan suara ini. aku terdiam menunggu persetujuan dari dia dan aku yakin dia akan menyanggupinya terutama setelah kusebut nomer akunku. Dia pasti tidak mau meresikokan pekerjaannya untuk hal sekedar sms. Sekalian aku mau tau nama dan dirinya.

"Umm.." sial, ini adalah permintaan yang lebih rumit dari menjemput mobil dan dokumen di luar kota sekaligus. "saya tidak bisa janji Pak, mungkin Pak Joni bisa telpon orang rumah untuk kepastiannya lagi? Karena kalau saya yang janji dan tidak bisa menepati malah jadi kecewa sendiri Pak Joni" aku mengurai kata sehati-hati mungkin agar ia mengerti maksudku dan menerima usulanku. ya, ada juga sedikit harapan ia ngeyel dan memaksa meminta sms dari aku pribadi, tapi rasanya jiwa profesional masih membalut sikapku dengan rapi hari ini.

"Saya bicara dengan siapa ini?" aku tidak tahan lagi, kalo namanya Putri, maka aku akan memaksa meminta konfirmasi dari handphone dia langsung. aku bisa mendapat nama dan nomer teleponnya dan menelusuri apakah ini Putri yang kumaksud. dan benar, saat dia menyebut namanya, aku mengulang nama itu untuk meyakinkan bahwa aku tidak salah dengar dan mengulang berkali-kali sambil berpura-pura mencatat nama itu. pikiranku menelusuri bawah pikiranku yang satu lagi, mengingat nama itu dan mengulas kembali yang masih tersimpan di otakku.aku meminta ia untuk memberikan kabar melalui sms begitu petugas mereka sampai di rumahku dan mengambil polisku.

"umm..." aku benar-benar terpojok, ia tau namaku dan ia memaksaku memberitahukan nomer handphoneku kalau begini caranya."baik pak, akan saya usahakan mengabari bapak via operation kami" aku berhasil membungkamnya dengan solusi super jituku. tentu saja orang operasional yang akan memberitahukan kalau keperluan customer mengenai pengambilan kendaraan dan polisnya. aku mendengar nada kecewa sebelum ia mematikan telpon dan ada rasa mengganjal dalam hati saat ku tekan tombol 'release' di mesinku. Joni.


Tuesday 14 December 2010

mouthful of spirit

mulai sekarang sepertinya saya harus lebih berhati-hati dalam menulis blog. Bukan apa-apa ya, masalahnya beberapa dari cerita (fiksi) saya ada yang kejadian beneran. Mungkin saya bisa nih mulai menulis hal-hal yang ajaib seperti "masuk surga" atau "bertemu Tuhan" dan "jadi orang kaya". Bagaimana tidak? barusan saya dengar kabar yang menyenangkan sekali meskipun kabar ini bukan langsung ditujukan untuk saya. ya, memang bukan kabar burung atau kabar-kabari, tapi ini kabar yang cukup membuat saya tergelak tawa saat bekerja dan menghadapi orang. Aduh, rasanya mau lari ke tengah hujan.

Ngomong-ngomong, saya masih di kantor, nunggu hujan dan azan. Masalahnya bukan saya taku macet atau benci air, saya cuma memanfaatkan ini fasilitas internet kantor yang memungkinkan saya untuk mengupdate blog secara gratis. Sekalian ya, informasi yang saya update juga tidak penting.

Besok saya membayangkan pekerjaan yang luar biasa sibuk dan jadwal yang luar biasa padat. Mulai terbiasa memang dengan kepenatan ini, dan saya cinta pekerjaan saya. ditambah bayangan senyum silly si boyfie kalo kami bisa ketemu sepulang kerja. Ya, tentu saja dengan atribut bertengkar yang selalu seru, tentang "turun ya ke bawah lah" serta "aduh, nggak penting" yang biasa kami ributkan. seru ya. :)

eh, barusan saya dengar logat batak dari cubicle sebelah, seru ya. saya sendiri masih heran dengan anggapan orang bahwa saya ini orang batak. "terima kasih ya adik, memberikan aku SIMATUPANG setiap malam"

aduh, sedang asik beraduh-aduh nih. nggak sabar menunggu cerita cerita yang disetorkan rutin oleh pacar saya tentang harinya, dan tentang cita-cita kami. ya, tanggal 31 itu bukan tanggal merah ya, tanggal 1 itu tanggal merah. itu juga januari ya, bukan februari, bukan maret, bukan april. APRIL. selalu senyum kalo inget bulan APRIL. memalukan.

udah ya, nggak jelas nih, nunggu ujan omongan jadi ngelantur, saya takut menyakiti banyak orang dengan keterlanturan saya (tuh kan ada kosa kata baru, grraawwrr). saya mau siap-siap pulang dulu. halo pacar, selamat bekerja!!


Monday 6 December 2010

between the knees

This is the second big dinner me and John have since two weeks ago. Our family are about to invent something big and popular to the human being. You know, when professors meet in one huge dining table and you are just a really cynical economist, then you will feel what I and John feel. Our knees meet down the table and here they go.


Mine: I think uncle Brad was really upset about Jessica’s failure on her math competition last week. He has a really beautiful and awful daughter, but I like Jessica very much. She’s patient and so talented.

John’s: Jessica who? The blonde girl who loves to wear scarf even to her bed? I hate her. She’s so noisy and too much asking about many things.

Mine: as knees, we are supposed to support our master to be able to walk and stand as high as he could. You are not allowed to be so cynical like that.

John’s: your master is even more cynical than mine. Your master has the worst temper amongst these knees here.

Mine: No! what do you know about my master? Just because she’s not a scientist, doesn’t mean she has no brain!

John’s: ah, see? You’re just as mad as her now. Do you know that my master and yours are not really relatives? They could've been fallen in love, you know? That is very sweet.

Mine: what makes you think my master would fall in love with yours?

John’s: I don’t know. Maybe because my master could make her feel so. Or worse, maybe my master could really start to fall in love with yours first.

Mine: stop it, knees! You’re out of your mind. I’m shaking listening to your arguments

John’s: I can see you shaking, do you feel me interested in you? We can be on the same bed someday. Maybe facing each other like this… but different situation. The moment where our masters don’t bend us, instead of so, they are working on us and have their good and relaxing time?

Mine: you’re irritating. I am disgusted with your trash talking. I know exactly scientist like your master would never date a non-scientist. So stop dreaming!

John’s: do you know that my master has the different thought of a non-scientist, especially like your master? I once companied him to the lab and write several reports about his boredom living in the scientific world and he was longing for a touch from a non-scientist. Really, my master would deadly have the possibility to date yours. And don’t tell me that your master doesn’t like him.

Mine: well, yes, my master once stated when she was taking a bath, that your master is geeky cool and romantic. Unlike his father and her father, she thinks that your master was not supposed to be a scientist.

John’s: he was! He’s smart and compassionate in science.

Mine: I don’t care! I don’t give any damn about your master! All I know that he doesn’t seemed like to date an economist like my master. But yes, my master could possibly fall in love with yours, but I doubt it. Sorry.

John’s: I think you’re interesting, soft and treated so well. When you get mad, I just love to tease you more, knees.

Mine: you are just like your master, too much, freaky romantic ideas and lead to nothing but a stupid blushing feeling.

John’s: seriously, you’re gorgeous. I am so serious.

Mine: when this dinner finished, see me at the garden.



I stood up by the time my mom put off her napkins and my dad started his scientific hypotheses and how he thought I would never be happy unless I had the gut to marry a scientist like him. I moved to the upper terrace and I knew John’s following me. He took a site next to me and we were glancing at the same point in that night sky. Stars. The only compounds that don’t judge us as two different species with different way of life. The most objective objects at night that be the witness of our another knees’ conversation:



Johns’: I hate when I can’t look at you, like this. I hate terrace, I want to see you!

Mine: shhooott! Shut up, I would like to analyse what would possibly happen to our masters when we are not facing each other.

John’s: I bet you two times of tuna dinner if they don’t kiss tonight

Mine: oh, shut up! We will meet there with or without any bet, ridiculous!

John’s: they’re gonna end up hook up at least for tonight.

I suddenly left. John’s still there and it took me two steps back until he grabbed my arm and put me back by his side. He's not letting me go, he even hold me tighter. I never know John could act like that, we were so cold on the table. I guess the only things that got us close are our knees. They meet more often than myself and John. Now, here I am in his arms, talking nothing and staring blankly at the night sky, and I feel the warmest words made by John as I was trying to leave again for the second time. 

John’s: where the hell does she think she’s gonna leave? My master’s not going to let her go.

Mine: look, we don’t understand what they are talking about, we don’t assume things like you just said and I don’t want to have any bet with stupid knees like you. Not even with your master’s smart brain.

John’s: oh, you’re coming closer!

Mine: No, you’re the one who’s coming to me!

John’s: wow, I guess they are now kissing. I never saw you this close before.

Mine: I wish I could look up and what on earth they are doing with now!!!

John’s: trust me, they are kissing.

Thursday 2 December 2010

obsesi

saya terobsesi dengan sayap, pelangi,

matahari dan hujan.



===



sayap-pelangi-matahari-hujan


Sunday 28 November 2010

me and Billy

all right, I’ll have this in the pharmacy store, thank you.” Tepat setelah mengucapkan ‘bye’ aku berbalik dan BUK!! Aku menumbuk setumpuk buku tipis dan sebuah tubuh besar menjulang di belakangku. Ia langsung bangkit mengangkat tanganku dan meminta maaf sambil mendengarku juga mengucapkan maaf berkali-kali. “I swear I didn’t know that you were about to turn your body around and crashed everything.” Dia panik dan aku melanjutkannya dengan berkata “I hope I didn’t break anything or rip any books of yours” sambil membantunya merapikan buku-buku yang berserakan.

Selesai berberes, ia mengatakan “sorry” sekali lagi lalu beranjak pergi. Aku tidak melihatnya menatapku saat berkata “bye” dan akupun tidak mau ambil pusing atas sikapnya yang tanpa berbasa-basi. Aku tidak pernah tau bahwa bule benar-benar tidak bisa basa-basi. Sepertinya banyak hal baru yang harus kuterima di sini. Dan sebagai warga negara baru, memang seharusnya aku tidak perlu banyak aksi. Aku meremas perut sebelah kananku yang tadi menghantam buku-buku dan melangkah keluar dari gedung utama menuju gedung farmasi.

Aku sedang membeli obat untuk suamiku, kemarin demamnya hingga 40 derajat celcius dan kemungkinan penyebabnya adalah udara negara ini yang kurang bersahabat ditambah jadwal latihan band-nya yang kurang manusiawi (baca: hingga jam 3 pagi). Mereka sedang mengerjakan suatu proyek besar untuk pembukaan acara musik raksasa di negara itu. Aku memang bangga suami aku bisa main dalam acara besar namun saya kesal juga kalau akhirnya ia harus mengorbankan kesehatannya. Seperti sekarang misalnya, teman-teman band-nya datang ke rumah untuk mengerjakan editing musik meskipun Billy sedang benar-benar payah menunggu obat yang akan aku tebus ini.

Jadi sepulang konseling, aku terbiasa bertemu untuk makan malam dengan suamiku sebelum dia mulai latihan band. Lagi-lagi, sebagai warga negara baru, kami senang mencoba rumah makan yang berbeda setiap malamnya. Kemarin malam kami masuk ke warung sea food yang luar biasa lezat sampai aku nekat makan udang dan akhirnya suamiku terpaksa mengantar aku pulang dulu karena khawatir gatal akibat udang itu membuat aku lupa jalan pulang. Ya, kebetulan dia memang sesayang itu padaku. Dia juga yang mencarikan aku kerja di kota ini, tempat dimana dia dapat tawaran menjadi music arranger salah satu band lokal kenamaan.

Billy dan The Window adalah pasangan hidupku selama tiga bulan ini. Mereka asik bekerja sambil terus peduli dan memeriksa apakah aku baik-baik saja dengan pekerjaan baruku sebagai konsultan pendidikan. Bukan apa-apa, Billy merasa bertanggung jawab sudah menikahiku dan ternyata aplikasinya untuk bekerja di negeri orang diterima. Spontan ia malah sibuk setengah mati mencarikan aku kerja dibanding menyiapkan dokumen-dokumen untuk visanya. Sore itu Billy bilang “thank God I married a genius female who would easily get a job with me in everywhere” sambil mengangkat acceptance letter dari universitas swasta di kota yang sama dengan tempatnya bekerja. It was a blessed to work in campus, as a consultant, dan tetap tinggal serumah dengan suamiku.

Anyway, we were facing such hard times together karena dua minggu pertama kami selalu ribut tentang jadwal kerja dan aturan-aturan di rumah baru kami –it was a flat by the way. Billy baru mulai bekerja siang hingga malam hari sementara dia bersikukuh untuk mengantarku ke kampus setiap pagi. Dia bilang “orang sini masih pada rasis, aku nggak mau kamu jadi bahan bulan-bulanan mereka” dan setiap pagi adalah percakapan yang sama antara itu dan “kamu nggak usah anter aku kalo sepanjang jalan hanya akan tidur dan ngedumel soal cuaca dan antrian bus, Billy”. Sampai akhirnya Billy mulai terbiasa dengan capucinno instan buatanku dan gumpalan jaket yang membalut tubuh kurusnya. Billy juga mulai terbiasa memeluk pinggangku saat tumpukan orang sudah memenuhi bus ke arah kampusku. Sepulang mengantarku, tentu saja Billy tidur lagi sampai siang menjelang.

Aku memberikan resep obat ke apoteker dan dengan sabar duduk menunggu di pojok ruangan dekat mesin penghangat yang jadi idolaku setelah lukisan abstrak Billy yang kugantung di pojok kamar tidur kami. Aku sendiri masih belum percaya kami bisa tinggal jauh dari orang tua di Indonesia, dan rasanya perjuangan hidup benar-benar dimulai di sini. Meskipun aku adalah perantau dari Bali ke Jakarta, aku tetap merasa harus berjuang lebih keras untuk tinggal di luar Indonesia, sebagai seorang istri, sebagai seorang konsultan. Satu hal yang selalu kusyukuri adalah memiliki Billy sebagai pendampingku di negeri asing ini. Sekarang membayangkan ia terkapar bersama laptop dan kopi di rumah tanpaku benar-benar menyiksa.

“are you worrying about something, young lady?” seorang nenek berumur menghampiriku dan aku langsung bangkit mempersilahkannya duduk. Ia mengambil posisi di tempatku dan aku bergeser ke depannya. Setelah duduk berhadapan dengannya, aku baru menjawab “I am thinking about my husband, he is sick” ia tersenyum dan menyodorkan secangkir teh hangat untukku, aku menyambutnya dan meminum sedikit teh itu. “You are a good wife, just be patient, nothing in this world last forever, including your husband’s illness”. Aku tersenyum mendengarnya dan kami terperangkap dalam obrolan cukup dalam sejenak sampai aku mengucapkan “are you here for a prescription or the drug, ma’am?” dia menggeleng, meminum tehnya sedikit dan menjawab “my grand daughter works here, I want to pick her up and take her to the city for a movie” Aku mengangkat alisku dan melihat berkeliling sambil memeriksa apakah resepku sudah selesai.

Betul, seiring mataku mengikuti arah jari si nenek ke meja kasir, aku dengar nama suamiku dipanggil dan ternyata petugas kasir itulah cucunya. Aku membayar obat dan pamitan pada sang nenek “it was a good time to talk to you, thank you very much for the tea”
Dia mengangguk dan mempersilahkanku keluar. Aku pulang sambil tersenyum dan senyum itu hilang saat aku melihat papan “The Window, you see everything” yang tergantung di depan pintu apartemenku tergolek miring. Setelah membetulkannya dan menyeruak masuk, aku menemuka Billy sendiri sedang meminum jahe hangat kiriman mama di Indonesia sambil menatap ke arah jalanan. “udah bangun yang? Temenmu mana? Bubaran?”

Billy tidak menyahut dan aku menghampirinya setelah memposisikan obat di meja kecil dekat kasur kami. “No hurry, acaranya di undur sampe bulan depan. I got more time to remix and remake everything. Anyway, how was the drug, my lovely drug?” Billy menghabiskan jahe hangat dan memelukku dari samping, “did anyone bug you?” Ia menciumi keningku dari samping. Aku terdiam dan merasa aneh dengan sikapnya. “Fine, ayo makan terus minum obat sebelum kamu kerja lagi” Aku menariknya ke meja makan depan TV dan mulai meracikkan bubur oat untuknya. Billy menghidupkan TV dan memilih siaran berita sambil menungguku menyiapkan makanan.

“Aku nggak suka oat, makanya aku nggak suka sakit” Billy menggumam saat aku menyuapinya bubur tanpa rasa itu, ia masih terlihat pucat dan mencoba membuatku sedikit lebih nyaman. “Kenapa mereka banting pintu, Billy? Did you guys fight?” Billy mengernyit dan mengeraskan volume TV supaya aku diam dan tidak membahas kenapa papan nama band di pintu tadi miring. “Honey, there aren’t things we are hiding from each other.”

Billy menghabiskan sendiri oatnya dan meminum pil lalu menarik selimut dan meletakkan kepalanya di pahaku. Wajahnya menghadap ke TV dan sofa empuk itu menopang kepalaku dari belakang. Kami terdiam sepanjang sore sambil menatap hampa pada layar TV kami. “I think I should find another job. The Window terlalu arogan” Billy akhirnya bersuara. Aku yang setengah sadar mencoba mencerna kata-katanya dan justru membalasnya dengan mengelus rambut lebatnya yang berwarna hitam. “We’ll be good with or without them, dear. You just have to go thru these half year and we’ll find you a better place. Sekarang kamu sembuh dulu ya”

Mereka berkelahi hebat saat aku pergi. Masalahnya selalu sama, idealisme para musisi yang berbeda alirannya. Billy selalu bersikukuh tentang musik yang menyenangkan dan dilakukan dalam keadaan tenang, sementara The Window adalah band komersil yang terobsesi untuk selalu dicintai penggemarnya. Aku sebenarnya kurang paham dengan hal yang sifatnya kejiwaan musik, yang aku tau, Billy melakukan semuanya dengan cara yang baik menurutnya dan selalu totalitas dalam bekerja. Mungkin ada hal-hal diluar ilmuku yang tidak harus aku pahami selain Billy. Aku cukup tau bahwa sulit bagi The Window untuk bertahan tanpa arranger sehebat Billy, dan Billy pun tidak akan sanggup mencicil apartemen kami tanpa The Window. Billy selalu bilang “hal yang dilakukan setengah hati hanya bikin kita capek dan sakit pada akhirnya

Billy cerita tentang kelakuan para temannya yang sering pesta dan selalu banyak menuntut pada penyelenggara acara. Mereka yang tidak tau aturan dan selalu terlambat latihan. Aku sendiri sering mencoba untuk bertanya kenapa Billy masih melakukan hal-hal yang membuatnya merasa lelah dan kesal sendiri. Sayangnya suamiku itu selalu tegas menjawab “kalo udah panggilan jiwa, seberat apapun pasti aku jalanin. Sudah terbukti, menikahi kamu misalnya, berapa orang yang harus aku kalahkan untuk bisa nikahin kamu? Dan sekarang, setelah kita bisa settle di tempat kita sendiri, aku nggak akan mau nyerah cuma gara-gara para ABG yang nggak tau caranya bermusik”

Aku mengingatnya mengerjakan thesis dalam waktu setengah tahun sambil terus meyakinkan ayahku bahwa kami akan baik-baik saja meskipun pekerjaan paling tetap yang dimiliki Billy adalah instruktur musik di ibu kota. Ayahku bilang, pengrajin Bali banyak yang lebih baik dan lebih serius daripada Billy, tapi Billy berhasil membawa predikat Master ke kampungku dan memboyong putri terakhir dari I Wayan Suta dari Bali ke Jakarta untuk dinikahi secara terhormat. Buatku dan Billy, itu adalah prestasi tertinggi KAMI sebagai sepasang suami istri. Hingga sekarang, aku melihat Billy mengaplikasikan prinsip sama pada cara berjuang kami di negeri orang. Negeri dimana matahari adalah barang langka dan biaya hidup adalah bentuk kecil dari neraka.

“Why don’t we catch a movie tonight? Ini malem minggu lho, sayang” Billy mengangkat kupluknya dan merapikan rambut hitamnya sambil bangkit dari pangkuanku. Aku menghela nafas meraba keningnya yang memang sudah tidak demam lagi. Aku masih berpikir dia harus istirahat sampai besok siang paling tidak. “Aku janji nggak malem-malem dan kita langsung tidur ya abis nonton?” Ia bersikeras mengajakku keluar di malam hari di bulan November untuk menonton film. Aku mengangguk setelah memberikannya beberapa syarat seperti jadwal makan dan cara bicara di depan umum. Maklum, Billy adalah pria spontan yang sering tidak berpikir dalam berkata-kata. Kami akhirnya menghabiskan lima jam di luar dan pulang dengan wajah merah dan kepala pusing karena udara dingin yang menusuk.

Setelah meminum obatnya, Billy menepati janji untuk langsung tidur setelah mengecupku di kening. Sebelum menutup matanya, Billy bilang "thank you for staying and taking care of the stubborn me, being there for me, and caring my single bite of food, love". Aku menarik selimut sampai dadanya dan meredupkan lampu dekat kasur. aku lanjut mengerjakan laporan pekerjaan untuk hari senin, sambil menulis kisah ini. Dan mengakhiri kepenatanku dengan satu kalimat yang kutuliskan di pintu kulkas untuk Billy “as I promised you, dear, to stick together, for better or worse. Love”

Friday 26 November 2010

dunia ini milik saya

Halo, namaku Asdiri.
Aku lahir 17tahun yang lalu, entah dari siapa dan kenapa. Sekelilingku saat ini sedang membicarakan aborsi, yang menurutku adalah ide cemerlang untuk para ibu tak bersuami ataupun remaja tak tahu diri. Melihat keadaanku, tentu saja mereka memilih aborsi, setiap anak yang lahir ke dunia akan berbentuk seperti aku.

Bentukku? Tidak berbeda jauh seperti kalian. Bedanya, aku bersayap dan kelopak mataku lebih lebar. Kalian biasanya berjari tangan 10, sementara aku hanya 8. Aku tidak punya orang tua dan saudara. Sejak lahir, aku sendiri. Pamanku bilang aku mencekik ibu saat beliau melahirkanku. Kalau ayahku......katanya ia bukan manusia.

Aku bersyukur tidak punya teman. Menurut film yang sering diputar tetangga depan rumahku, "there will be no one that you can hurt when you're alone". Anjing tetanggaku itu bilang bahwa arti dari kalimat itu adalah "berteman dengan diri sendiri adalah cara terbaik untuk tidak menyakiti orang lain". Jujur, aku sedang mempelajari apa yang disebut dengan 'sakit' dan aku masih mencari-cari bentuknya.

Kendati demikian, aku merasa bukan teman yang baik untuk diriku sendiri. Sayapku sering melukai punggungku, dan jemariku tak pernah sanggup menggenggam makanan. Sesekali ada yang berbaik hati menyuapiku, tapi selalu kutampik kelembutan tangan mereka dengan tatapan sinis dari kelopak mata lebarku. Lagi-lagi, aku memang bukan teman yang baik.

Rumahhku?
Besar, cukup besar untuk tubuh mungilku. Malaikat yang sering lewat selalu menyapaku dan memuji keadaan rumahku yang bersih. Tidak berisi apapun, tak juga sebutir debu halus masuk rumahku. Aku merawatnya dengan kesendirianku, aku rasa bahkan angin dan udara akan enggan memasuki rumahku. Tidak peduli, aku bukan hidup karena mereka.

Pada suatu sore, seorang pedagang buah menawariku jualannya. Jeruk. Buatku, warnanya aneh, rasanya tidak enak dan harganya mahal. Pedagang culas itu meminta sebelah sayapku untuk ditukar dengan jeruknya, aku lalu mengusirnya dengan kelopak mataku. Sedangkan jemariku yang berjumlah 8 selalu kugunakan untuk menutupi sisa wajahku yang berbentuk abstrak. Tentu saja jemariku tidak sanggup menutupi seluruh permukaan wajahku, terutama mataku.

Aku rasa aku butuh hal lain yang bisa membuatku semakin sama dengan kalian. 2 jari tambahan misalnya? Atau sepasang tanduk dan sebutir ego untuk memakan salah satu dari kalian? Kira-kira, kalian bisa kumakan dengan cara yang bagaimana? Kalau aku sudah punya 10 jari, aku akan semakin mirip dengan kalian.

Oh, tentu saja kalian tidak akan punya sayap seperti aku. Jadi bersyukurlah, kalian tidak akan mendapati punggung berdarah karena sayatan sayap kalian. Bersyukurlah seperti aku bersyukur atas ketidakadaanku dalam kesamaan dengan kalian. Seperti aku bersyukur bahwa kelopak mataku besar dan wajahku berbentuk abstrak. Dan orang-orang tetap menghitung jari-jariku sambil tertawa dan berkata "ASDIRI, sebaiknya kamu mati saja"

Monday 22 November 2010

to like the dislike-ness

I don't like it when you don't hold my hand in crowd.
I don't like it when you yell at me at midnight
I don't like it when you throw up at my sight.
I don't like it when you ignore my pride.
I don't like it when you leave me with no light.
I don't like it when you act like everything is alright.
I don't like it when you say that our bed-lamp is too bright.
I don't like it when you define our talk as a fight.
I don't like it when you can't see what I keep inside.
I don't like it when you walk at the same time you slide.
I don't like it when you call me stubborn as a knight.
I don't like it when you drive me to noisy at night.
I don't like it when you say that my coffee is dried.
I don't like it when you predict what's a sure and what's a might.
I don't like it when you stand away from my side.

I once had a time to say these all things,
I was staring at your eyes and holding your both arms just to make sure you're listening.
I was trying to say a word, but when you stared me back, your eyes told me one thing that kept me shut my mouth, hold my anger back, closed my insincerity, encouraged me to sanity.

One thing you tell me each time I open my eyes to a wide world.
One thing that remains the same, no matter how wounded we are.
One thing that demolish what people called "dislikes"
One thing I would never understand, nevertheless, I always feel.

One thing....






I LOVE YOU.

Wednesday 17 November 2010

two great things started with "P"

This cemetery smells good. Yes, the after-rain soil relieves me.
Hey, my name is Problem. I live in...everyone's life. I ruin lives and my fate is to be fixed. I play important role in everyone's life, again, I ruin things.
I never get satisfied with one breakdown. I usually come after bad things in bad moment with bad temperature.


Until one day, I met this girl named Patience. She's lovely, soft and always heals.
I was with one guy and would like to company him to a murdering serial, Patience reached my hand and spoke softly "why don't we sit down and have some coffee?"


I was shocked, how could she possibly came to a burning flame and asked a fire for a sip of coffee. But instead of burning her, I put the knife and grab her hand back. We stared at each other and she made me a wonderful white milk instead of a cup of coffee.


She smiled and listened to my story carefully. I whined and groaned all the evening and she was just to tough to let go.
We ended up splitting, and decided to come back there same time at the day after. Again, another flame was burning me. Patience was not there, so I grabbed the knife and started to lose my mind.


I ruined people's life and triggered the question "you damn liar! What's your Problem?" I love hearing my name recalled by people. Until another evening, a glass of white milk with my girl, Patience. She kept on smiling to me, this flatten me up. That evening I hugged her for the first time, felt so warm and comforting.


She told me one good thing that made me cry "we are two lovers in different directions. One day, one of us will kill one of us"



I killed her, the woman that I loved the most. The one who utterly forbid me to sustain my role, yet the one who was faithful and consistently listen to my stories. We end up here, in this cemetery.


Somehow I believe, that this good after-rain soil smell, is just another her in another different moment.

Sunday 14 November 2010

typical Sunday sore

tengah bulan biasanya jadi moment yang sangat saya tidak suka. Karena selain kantong yang semakin kosong, juga karena ternyata mama belum pulang ke Jakarta sampai tepat tanggal 15 besok.
yang menyenangkan dari tengah bulan adalah tentu saja hari minggu yang selalu bisa saya alokasikan untuk melakukan hal yang insomnic tidak pernah bisa lakukan ----tidur----



untuk pertama kalinya saya mengupdate blog dari komputer pacar saya di rumahnya. selain keyboardnya yang enak, sekarang dia sedang tidak berisik dengan "kamu ngerjain tugas s2 atau ngetik blog". Yes, sementara dia lagi asik dengan Blackberry-nya dan update yang lucu-lucu di twitternya. Sayang, aku tidak pernah cemburu pada siapapun di hidupmu, kecuali aidil dan gitar itu. hahahaha..



setiap berhasrat ngerjain tugas s2, saya selalu mengalihkan pikiran pada hal lain secara tidak sengaja agar otak saya tidak benar-benar terdoktrin untuk menjadi seorang Master komunikasi dalam waktu dua tahun.-- yes, ini alasan busuk saat saya tidak bisa fokus menganalisa strategi pemasaran Garuda Indonesia.




Terpikir oleh saya untuk menjadi frequent flyer di Garuda Indonesia. Selain previlige yang luar biasa heboh, saya selalu naksir pada pramugari yang membawakan makanan 4 sehat 5 sempurna. (Oh, sungguh, seumur hidup saya, barus sekali naik Garuda Indonesia, dan itu luar biasa mengesankan) Ngomong-ngomong soal frequent flyer, saya berpikir untuk merencanakan liburan lagi, tahun depan mungkin, saat selesai kontrak dengan perusahaan Jerman itu. mungkin.



Sudah ya, saya mau nonton video iklan Garuda Indonesia. Saya sendiri sebenarnya bingung kenapa saya dapat tugas ini, padahal di kelas saya selalu menggembar-gemborkan AQUA dan DANONE sebagai objek analisa saya. sial, saya baru ingat, Aqua bukan lagi milik kita (Indonesia).



Dan pacar saya sudah mengigau hebat di belakang saya "katanya mau ngerjain tugas s2".

Friday 12 November 2010

sore yang menyenangkan (part 2)

Ya, saya bertemu lagi dengan LEO, kali ini di rumah sakit bersalin. Istrinya sedang pregnancy check up. Saya agak kesal melihat LEO sore itu, karena alat penyadapnya tidak bekerja efektif. Dan LEO instan menjelaskan "sorry, jek, gua resign dr TELEFUNKEN. Sekarang baru mulai permanen di Shiron." Ternyata data-data kemarin tercekal di kantor lamanya. LEO menjual forbidden application kepada saya. Brengsek! Saya tidak tau kalo cintanya pada istrinya yang sedang hamil tua itu bisa memantik niat jahatnya menjual aset kantor.


LEO cerita 10 ip address yang berhasil masuk tersadap. Beberapa belum sempat ia lacak, namun tiga di antaranya dapat terbaca jelas: komputer adik saya, Blackberry 9000 beserta imei yang (tentu saja) saya tidak kenal. Satu lagi, ip address ganjil yang saya curigai berada di Bandung. Gendys!!! Sure she is. LEO bilang sisanya tidak bisa lagi di-retrieve. Saya tidak terlalu tertarik, seperti biasa, saya masih harus sibuk mengurus pekerjaan yang semakin menumpuk dan beberapa tugas dosen yang selalu membuat suntuk.


Sore yang menyenangkan ini ternyata diakhiri dengan kisah lain LEO tentang penemuannya di Shiron, kantor barunya. Leo bilang, ada sebuah bagian di kantornya tersebut, dimana sudutnya selalu terpasang foto Presiden pertama RI --Soekarno. Menurut LEO, ini adalah suatu indikasi adanya idealisme tertentu yang diterapkan sebagai seorang webmaster dan data processor. Klien Shiron adalah perusahaan multi nasional yang meluangkan puluhan juta rupiah tiap bulan untuk software dan keamanan data mereka. Keren, LEO memang berbakat di bidang tersebut.


Yang menjadi penutup dari pertemuan saya dengan LEO adalah: "gua bisa cariin 7 ip addresses lagi untuklo. Tapi gua minta bantuin persalinan istri gua dong bulan depan" saya menggeleng heran dan menepuk-nepuk pundak LEO agak keras. Kali ini saya benar harus menolak tawarannya dan membiarkan LEO terus mencari cara agar saya mau membeli programnya. Saya merasa tidak butuh. Kenapa saya harus menyisihkan setetes keringat dan sedetik waktu untuk hal yang tidak saya perlukan?

Wednesday 10 November 2010

lagi-lagi masalah es dua

Ma'am, itu beneran deadline proposal thesis tanggal 20?
Itu hari sabtu lho ma'am, kita nggak ada kelas.



"Memang, kan submit via email"


---saya menengok kalender lalu ternganga---
Itu dua minggu lagi ma'am...



"Iya, masih dua minggu, baca saja jurnal dan artikel dari saya"



---membenamkan kepala ke kemeja lusuh dan menguraikan rambut seberantakan mungkin, untuk melambangkan tingkat depresi tingkat bawah---
Baik ma'am, akan saya usahakan.

Wednesday 3 November 2010

sore yang menyenangkan

halo. apa kabar?
saya mau cerita tentang sore yang menyenangkan. baru saja saya bertemu dengan seorang teman lama, Leo namanya. ia bekerja di perusahaan telekomunikasi dan penyedia alat teknologi berbasis Jerman. saya bicara banyak tentang karirnya dan LEO mengakhiri pertemuan kami dengan sebuah tawaran menarik "kalo elo punya lima ratus ribu rupiah, gua akan pasang penyadap versi trial punya perusahaan gua yang baru akan dirilis tahun depan. ini memang trial, tapi gua bisa email ke elo ip address sekaligus lokasi satelit  penerima setiap mouse yang mengklik blog lo. lo tertarik nggak?"

awalnya saya hanya mengernyitkan dahi tidak percaya, ya, kebetulan saya bukan tipe orang yang mau tau sebanyak itu, apalagi tentang tulisan hampa. saya lalu bertanya penyadap tersebut bisa dipakai untuk website lain atau hanya blog saja. dan LEO menjelaskan bahwa ini adalah push software yang di pasang melalui ketikan html di setting blogspot, wordpress atau situs blogging lainnya. fungsinya adalah untuk mengetahui siapa saja yang mengakses atau melihat halaman web tersebut. saya tertarik, namun saya tidak mengiyakan, nampakanya lima ratus ribu rupiah bukan jumlah uang yang tepat untuk sekarang.

LEO menawarkan harga lebih murah, hanya saja, dia bilang penyadap ini akan masuk ke email dia, bukan ke email saya, jadi retrieval informasi akan tersaring oleh account dia terlebih dahulu sebelum diteruskan ke email saya. hal ini, kata LEO, mengakibatkan terlacaknya sistem terdeteksi milik siapapun yang juga mengintai account LEO. sekilas saya teringat film action hollywood tentang CIA dan FBI. saya memilih untuk tidak percaya. ayolah, saya tau yang membuka blog saya hanya Tyo, Babang, Dimas dan Gendys. jadi apa gunanya memasang penyadap tersebut.

pada akhirnya, saya berhasil mengalihkan pembicaraan ke arah lain; program master di luar negeri. ah, ayolah LEO, jangan ajak saya bicara masalah ini, saya baru saja diterima di sebuah perusahaan shipping dan cargo nomer satu di Indonesia, jadi rasanya LEO salah timing untuk kedua kalinya. pembicaraan kami beralih lagi pada pekerjaan LEO.

LEO menceritakan usaha sampingannya berupa produksi kerupuk lokal rasa coklat. sementara saya mengingat-ngingat apa istilah kerupuk coklat ini, mari kita uji kehebatan IP DETECTOR LEO. :)

Tuesday 2 November 2010

dear jamie

Jadi kenapa kata gurumu kamu tidak boleh masuk sekolah?
Benar karena seragam lusuh bertuliskan huruf kaligrafi dalam bahasa arab?

Bukan, beliau bilang karena sepatuku sobek di bagian alasnya, dan itu membuat bau kakiku tercium hingga kelas sebelah.

Aku pikir kakimu tidak bau, kau tidak membantah tuduhan itu?

Aku pikir kakiku tidak bau, yang bau adalah hatiku.
Aku tidak suka setiap guru menggoreskan kapur putih di papan tulis kelas, tulisannya jelek dan cara bicaranya mengesalkan.

Jadi kau merobek alas sepatumu agar bau kakimu tercium?

Aku sudah bilang, kakiku tidak bau, hatiku yang bau.

Iya, bau hatimu mengontaminasi kakimu. Kau tau pori-pori kakimu bahkan bisa meluapkan cairan dari otakmu?

Tidak, kurasa hatiku punya sekat kuat agar baunya tidak keluar dari kakiku.

Monday 1 November 2010

empty morning

"where on earth is that number?!" aku menyeruak dari selimut dan mengobrak-abrik laci lemari mungil di sebelah kasurku mencari selembar tissue sisa semalam. Sehabis pesta pembukaan gedung kantor baru saya, kami berkenalan, kalau tidak salah, namanya Mike. Kami mabuk berat dan saya benar-benar tertarik dengan yang satu ini. Dia adalah arsitek dan semalam ia menceritakan imajinasi gedung kampusnya di atas ranjang saat kami selesai bercinta.

Sekarang ia sudah pergi dan saya ingat benar ia menggambarkan logo perusahaannya berserta nomer ponsel di tissue itu. Saya panik dan takut kehilangan jejak, meskipun sebenarnya saya bisa saja melacak identitas Mike lewat daftar hadir tamu semalam. Tapi tidak lagi semudah itu karena bagian resepsionis adalah seorang cewek yang selalu melirik sinis terhadap boots baru saya dan selalu meniru gaya pemakaian scarf kantor saya. Namanya Lusi, dan dia adalah satu-satunya resepsionis yang tidak pernah saya sukai di antara rekannya yang lain. Tingkahnya aneh dan selalu kasar pada saya. Memang salah saya kalau ternyata dia putus dengan pacarnya yang ternyata seorang gay? Oke, memang pasangan gay-nya adalah adik saya. Tetap bukan salah saya! Saya sendiri bukan lesbian, dan saya tidak pernah mengintimidasi dia dengan status pekerjaan kami. Dia sendiri yang menjaraki kami dengan kesinisannya.

Saya memincingkan mata saya ke bawah lampu meja dan mengangkat tinggi-tinggi lampu itu. Yes! ini dia; "Maryland Design, Co" see? namanya Michael Thompson, "creativity is what you aim, not what you use" -Mike, 345 3221
Saya segera men-dial nomer tersebut tanpa berpikir dua kali.
"Mike, hey, it's me, Natasha from Berkeley, we met...."
"Hey Nat, could I call you back later, I'm with my mom at the moment..sorry" Mike menghapus senyum manis di wajah saya dan saya merasakan kening ini berkerut, "yeah, this is my cell, anytime.." saya tidak menunggu jawaban untuk menutup panggilan itu.

Setelah melempar diri kembali ke atas kasur, saya ingat namanya bukan Mike. Saya kembali bangkit dan mencari nomer lainnya di sekitar kasur. nihil. Saya menghela nafas dan bangkit menuju dapur, mungkin setangkup sandwich bisa menenangkan pikiran dan perut saya. Dan tebak apa yang saya temukan di bawah termos kopi? MIKE - 997 7665

This time can't be wrong! Saya duduk kembali ke kursi di bar setelah berhasil meraih telepon di sebelah mesin pencuci piring. Saya memutar otak mengingat Mike yang ini, dia tidak menuliskan nama perusahaannya, tidak juga menuliskan identitas lain kecuali nomer telepon ini. "Shit! I hate it when I'm too drunk to remember!"

Saya menjambak rambut bagian kanan kepala dan mengetuk-ngetuk pada cangkir kopi sambil terus mempersiapkan alibi untuk menelpon Mike yang ini. "Hello, Mr Hatshworth's office" sekretaris sial, kenapa dia yang angkat?
"Miss, excuse me, I thought this was Mike's cell..." saya mencoba menjelaskan dengan tenang dan dia memotong dengan "you were then being diverted to his office, how may I help you Miss?"
"Have you got any idea when he'll be back there?"
"Mr Hatsworth's here, Miss, he has a meeting. Would you like to leave a message?" suaranya terdengar profesional dan dingin
"Yes, tell him Nat called please, and give him my number 989 5665. thanks" saya lagi-lagi menutup telepon tanpa adab dan menghempaskan telepon itu ke sebelah termos kopi. "was it really Mike?" saya bergumam pada diri saya sendiri.

Cangkir kopi di hadapan saya seperti meledek saya dan saya mendentingkan tatakannya dengan lembut setelah menyeruput habis isinya. Sandwich saya masih utuh, dengan mentimun, selada segar, telur dadar dan ham hangat. Saya tidak nafsu makan.

Thursday 28 October 2010

a night of conclusion

Langgar menyusul tubuhku dari selimut tebalnya, ia mencium pundak telanjangku dengan lembut. Bibirnya menuju daun telinga kananku, berbisik "that was the greatest sex that I've ever had with you"
Aku menggeliat membalik tubuhku menghadapnya, memeluknya dan menggigit lembut leher kirinya lalu mendorong tubuhnya kembali ke dalam selimut.

"And someday, we'll have this kind of sex, again" aku berbisik dalam batinku, setelah tau beberapa jam lagi Bram, adiknya Langgar, akan menjemputku untuk menemui ibu mereka.


-delia-

Wednesday 27 October 2010

hit the beat

layar tulisan hampa saya sedang tidak bersahabat, tidak terlihat.
ternyata saya melihatnya dari ponsel saya. agak pecundang ya kalau memata-matai diri sendiri dengan cara yang tidak teliti. saya kira mencintai diri sendiri itu bukan masalah, yang saya baca, ada istilah megalomaniac; menganggap diri sendiri sebagai sosok super yang hebat dan tidak terkalahkan.

sungguh, bercinta dengan teknologi menguras lebih banyak keringat dan udara dibanding bercinta dengan sepak bola. maaf ya, kadang-kadang kita memang harus memilih di antara dua hal yang sulit, makanya saya coba mengurangi kesulitannya dengan tersenyum. yang mana saja, boleh.

dan layar tulisan hampa saya semakin besar label sampah-nya, karena saya tidak sedang dalam mode menuangkan imajinasi fiksi yang sering saya cakapkan saat menyetir mobil sepulang kuliah. gila ya kerja pikiran saya. *nafas*

Sunday 24 October 2010

ecoutez!

This is my 3rd sleepless night. Got nothing to think about, I quit thinking unimportant disease that affecting most of my brain cells. These bacteria seemed weak enough to be drifted away from my head.

I am listening to random songs in my netbook, burrying my head beneath these crazy opened eyes. My mind's flying 3miles above my bed, my hands are shaking as their fingers slowly type this text.

I always love imagining things about future, yet I am too poser to plan any of it. I have a dream, at least. And that keeps me awake and breathe everyday.

"Kiss me beneath the milky twilight"
One good line from a sweet band, me love music as I love eating (sometimes gotta get off of it)

What crossed my mind few hours ago was about my mom, my home and everything around.
I love having a daydream. My mom and my home are two best things in my life, I'd think million times to leave them, yes boyfie, millions time thinking to leave them. Come, join us here in the juggling party of life.

And smile, just smile, gorgeously :)

Friday 22 October 2010

menunggu pacar berlatih band


tertawa adalah hal yang paling wajar yang belakangan ini saya lakukan. Tidak mutlak ada hal lucu yang harus dijadikan alasan, hanya sebuah pandangan atau pikiran mendadak yang menggelitik saraf geli di otak saya sehingga saya harus melepaskan refleks itu melalui suara membahana atau gelak tertahan di wajah saya. Paling tidak, saya sering sekali tersenyum belakangan ini, melihat apa saja.

Silahkan panggil saya freak, gila, atau aneh, atau kampungan, atau tidak beradat, atau apalah frase yang dapat mendeskripsikan kebiasaan tertawa tiba-tiba saya. namun di antara tawa tersebut, saya benar-benar menggelakkan apa yang menurut saya hal lucu. Mungkin saya terlalu stres memikirkan banyak hal, sampai hal yang seharusnya tidak perlu saya pikirkan. Lalu pada akhirnya stress saya berakhir pada coklat yang kandungan gulanya hanya menambahkan sedikit bobot pada badan saya. Kesal dan merasa aneh, karena celana saya memnbesar dan timbangan rumah saya seperti rusak karena jarumnya tidak mencapai angka 50 saat saya injak, Mungkin dia kesal karena saya injak.

Sebentar saya mengecek email saya, inbox-nya penuh update dari teman-teman S2 saya tentang tugas dan materi presentasi. Ini juga salah satu penyebab tawa saya, kenapa saya mengambil program S2 sebelum saya benar-benar tau apa yang akan saya hadapi setelah lulus menjadi sarjana? Semuanya benar-benar seperti taruhan, dan saya benar-benar menaruh diri saya pada situasi lucu yang hanya dapat saya tertawakan.

Oh iya, saya gak tahu ini berkaitan atau tidak, tapi kemarin siang, saya menemukan sehelai uban tumbuh di rambut saya. Saya memilih untuk berpikir bahwa uban ini adalah hasil dari rasa sesak di otak saat saya tidak bisa liburan lebih banyak dan menghabiskan uang lebih sering. Bukan, bukan ayah atau pacar saya melarang saya untuk boros, tapi memang semata-mata saya tidak lagi punya uang untuk dihabiskan. Terlebih dari itu, saya tidak punya waktu untuk merencanakan penghabisan uang lagi.

Trip HongKong yang lalu masih segar sekali terasa di betis saya, sengaja tidak saya rengganggkan, just in case, kalau kalau saya rindu ingin liburan namun tidak bisa. Kali ini karena thesis ya. bukan karena tidak punya uang atau tidak ada waktu (apalagi karena dilarang).

by the way, ngomong-ngomong, ada apa sih di TV belakangan ini? setelah menolak tawaran kontrak dari stasiun TV nomer 1 di Indonesia, rasanya antisipasi saya terhadap input masukan informasi jadi semakin berlebihan.Tidak hanya memecahkan remote TV, saya juga memintal kabelnya menjadi penyekat rak buku yang paling reyot di antara yang lain. Padahal, buku-buku di situ adalah buku-buku fiksi yang sudah saya tidak tengok lagi.

Saya baru sadar, saya mencoret term-term istilah-istilah bahasa inggris di atas, padahal saya justru harus mengembangkan penggunaannya. Terlebih lagi, saya harus benar-benar menyusun thesis instead of writing, dari pada menulis blog ini. Ayolah, saya paling jago merajuk pada waktu, hanya saja waktu yang selalu memusuhi saya dan memburu semuanya. Saya sedang berusaha menyalahkan les bahasa Arab dan literatur bahasa Perancis serta percakapan bahasa Jepang dengan Ayyi akhir-akhir ini.

Les bahasa Arab saya semakin condong pada aqidah dan fiqih, sementara bahasa Perancis saya isinya hanya n'oublies pas l'article, lalu bahasa Jepang saya dan Ayyi adalah cacian terhadap mereka yang mencekal mimpi mimpi kami sebagai anak perantau. Ayyi selalu mengakhiri perbincangan kami dengan refresh menyegarkan kembali mimpi saya. Ya, mimpi yang selalu contradictory bertolak belakang dengan keadaan serta pengetahuan yang sedang saya kecap. Siapa peduli, saya selalu menghempaskan ketidaksinambungan ini semua dengan seputar lagu setiap jam 10 malam di mobil saya, memacu kecepatan hingga 60-70 kmph kilometer per jam.

Iya, susah ya me-recheck mengecek ulang tulisan dan mengcross coret dengan tanda ABC di atas lalu mengetik ulang frasa yang dicoret ke dalam bahasa Indonesia. susah.

Wednesday 20 October 2010

groupies

Seperti penggemar setia suatu klub sepak bola, sore itu aku menumpukan lututku pada pagar datar pendek dekat lapangan sekolahku. Senior favoritku, Rendra, sedang asik menggiring sepak bola kea rah pemain di salah satu ujung lapangan. Aku sudah tiga bulan ini terus  membuntuti Rendra, mungkin aku disebut stalker. Aku suka sekali pada Rendra, caranya bermain bola, caranya memimpin grup kerja kelompok bersama. Charming dan selalu menyita perhatian. Sore itu pula aku merasakan getaran yang sama, setiap dia mencetak gol, menggiring bola dan mengoper bola ke temannya. Menyenangkan sekali setiap melihat dia tertawa dan bercanda dengan timnya.

Saat selesai latihan, aku selalu lari terbirit birit menghindari tangkapan matanya yang jelas seminggu terakhir ini mulai mencurigai keberadaanku. Malu dan gugup, dua kata yang bisa mendeskripsikan kekagumanku pada kakak kelasku. Andai aku bisa masuk jadi anggota cheerleaders di sekolah, pasti aku selalu bisa tampil di dekat kakak kelasku itu, Rendra. Rendra berbadan tegap, dia masuk jurusan Alam dan menjadi ketua tim sepakbola sekolahku. Beberapa kali memenangkan kompetisi antar sekolah dan yang aku tau, dia dan kelompok belajarnya adalah pelopor dari kelompok-kelompok belajar lainnya.

Dulu, ia punya pacar bernama Saskia, ketua cheerleaders yang merupakan ketua gang paling berkuasa di sekolahku. Mereka terlihat sangat serasi, namun setelah beberapa bulan pacaran, mereka putus karena pihak sekolah menyatakan mereka adalah pasangan yang memberikan teladan buruk. Ya, kalo boleh jujur, ketahuan ciuman oleh kepala sekolah memang bukan hal yang bisa dibenarkan. Rendra bahkan nyaris diskors selama seminggu jika tidak segera putus dengan Saskia. Selulusnya Saskia, Rendra mulai menebar pesona single-nya kepada para adik kelas, termasuk aku.

Rendra tidak pernah bicara langsung padaku, ia hanya ingat wajahku kurasa. Beberapa kali Tommy, kakakku mengenalkanku padanya, ia tetap tidak ingat namaku. Tommy sering menceritakan tentang Rendra padaku, secara netral tentunya, dan aku tetap kagum pada Rendra. Tommy melarangku untuk naksir sama Rendra, jadi aku putuskan untuk menggemarinya saja. Sampai detik ini, genap satu tahun saya mengikuti kemanapun Rendra beraktivitas. Kalau tidak bisa secara harfiah, saya selalu mengupdate-nya melalui Tommy.

Sore itu, setelah menumpukan lutut pada pagar datar itu, aku sudah bersiap lari seusai peluit di akhir latihan. Menuju parkiran sepeda, aku tidak melihat kiri kanan langsung menggeser kasar sepedaku dan bergegas pulang. Sore itu, saya begitu terburu-buru, sampai pagar sekolah, aku berpapasan dengan Tommy. “Kamu nggak latihan Kak? Udah selesai tuh latihannya barusan?” aku menyapa Tommy yang terlihat baru datang dari arah sebrang sekolah. “Kamu ngapain buru-buru begitu? Abis ngeliatin Rendra latihan ya? Hayoo aku kenalin, abis ini kami mau makan-makan ngerayain ulang tahun pelatih kami” Tommy menggenggam sepedaku dan membimbingku kembali ke parkiran sepeda. Aku tidak bisa mengelak. Meskipun aku tau, ini hanya akan jadi kesempatan ke sekian dimana aku hanya akan menyodorkan tanganku, menyebutkan namaku dengan lirih tanpa menatap wajah tampan Rendra. Kesempatan ke sekian dimana dia akan menyambut tangan saya dengan antusias lalu beranjak ke arah teman-temannya kembali.

“Tommy!! Ini adiklo yang lo ceritain itu?” suara Rendra menggelegar dari arah belakangku. Jantungku serasa berhenti berdegup, suara itu suara yang selama ini aku dengar dari pinggir lapangan, kini berada persis dibelakangku dan membicarakan aku. “Hey, Rendra!” ia mengulurkan tangannya, tersenyum super manis padaku lalu kubalas dengan sejuta ragu dan bahagia “Erika” aku mengusahakan senyuman paling sempurnya yang bisa kubuat namun nampaknya tak terlihat oleh Rendra, karena aku menunduk. Rendra mengangkat daguku dan berkata “Erika, sore ini ikutan makan ya sama pelatih kita, kita lagi nyari manager untuk kompetisi selanjutnya, kata Tommy, kamu jago ngatur jadwal dan bangunin orang tiap pagi”

Wajahku terangkat dan terlihat olehku setitik keringat di keningnya. Aku tersenyum dan mengangguk samar sambil menyamai langkahnya ke parkiran sepeda. Rendra menemaniku memarkir sepeda dekat pagar depan dan kami menuju ke lapangan untuk bergabung dengan teman-teman lainnya. Di luar keseriusannya mengenai menjadi manager, tapi dia mengajakku ngobrol untuk pertama kalinya, ini yang luar biasa. Permulaan yang bagus untuk setahun setelah aku mengintili-nya sebagai fans.

Monday 18 October 2010

my name is Allegra

Hello, my name is Allegra. I'm working as an accountant in this city. Actually, I am an assistant of Mr Murphy, the real accountant. yet, I do mostly what an accountant does. Anyway, I am not gonna tell you what my job is. My life is what I am going to describe. Short words, but I hope you understand about who I am.


This morning, I'm rushing to the office, not because my boss came earlier, it was simply because I need to prepare everything for his meeting with an important client. I ran into the paper stall and grab some magazines -about economy and financial, of course- which takes me seconds because Ali is my good paper friend. Then I hit the nearest Starbucks. My heart beats faster when I stare at the very long queue. I slip into the coffee machine and greet Tom.
"Tom, hard morning huh? Could you snap me a cup of espresso, you know, Murphy will be there earlier"

Tom smiled and rush the espresso for me, yes, with a date request, again. I said, this evening, at Solo. Tom used to be my boyfriend when we were in the eight grade. He is cute, he will always be. But I don't see the significance of re-dating him after what he did to me on earlier days. (I'll skip this one, cause I need to rush to the office as soon as I could)


I arrived at the meeting room, empty, then I set the coffee and papers as good as it could looked. Fine! It is always easy. Almost forgot to open the windows and re-curve the seating position, this client is a tiny typical person, then I set it up that way. Anyway, Tom, okay, I'm a bit easy now to tell you what did Tom do on high school. Well, we were dating like three years, on my birthday, he gave me a surprise, a kitten. I screamed happily taking that kitten and named her Kelly. Apparently, Tom was buying it with stolen money from his boss at burger stall.

At first, I was touched. But then, I know he stole many things from me, petite form of course, but still, he stole them. Pencils, books, blankets, pants, jacket, pans, and other small stuff. I thought he was having the disorientation with stealing. Which people call it kleptomaniac. Weird, and we decided to broke up that day, yet keeping up as friends. 


Back to the office, I heard Mr Murphy's coming. I say hi and he started the morning dictation what to do and not to do to me, after all this time I worked with him. It is like a routing, and I'm getting used to it. Usually I put my earphones when he was talking, but this morning, I chose to listen more carefully to his instruction. As I guessed, usual protocol greeting client and serving them with data and solution about financial matters. I nod repeatedly and move forward to help Mr Murphy with his documents. This person reminds me very much to my dad in hometown. Old fashioned, leading and inspirational person at work. In the same way, dad is a great single fighter as single parents. I sometimes feel like I don't need mom having such a father like him. But yes, I miss my mom for most of the time.


My boyfriend, Andrew said, that dad is doing fine there. He still goes fishing with Andy, my cousin and Andrew still regularly drive him for shop in groceries. I'm so glad they have good times in there, meanwhile I am here writing reports, making calls and proposing solution for the richers.


Anyway, going to the meeting, or client today, Mr Tankado is a Japanese enterpreneur, having a bit problem with debt and credit with partners. His secretary, Anna speaks Japanese very good, itadakimas, is the word that she says the most when we are eating. I love talking to her, she's smart, sophisticated and devoted to Mr Tankado. I wish I could be as faithful as her (in work). We talked and discuss about the problem solving for two hours. Less time needed this time because me and Mr Murphy had set all the solution, hence Mr Tankado couldn't be agree for more.


I had lunch in Italian resto with Anna, she has an hour off and we start discussing about holiday, family and surely, Tom.


"I still can't believe your are  giving up such pretty creature like Tom" Anna started to tease me. I shrug many times and try to explain to her how comforting is to have such a person like Andrew. "I wish you could meet him and see how wonderful he is as a carer, a boyfriend, a son and a friend" we laughed and she is still reassuring that I may end up with Tom as my husband in the future "what you're feeling now, may not last, what you're having now, may not remains. Just don't give yourself such big empty expectations without making them true". Again, I laughed. We sipped our tequila and went off to work and started to get busy.


Maybe Anna was right, I thought me and Tom would last forever, we had best times of our live. it ends anyway. In the other hand, Andrew is a typical wise, hard working person and loving at weekends. I used to shop at traditional market with him and we went to the town festival every Saturday night. Sunday mornings are always between having him and his guitar in my house or me with the cone and cream breakfast for him in his flat.


He thinks a lot about our future with my dad of course. I am kind of like it to plan our future, with farms, gardens and shops in our house. The current issue is my business here in the city. With Mr Murphy order, I canceled my flights there and lost the chance to see my man there. Surely sad, but lately, Andrew was kind of arguing about his decision to find work here. Not that I don't like it. I just don't see the urgency of that. Gladly I end up explaining my position and plan to go back there asap. he agreed and yes, we re-planned our holidays. He loves music and books, he gave me many CDs and books about adventurous character. I love action movies and books. We really share good taste in these.


Yes, my plan is to resign from this job and apply for better one in my hometown. I've left it for five years and I don't feel comfortable any longer living in the city. On my date with Tom, he gave me views about leaving my job. "You can actually promote yourself, find other firms and get better position, Ex" He loves to call me Ex, referring ex-girlfriend. It is cute I think. "I know, Ex, but I miss my dad, I miss the air of my town, and surely, I miss Andrew the most" I call him Ex as well to get us connected in this thing. Good, because we will always be reminded that we have no relationship but just ex, not even friends. "Yeah, this Andrew man ruins your dreams here" He was not jealous, he was just being so emotionally expressive about how I should make better living here. I nod at most of his suggestions about working position and salary offer.


"Let's just stop dating this way Ex, I don't think it will be easy when I really leave" I said reluctantly. He was a bit shocked but then giggled "when you really leave is the day when I really have a true girlfriend here" he pointed at his chest and mocked me all night long. We end up with popcorn in my studio, watching Discovery Channel, our only one connection about wildlife and hosting a good program on TV.


"Have a good Saturday you, pretty jerk!" He tapped on my nose and left me with blankets around me that morning. Good, he had cleaned the cabinet and popcorn crusts in the couch, so I can sleep longer that day.
Because I know and Tom knows, we are not gonna have any longer weekends together. I'm gonna fly back next month, and he'll be missing me very much.