Friday 25 November 2022

You Matter

 Dear Self


You matter. You play an important role in this life, and you are important to some individuals. Not a few people are expecting and hoping a lot from you. You have to stay sane and you have to stay strong. You are the place to go for your kids, you are the core of their education. You are awaited and anticipated.

No matter how painful days can be, or saddening situation might be. No matter how hard tasks hit you, and no matter how bitter life can turn, you have to stand up and stand still. Rest your problems and thoughts to Allah. Let shalah and sabr be your rescue in any situation. Don't stop believing that Allah listens, He forgives and He loves you.

Remember, whatever happens, you have to remain resilient, persistent and sane.

That's the key.


best regards

yourself

Wednesday 16 November 2022

The Day You Said I Love You but in Foreign Language

You are the luckiest, because I speak Foreign Language. I absolutely know and understand the language you speak, and though conflict happened, it wasn't because I didn't understand it, but because I chose to be angry instead of accepting.


But last night was special. You said "I love you" in Foreign Language, which I think you think I don't know, or I don't care. But I know, and it means so much to me. The more special thing was it happened during my sober time, I wasn't asleep or unconscious, I was fully awake and in my brain's primetime.


Of course I still dislike quite some things and moment. But dislike-ness isn't my priority these days, I have selected the best emotions and managed the best reaction and action towards all situation by realising that we can always CHOOSE how to behave. I can always CHOOSE to stay quiet or to speak up. I can always CHOOSE to start and respond the conflict or sit down and watch.


Yes, I occasionally love watching failures, especially by the result of my non-preference. I enjoy it and I treasure it. Not because I am mean, but I basically enjoy every moment in this life. Where it doesn't always go your way, but you can always have a way to embrace it.


Go through it. Someday you will understand why it happened.

Friday 4 November 2022

Let Me Blog You

I was wrong to think that this is the safe space I could talk about you or anything else that I can't express in person. I was completely wrong to think that you wouldn't find me here. I was, of course, wrong to think that I went unnoticed.

You are one of the things I think about before I sleep almost every night. Just almost, because one or two nights, my mind couldn't occupy more than the exhaustion of adoring you. Yes, to you, perhaps I don't exist. Or maybe I don't read it well to realise that I am meant to go unnoticed anyway.

The expectation kills, they say, and I believe them. Yet, I don't find anything more reasonable than having and expectation to go through day by day in my life. Expecting and hoping you would finally see, or realise, or sense, or,,, ah, it's just an expectation. Yes it kills.

So let me blog you, to keep myself reminded one day why I put up with insanity of watching and loving you from distance. Only a slight faith, but it's more than enough, to feed my ego and to fulfil my need of strength. Each day.

Yes.
Each day.
Each day of watching you, praying for you, dreaming you sometimes, and each day of killing myself with an expectation.

So let me blog you, to remind you too, that if you ever found me, in darkness or in brightness, I am the one who holds the slight faith for your love.
So let me blog you, so you know that you are so missed, so longed and so craved. By an entity like me.
So let me blog you, so you know that you are precious and awaited.

And let me blog you, so the world can always access my deepest feelings about you, and how a slight faith can fuel up my desperation, loneliness and empty dreams.

Monday 17 October 2022

Ulang Tahun dalam Gelap, Anti Perayaan dan Juara Gestur

Buat kamu yang jarang mengungkapkan perasaan dengan wajar, ini buat kamu yang jarang kudengar keluh kesahnya sebutuh apapun aku terhadap keluh kesahmu.

Tenang.
Dalam diamku dan diammu, aku otomatis memaafkan. Aku otomatis melupakan, dan aku otomatis membiarkan. Tenang, tidak akan ada keluhan berarti dan bertubi, karena diam adalah jalan kita. Tenang, tak butuh banyak kata dan ucap karena aku bersistem sendiri dengan semua asumsi dan pemahamanku.

Doaku.
Yang aku langitkan melalui bisikan kepada bumi setiap sujudku, biarlah menjadi rahasiaku dengan Tuhanku. Karena pada akhirnya yang mendekapku adalah doaku, maka kubisikkan setiap katanya ke pada tanah, dan ia memanjat menuju langit dengan sendirinya tanpa dilihat atau didengar manusia. 

Doaku.
Adalah doa standard paling dasar, paling umum dan tidak spesifik. Karena detailnya, adalah rahasiaku dengan Tuhanku.

Sabar.
Setiap kita adalah refleksi diri kita di masa lalu, masa kini dan masa datang. Maka cukuplah hatiku berlapang membaca dan meniti setiap suratan atau tulisan yang diaturkan Tuhan. Dan cukuplah hatiku menyaksikan setiap berkembangnya kita, setiap bersamanya kita, dan setiap berasanya kita.

Lelap.
Dalam lelap, aku simpan banyak harapan dan kemungkinan. Lagi lagi, yang menjadi rahasiaku dengan Tuhan. Karena sekali dua kali kusampaikan, bukan kepahaman yang kita dapatkan. Melainkan penerimaan dan percobaan.

Mencoba terus.
Seperti terus dipantik tanpa kehabisan bahan bakar, setiap perjalananku, dengan diriku dan dampinganku, hari demi minggu demi bulan adalah terus perjuangan. Dan seolah menikmatinya, aku mulai menerima dan terus bergantung padanya. Menjadikannya andalan.


Buat kamu, yang jarang berkata-kata dan memenuhi hidupku dengan gestur semata. Sekali lagi aku panjatkan doa yang biasa, yaitu agar kamu bahagia. Apapun artinya bahagia untukmu yang selalu menerima.

Selamat ulang tahun, belahan jiwa.


Saturday 15 October 2022

Belajar #samaHafiz

Setahun pernikahan dengan Hafiz adalah setahun pertama aku terbuka mata, hati dan pikirannya karena banyak sekali hal. Runtuh semua rasa 'berpengalaman', 'sudah tua', 'sudah tau rasanya' dan berbagai rasa lainnya sisa luka lama dan kenangan yang pernah ada.

Runtuh.
Jadi kepingan yang lebih kecil, lalu seolah Allah rakit lagi jadi bongkahan besar yang lebih kokoh dan berbentuk.

Runtuh.
Rasanya begitu lapang dengan serakan serakan kepingan yang Allah rencanakan dan tuliskan.

Pernikahan sama Hafiz adalah bongkahan baru yang diciptakan Tuhan supaya aku tau dan paham kenapa serpihan lama dibuat sehancur-hancurnya; supaya Allah bisa bangunkan yang lebih kuat lagi. Supaya bentukku makin terlihat dan bermakna.

Aku seperti bongkahan batu atau cerita baru lagi, dengan berbagai karakter, berkotak-kotak ruang untuk bertumbuh, dan bersela sela celah untuk membentuk lagi cerita baru.

Dan tekadku adalah terus memahat bongkahan itu bersama Allah, bersama Hafiz dan keluarga kecilku yang begitu berharga.

Thursday 6 October 2022

Bekas Luka Perceraian

 Di sela makan malam, Anita dan Afrizal, sepasang suami istri yang baru saja menikah, memulai sebuah obrolan hati ke hati.

"Honey, gimana rasanya menikah dengan orang yang mudah ditindas seperti aku?" Anita tanpa aba-aba dan konteks mendadak menanyakan hal tentang kelemahannya. Afrizal mengernyitkan dahi dan menatap istrinya dengan bingung, "Memang iya kamu mudah ditindas? Kenapa kamu pikir aku akan menindas kamu?" Afrizal bukan tidak mau menjawab pertanyaan absurd istrinya, tapi ia sepenuhnya bingung dengan pertanyaan tersebut. Pertanyaan baliknya tidak direspon. Dihitungnya hingga 3 suapan masing-masing mereka terhadap makanan dan tetap tidak ada jawaban.


Hingga suapan ke-empat, Anita baru meminum sedikit air putih untuk mengosongkan kerongkongan dan memastikan suaranya terdengar jelas oleh suaminya.

"Selepas perceraianku kemarin, aku merasa jadi orang yang paling lemah sedunia. Mungkin lebay ya? Tapi itulah yang kurasa, sepertinya mudah dan enak menikah dengan orang lemah yang tidak pernah marah sepertiku" Anita menahan suaranya, ia tau kalimat berikutnya akan berantakan karena emosinya telah menguasai pikirannya.

"Kata siapa menikah denganmu itu mudah? Kamu tau kan, hal mudah itu tidak menantang untukku. Kamu tau, hal yang tersulit dari menikahimu adalah meyakinkan diriku sendiri bahwa aku sanggup membantumu berjalan lagi dan menerima bahwa hidup ternyata tidak berakhir bersamaan dengan ikatan pernikahan pertamamu? Aku juga berjuang melawan diriku sendiri untuk membuktikan bahwa aku bisa. You see, it's not only about you, it's also about me. It's about us" Afrizal menjawab istrinya dengan filosofis sambil berharap Anita paham ucapannya dan mengerti maksudnya.


Sepasang makhluk egois tersebut melanjutkan makan malam tanpa sepatah katapun. Afrizal yang terakhir menutup pembicaraan dan Anita enggan membalasnya. Berlalulah malam hingga menuju fajar. Anita belum semenitpun menikmati tidurnya. Dilihatnya terus jam dinding di kamar mereka dan punggungnya bertatapan dengan punggung Afrizal. Tepat jam 5 pagi, ia bangun dan meninggalkan kamar tanpa suara.


Anita menuju teras rumahnya dengan secangkir teh hitam tanpa gula, menghirup nafas dalam sambil meluruskan kakinya di sofa teras nyaman tersebut. Tak lama hingga tehnya menyentuh setengah cangkir, Afrizal muncul dari dalam memakai selembar selimut tebal dan berbaring di sisi istrinya sambil memeluk pahanya. Anita spontan meletakkan gelas dan menyambut sang suami dengan hangat sambil melebarkan selimut ke kakinya juga.


Mereka masih terhening. Tarikan dan buangan nafas mereka berbarengan diiringi oleh kicauan burung dari kejauhan. Mata mereka menatap kosong ke sudut berbeda, namun tangan dan kaki mereka saling merangkul dan menghangatkan.

Tak lama gerimis turun membasahi lahan rumput hijau luas di hadapan mereka. Lalu Anita berkata,"Maaf jika aku masih begitu egois dan terlau fokus terhadap lukaku sendiri. Mungkin aku perlu waktu lagi untuk belajar menerima dan melanjutkan hidup bersama kamu."


Afrizal tidak menjawab panjang, ia hanya bilang, "Ya sama-sama, memang itu kan artinya hubungan; saling belajar dan menerima"


---

Saturday 3 September 2022

60 minutes with Syazka

Aku mengingat beberapa kali 60 menit bersama Syazka, seorang psikolog yang membantuku memetakan perasaan dan masalahku di tahun 2019. Sekitar 2 tahun lalu.

Ya. Saat itu aku sedang berjuang melawan diriku sendiri yang menolak melihat kenyataan dan keadaan pahit, dan memilih melihat hal baik yang menyakitkan. Syazka membantuku memetakan lewat pertanyaan; apa perasaanku, apa yang kumau, apa yang sedang aku pikirkan, apa yang membuatku sedih dan senang. Syazka memintaku menuliskan perasaanku, pikiranku dan pilihanku serta sikapku.


Aku tidak ingat kapan aku menangis se-menangis aku saat bertemu Syazka pertama kali. Sebuah tangisan yang begitu pilu namun membingungkan. Entah mentalku yang tidak terbiasa mendapat masalah, atau memang masalahku memang terlewat berat sehingga tubuh yang terbiasa lincah ceria ini kehilangan bobot massanya dan terus dirundung rasa duka yang mendalam.


Malam-malam dingin datang dimana yang kurasakan sering kuungkapkan pada Syazka.

Aku juga mengungkapkan pertanyaan retorika, dan Syazka tidak pernah mencoba memberikan jawabannya. Ia hanya memintakan meyakinkan diri sendiri dan aku merasa Syazka membantuku mengatur hatiku dan pikiranku agar tergambarkan dengan baik dan lebih jelas.


Beberapa bulan berlalu, bahkan mungkin setahun kemudian, aku menemuinya lagi, memintanya mengingatkanku untuk memetakan perasaanku lagi. Sunggu 60 menit bersama Syazka membantuku mengatur dan menata hatiku, agar aku bisa memilih dengan bijak apa yang akan jadi langkahku dan keputusanku.


---selesai---


Sunday 14 August 2022

I am so in Doubt

I woke up this morning to a sudden feeling of emptiness. I usually wiped it with a prayer or another thought so that I keep my mind off of the thing that confused me. This morning, I embraced it.

I let my tears fall, as usual, nobody wiped it. My chest started to pound hard holding the pain. This isn't the best feeling to wake up to on Sunday morning.

But who loves Sunday?

After a few minutes, I tried closing my eyes again to go back to sleep. Too bad, sleep didn't help as what I saw in my dream is just another vision of fear and doubtfulness.

So I woke up again to another deeper doubt and confusion. This time, I shook my mind off by writing a blog. Yet another tears fell down. I don't want to define any feelings or expectations right now.

I'm learning to experience another emotional confusion that I think I need to get used to. I know it seems hard, but the hardest part of my life has been done a couple of times a few years back.

So this one is another lemon, right?

Thursday 4 August 2022

haven't we tried yet?

Sometimes I wonder what haven't been done.
Every day I'm so tired of being an adult and worrying over many things. Adulting is really really exhausting & it makes me wonder when this is all going to end.

Friday 8 July 2022

Another First Time for Anything

Untuk pertama kalinya dalam sejarah blogging-ku, aku berharap postingan ini tidak ada yang membaca dan mempedulikan. Iya, karena ada kalanya aku merasa bertanggung jawab pada panca indera dan kemampuan literasiku yang minim ini untuk kuungkapkan hal yang tidak bisa kuungkap langsung pada manusia, namun telah kuungkap pada sang Pencipta.


Aku begitu lelah setiap memulai tahap pertama, bahkan rasa lelahnya ada sejak saat kutahu bahwa aku akan memulai lagi. Aku sering merasa takut dan ragu akan hal yang aku sendiri tidak bisa menjelaskannya. Sering aku ungkap risauku di sepertiga malamku, kadang sampai menetes air mataku dengan semua galaunya urusan dunia.


Sering aku merasa rindu Kampung Akhirat, tapi setiap aku buka mataku di pagi harinya, aku tersadar lagi bahwa menurut Tuhan aku belum pantas mencapainya. Menurut Tuhan, mungkin, aku masih butuh beberapa waktu lagi untuk membuktikan diri sambil terus berjalan hingga sampai pada titik kepantasan aku dipanggil oleh-Nya.


Aku sering merasa sedih karena rindu yang tidak bisa aku telusuri terhadap apa. Aku rindu pulang ke rumah, dan rindu pada rasa aku tidak perlu khawatir akan hal yang itu itu saja. Setiap ungkapanku yang terbisikkan ke bumi, aku berharap langit menangkapnya dan menyampaikan pada dunia agar aku dapat sedikit lagi kekuatan di dalamnya.


Ya Tuhan, sungguh aku lelah. Akupun tau Kau mendengarnya, bahkan Kau yang mengaturnya. Tapi sungguh, aku lelah.

Tuesday 28 June 2022

NEW LOGO

 This is the new LSPR Institute of Communication and Business Institute logo.

My home.




Saturday 28 May 2022

Between Alex and Billy

Alex pull his chair and sit uncomfortably, regardless how many times he switched position.
"My wife is a disaster. Before we got married, she was so independent, brilliant and charming. After the first child, there isn't any day she isn't complaining about... anything. Literally anything. The way I drink my coffee, the way I tie my shoes, the way I shut the front door, all day long until I get home, she still yaps about how smelly my shirt is. I am so exhausted listening to her so-called-concerns!"

That only happens in his head.
Billy didn't hear it.
Instead, Billy offers him a cigarette an ask if his work is okay,

Yes, boys don't talk about wives. Not a good one, not a bad one.
"My boss gave me a crazy shit assignment today, he wants me to give training to all employees in all regions, in only one week! Crazy isn't it!" Alex starts the conversation by answering Billy's question about work and everything at the office.
"That's insane man! Don't you have team to split that with?" Billy is trying to sympathise.
"Yeah, one person! My assistant! Thinking of getting an agent or third party to do that training. Have you got any contact? I'd appreciate the cheap one please, the budget isn't that big, to be honest!"
"Oh yeah sure, my colleague always calls this consultant to do any trainings. They're absolutely worth it! They have wide range of training selections for all levels. I'll send you some!" Billy reached out 
"Oh, cheers mate!"

Then they continue talking about each other's Aquascape and animals at zoo they saw with their kids.

***

Yeah, boys don't talk about family or wife issue that much. They'd prefer talking about something discussable rather than comparable to their peers. They don't discuss insecurities and self-esteem that much. That's why brotherhood is much more solid than sisterhood.

Thursday 26 May 2022

I will finish this race

It was a very sunny and hot afternoon. A small part of me wants to pull over and stop this lap, because I am so exhausted.

Suddenly, the memory of the starting line replayed in my head. I said I wanted to finish this race no matter how hard it gets and no matter how painful the laps are. I wanted to keep going and embrace all the journey's experiences. I wanted to move forward to pass the hard paths or turns, because I know no hardships last long, they will all pass.

So I pushed the gas pedal harder, I think I almost touched the ground with my right foot.
But I keep pushing, I will finish this race.

Friday 20 May 2022

Sabtu Bertemu Bapak

Sore itu, Bapak menyambut kami dengan riang gembira di teras rumahnya. Kami menyalami Bapak dan langsung menuju ruang makan. Seraya menikmati masakan Ibu yang khas enaknya, Bapak berkelakar tentang sepinya rumah tanpa anak-anaknya yang dulu semasa kecil suka membuat onar. Usai makan, aku dan Bapak ngobrol di teras belakang, suamiku dan ibuku mencuci piring. Entah kenapa bonding mereka memang selalu terjadi di dapur, mungkin karena suamiku koki dan ibuku juga sangat sayang pada menantunya yang pendiam tapi banyak aksi membantu itu.


"Maaf ya pak, kami jarang kumpul disini. Kadang ekskul Kakak itu seharian dan tempatnya jauh." ucapku memulai percakapan sambil menceritakan prestasi dan hobby cucu pertama Bapak.

"Nggakpapa, apa yang jadi pikiranmu, ndhuk?" Bapak malah balik bertanya khawatir karena mungkin rasa raguku terlihat jelas sore itu.

"Kadang aku kangen Pak, pulang kesini, bantu Bapak nyiram tanaman, atau nganter Dimas ke tempat ngajinya" aku mengenang sambil mengungkapkan rinduku pada adikku yang sedang menempuh studi di luar negeri.

"Nggakpapa, tadinya juga Bapak kangen. Kok kayak kehilangan anak? Lha tapi memang benar, menikahkan kamu itu sama dengan mengalihkan pengabdianmu dari orang tuamu ke suamimu. Bapak dan Ibu sudah ndak berhak lagi atas kamu, ngatur, nyuruh atau ngurusi kamu. Tapi, kamu masih mendoakan Bapak dan Ibu kan setiap solat?" Bapak tersenyum seperti menghibur dirinya sendiri, karena aku bukan terhibur malah semakin haru.

"Nggih pak" jawabku singkat takut jika terlalu kepanjangan malah keluar air mataku.

"Ndhuk, walaupun sekarang imam kamu adalah suamimu, semua ibadahmu adalah tanggung jawab suamimu, tapi Bapak dan Ibu tetap dapat pahala dari doamu dan baktimu. Karena kamu sudah jadi perempuan mandiri yang solehah dan taat pada suami. Itu sudah bikin kami merasa yakin bahwa kami sedang disiapkan surganya oleh Gusti Allah karena akhlakmu yang baik"

Aku tidak mampu berkata-kata. Hanya menunduk menahan tangis.

"Namanya pernikahan, ndhuk, kalo capek, sakit atau sebel, disimpen ya ndhuk, diadukan cukup ke Allah." Bapak menyeruput teh hangat bau melati kesukaannya, lalu melanjutkan "yaa kalo mau cerita sama Bapak, insya Allah tak dengarkan dengan objektif, tapi kalo kamu ragu dan takut, ndak usah ya, simpan sendiri untuk Allah. Karena kita semua ini punya Allah, ndhuk"

"Tapi kadang aku kangen banget Pak, kepengen sama Bapak dan Ibu lagi" aku mulai menitikkan air mata. Bapak dengan sigap menjawab, "Ndhuk, rasa kangen, cinta dan memiliki yang menggebu-gebu itu, terhadap hal duniawi, adalah bisikan syetan dan termasuk ujian Allah kepada kita. Cinta kita yang hakiki mustine cuma buat Allah. Tapi kadang manusia khilaf. Dikira cinta sama anak, orang tua, saudara itu adalah abadi."Bapak tertawa kecil, menuang teh ke cangkir kosongku.

Aku hanya menatap tehku nanar, entah harus berkata apa. Entah kenapa Bapak selalu tenang, lembut dan bijaksana dalam suasana apapun.

"Nggih Pak, insya Allah"

"Baktimu pada suamimu, itu Bapak dan Ibu kebagian pahalanya, ndhuk. Nggakpapa ya?"

"Nggih Pak" memang rasanya sore itu aku hanya ingin dengar Bapak berbicara, bernasehat dan mengingatkanku bahwa tidak ada yang abadi, dan kita semua harusnya selalu ingat akhirat.

"Dunia kan sementara, yang kekal akhirat. Ya anak juga sementara, cuma titipan Allah. Bapak seneng banget dapet rahmat berupa kamu sebagai anak Bapak dan Ibu. Semoga nanti kamu dibalas sama Allah lewat kebaikan anakmu ya. Kamu didik dengan penuh cinta, kasih sayang, dan taqwa sama Allah. Ingat, jangan cinta berlebihan, dunia ini sementara ya, ndhuk"


Entah kenapa, setiap nasehat Bapak selalu terkemas dengan nada diskusi dan kesepakatan, bukan perintah atau ancaman. Mungkin karakter itu yang membuatku jadi anak tidak tegas dan nggak enakan sampai sekarang; karena Bapak tidak pernah memaksakan pikiran dan pendapatnya. Entahlah, tapi sore itu aku sungguh kangen Bapak dan Ibu.

"Bapak juga masih banyak salah dan dosanya, masih suka khilaf. Makanya tiap kangen anak-anak, ya tak bawa berdoa, karena Allah sebaik-baiknya penjaga. Kamu juga kalo bisa ya ndhuk, kembalikan semua ke Allah. Yakin, bahwa sabar dan sholat adalah sebaik-baiknya penolong."

Aku berlutut sungkem dan memeluk kaki bapak. Betisnya sudah sangat kendur dan tulangnya terasa di lenganku. Aku menangis pelan dan sedikit terisak, aku minta maaf pada Bapak.

"Pak, maafin aku ya, aku belum bisa bikin Bapak dan Ibu bahagia. Terima kasih sudah menanamkan begitu banyak cinta dan didikan padaku sejak kecil hingga aku jadi istri orang."

"Hush, Bapak ya tetep Bapakmu, sampai kapanpun, tugas Bapak ya mewariskan hal baik dan bekal akhirat buatmu, semampu Bapak ya, hehehe" Bapak mengusap kedua bahuku dan mencium ubun-ubunku. Ciuman yang sangat hangat dan menenangkan.


***

Kami pamitan, Bapak memeluk suamiku sambil berkata "terima kasih ya nak sudah mau main kesini dan ngobatin kangen Bapak"

"Hmm..sama-sama Pak, terima kasih tehnya tadi" suamiku si koki pendiam yang tidak banyak bicara.

***


Sampai ketemu lagi di jannah-Nya ya Pak.

Terima kasih sudah menjadi figur lelaki yang aku jadikan standard dalam mendidik anak laki-lakiku.

Thursday 12 May 2022

Pregnant Again

They say the third time is a charm. I bet it is for my pregnancy now.

I have high hopes that my charm is here, following the previous two. The hormones is quite annoying and exhausting. Yes, it's the madness and sadness and everything in between. Not that I'm not overjoyed, it's just another phase, I guess, in life that I need to adapt, adjust and survive yet again. It's another ups and downs in life, and I don't know why I keep forgetting the previous problems where I struggled and didn't die. Thought that if I had remembered them, I wouldn't be so desperate to end my life constantly. But of course, I have God and faith. Even the slightest faith in God, keeps me alive and motivated.

At some nights, I have full expectation that God with help me go through the next 9+ months in my life. It's going to be a very very tough one, I always begin with the intention to give up. And of course, I don't know what 'give up' means of course. Does that mean running away from my responsibilities and jump into a whole new chapter? Does it mean leaving behind my family, friends and work? Does it mean coming home to akhirat? I've always assumed it's the latter, although I know I'm not the one to decide that. It's beyond my control and even my knowledge. Every day after those nights, I just feel numb and tense repetitiously, and it is very very tiring. My body responses accordingly, it loses appetite, it loses compassion by a bit, and it becomes very draining.


Let's see, it's still too early to decide many things. Although I have things and plans in mind.

Who's the best planner but Allah?

:)

Thursday 24 March 2022

sepasang buah hatiku

Nak,
Biarlah post ini mengingatkan kita bahwa kalian adalah dua makhluk titipan Tuhan yang paling indah yang pernah kujaga. Lelah dan sakitku kalian buat tak ada artinya. Aku akan terus menyayangi kalian.

Biar kalian tumbuh dengan penuh rasa cinta, rasa cukup, rasa syukur dan rasa ingin tahu tentang dunia. Hingga akhirnya kita berjumla lagi pada masa yang paling kekal.

Biarlah aku menyayangi kalian hingga kalian paham bahwa manusia hakikatnya adalah lemah lembut dan banyak silapnya. Biarlah aku menyayangi kalian hingga lelah berubah jadi bahagia.

Ingat nak,
Aku adalah salah satu yang akan selalu menyebut kalian dalam doa. Aku yang selalu siap di belakang kalian saat kalian lelah dan butuh jeda. Aku adalah rumah yang selalu siaga. 

Dan aku, adalah jiwa yang beruntung diberi kesempatan memiliki kalian berdua. Terima kasih atas semua momen kita bertumbuh dan belajar bersama.

Ibu sayang kalian, manusia manusia hebat.

Wednesday 23 March 2022

Memaafkan Diriku Sendiri

Pagiku dimulai dengan menghirup udara yang meniup niup setelah hujan. Iya, aroma tanah basah setelah hujan; petrichor. Aku mendekap kedua bahuku erat, aku bilang terima kasih sudah bertahan, terima kasih sudah berjuang. Untuk sekali dalam sekian lama, aku merasa cukup dan tidak banyak menuntut. Aku memilih memaafkan diriku sendiri yang memang terbatas dan tidak selalu terbalas. Aku memaafkan diriku yang masih dalam tahap belajar tanpa berhenti.


Aku mendalami rasa lelah di setiap sendi badanku, aku merasakan tulangku seperti menegaskan kehadirannya dan menopangku secara mental lebih kuat lagi. Tulang kakiku seperti berbisik pada nadi di sekitarnya untuk tetap kuat dan berdiri tegak. Punggungku seperti mendengar dan turut bersorak lewat tegapnya dan mekarnya diafragma yang terasa.


Aku memilih memaafkan diriku yang masih begitu belia dalam memahami banyak hal. Aku memaafkan diriku lewat pelukan sepertiga malam dan berkata hal-hal afirmasi dalam hati supaya langkahku lurus lagi. Supaya siap berlari, dan setiap hembusan nafasku ikut mengimbangi. Hari ini aku memaafkan diriku yang masih terbata dengan semua yang kukira nyata maupun maya. Hari ini aku memaafkan diriku yang masih suka melihat berbayang, entah karena usia atau terlalu banyak benda.


Maafkan aku, wahai diriku yang selalu meminta satu hari lagi untuk berasa di sini sampai nanti berjumpa di akhirat yang hakiki. Maafkan aku, wahai jiwa yang suka merindu garis akhir dunia.

Sunday 27 February 2022

Di Antara Rahasia Rahasia Allah

Aku catatkan beberapa malam yang menjadi salah satu rahasiaku dengan Allah.

Malam-malam yang kusimpan sendiri, yang katanya disaksikan malaikat dan Allah di setiap menitnya. Aku catatkan banyak doa dan minta, salah satunya ampunan dosa.

Aku juga catatkan banyak rasa dan kekhawatiran akan hari depan. Hari yang kadang menakutkan kadang aku harapkan.


Di antara rahasia rahasia Allah, salah satunya adalah ampunan, yang selalu dambakan.

Di antara rahasia rahasia Allah, aku selipkan permohonan akan adanya perjumpaan.

Wednesday 16 February 2022

Hari Kasih Sayang

Mengingatkan diriku:
Saat menikah denganmu, keadaanku adalah pasca terluka dua kali bertubi-tubi. Saat itu bukanlah saat terbaik dalam hidupku selama dua tahun terakhir umurku. Aku yakin-yakinkan diriku, diiringi belasan malam tangisan memohon Allah menunjukkan jalan terbaik untukku. Aku meminta kebaikan Allah mengizinkan lagi ber-imam kepadamu dengan semua berkah dan ridho-Nya.


Buatku, sebuah anugerah dan rahmat bahwa kamu memilihku. Buatmu, mungkin ini juga keputusan besar atau berat untuk menikahi seorang janda. Dahsyatnya lagi, bukan hanya aku yang kamu selamatkan, namun juga dua anakku. Aku tau, walau kamu mengelak dan menolak merasakan beratnya, itu adalah hal yang begitu berat buat mu.


Terima kasih ya, for putting me first. Terima kasih atas semua usaha dan upaya panjang dan melelahkanmu. Terima kasih sudah selalu mencoba dan mencoba lagi setiap hari. Terima kasih sudah berdamai dengan egomu & hatimu. Terima kasih untuk setiap pelukan dan pelajaran di hidupku dan anak-anakku. Terima kasih sudah menaungi kami & belajar bersama demi keluarga kecil kita. Terima kasih kamu berbesar hati menerima lebih dan kurangnya hidup bersamaku.


Aku sadar, ada belasan skenario lain di pikiranku tentang masa depan kita, dari yang manis hingga yang menyakitkan, tapi aku nggak risau. Beratnya hidup, saat dijalani dgn izin Allah dan keyakinan atas pertolongan Allah, serta dengan orang yang tepat, pasti bisa dilewati. 


Aku jarang risau tentang kita, karena rahmat Allah begitu dekat, dan setiap doaku mendekapku dalam keyakinan bahwa Tuhan tidak membenci kita. Aku harap kamu dapat pengingatmu bahwa jika kita berdoa, Allah pasti kabulkan.

Selamat hari kasih sayang, setiap hari, buat kamu, suamiku.

Friday 28 January 2022

Seperti Senja yang Tidak Kamu Pahami.

Iya. Kamu selalu kesal setiap senja karena kamu takut gelap.

Menurutmu, senja adalah waktu terburuk karena itu artinya harimu selesai, produktivitasmu harus tertunda, dan kamu harus mengakhiri hal yang kamu nikmati. Aku mempelajari kesalmu selama beberapa hari, lalu kubuat pola tentang kenapa kamu kesal dan apa yang kamu lakukan saat kamu kesal. Menurutmu, Senja suka mengganggu dan tidak bisa memahamimu seperti makhluk lainnya. Sedikit sekali mungkin kamu lupa, bahwa senja memang bukan makhluk yang bisa kamu bentuk atau kamu atur. Aku mempelajari senja dari terbitnya hingga hilangnya ditelan gelap. Senja menyimpan beberapa cerita dan nyanyian, yang aku dengar perlahan belakangan. Jadi jika kamu baca jurnalku ini, biar kutuangkan hal yang kamu mungkin tidak mengeri tentang senja.


Senja adalah bagian dari rotasi bumi dan kodrat ilahi. Senja adalah indah walau menandakan gelap akan datang. Senja adalah hal yang ditunggu banyak orang, terutama pekerja malam dimana mereka mulai bergerak mengais rejekinya. Senja adalah hal wajar, yang bahkan ketika sedang mendung atau basah karena hujan, ia tetap hadir melengkapi putaran hari. Senja adalah tanda saat kamu harus rehat dari semua ambisimu, dari semua lelahmu, dan bahkan dari semua lukamu sedari pagi. Senja adalah hal yang aku sukai, dan senja adalah yang membuatku bergairah menjalani sisa hidupku.

Senja adalah fenomena alam yang naturalnya memang mengantarkan malam. Dan senjalah yang mengajakmu pulang. Senja yang menunjukkan jalan ke rumahmu, ia begitu indah dan bermanfaat jika saja kamu mau memahaminya.


Senja adalah indah jika saja kamu mau duduk sebentar, meredakan kesibukanmu dan menatap warnanya yang berubah-ubah mengikuti musim dan zaman. Senja adalah sisa terang bagi sebagian orang untuk menutup segala urusan. Senja adalah alasan mengapa matahari bukan satu satunya bagian dari dunia.


Senja yang selalu kamu cari-cari salahnya itu adalah juga bentuk kuasa Tuhan yang sengaja dikirimkan sebagai tanda kebesarannya. Senja adalah hal yang sering juga kita remehkan, sesekali kita ambil cahanya saat indah, lalu kita lupakan saat kita sedang sibuk dengan yang lain. Senja adalah hal yang selalu aku rindukan. Senja adalah bagian waktu beranjaknya kita menuju malam. Senja adalah pelengkap.


Senja adalah.... yang kutunggu.

Dan yang menungguku. Dan aku yang mendampingimu dalam gelapmu, dalam gelap senja.

Wednesday 26 January 2022

This is the year of denial.

Yes. 2022 is probably just like another year; a year of denial. We often abandon feelings and thoughts that should be addressed and released. I reckon it's because we have other collateral thoughts and fear of making another life-complication. So we just decided to hide them inside us.

Little that we know, what we try to burry inside is the main heart problem. Yes. Literally and figuratively.

How many times a day you verbally mention "what makes me happy today?" as well as "what upsets me today?" ?
I bet it's zero.

No, we don't confess feelings like that deliberately without being asked. Even when we are asked, we filter things that come out of our mouth. We are scared, we are full of doubt, we are unable to express feelings on most days.

Yet, we survived.
In denial.

Friday 14 January 2022

What does A Heart made of?

Aku selalu bilang pada diriku sendiri, bahwa hatiku terbuat dari rahmat Allah.

Aku nggak tau persis apa maksudnya, tapi aku yakin, hatiku ini terbuat dari zat yang sebegitu hebatnya sehingga setelah bertubi-tubi dia dipecahkan, serpihannya berajut lagi jadi kepingan yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Aku juga merasa, hatiku begitu lembut dan rapuh. Yang bisa dilakukannya cuma zikir dan menyebut asma Allah. Udah, hanya itu yang konsisten dilakukan. Kapasitasnya seperti nggak berukur, dan nggak bisa didefinisikan sedalam dan seluas apa, terlepas betapa selalu penasarannya aku.

Belakangan, hatiku rindu pulang. Aku juga nggak tau, pulang apa dan kemana.

Mungkin ke tanah akhirat? Apa hati ini sudah selelah itu?

Kalaupun iya, hati sedang tidak sejalan dengan fisik dan dunia. Fisikku masih berjalan dan dunia juga masih berputar. Hatiku sudah ingin berhenti.

Terbuat dari apa hati ini?

Tuesday 11 January 2022

Missing My Kids

Sometimes I feel funny how being a few centimeters away still feels far away from my kids.

Yes, it's most nights. I miss them.

I thought I was too lost in the future that I think I'd lose them.

Eventually I will, I know I will.

But some nights I treasure the togetherness when we are all asleep. Some nights I just woke up to see them sleep, and I pray good things upon them. Some nights I feel so guilty for being imperfect. Some nights I feel so empty because everything has changed since their arrival. Some nights I blame hormones for making me too sensitive. Some nights I want to hold them forever. Some nights I whispered my love, my dreams for them while landing my kiss on everything that I could reach from them. Some nights I smelled their odors much much deeper than usual. It gives me peace.


Being with them gives me peace. I feel like I owe them so many things, so many times and so many chances. I took many things away from them, even maybe I choked them too hard with reality.

I assured myself that I have to be strong and tough. I assured myself that they will be unharmed in anyway. I assured myself that changes are sometimes good. They will be fine, they will be loved, they will be protected.


I keep on reminding myself they are not forever mine. I'm only blessed once in this life to have them, so I might as well not only shower them with goodness but also with reality. I deeply hope we'd meet again in jannah. The place where I'll never miss them. Ever.

Monday 10 January 2022

2022 is to meet in the middle

 I journal-ed a lot lately in my notebook. Yes, it's the small blue note book that I always carry around in my pink pouch. I don't know why, my writing is not that good anyway, plus typing is so much quicker and easier. I think it's just my emotional imbalance that pushes me to handwrite instead of type.


Okay, I thought we agreed we'd meet in the middle.

But then I remembered, no, it was me who suggested it and you were never on the same page. You never agreed to it. It's always me.

I thought I'd give you time alone when you're feeling unsure, then when you're a bit fine, you can talk it over to me. But you never did. You kept it all by yourself, and I try to let it slide, most of the times. I get to do the hard work translating and interpreting why you act what you act. You were never taking any part in helping me figure things out. Either you want to let it pass or you really have no idea how to tell me. Or maybe you think I must be so smart to think everything alone and figure everything on my own? Oh, whatever it is.


My last journal told you things that I don't tell you. Mostly I kept it to myself.

Yes, I know, right? You might be thinking "what? you have things that you DON'T TELL ME? Of everything you always share and talk about?"

Yes. There are. 


Or maybe, "no, if you want to tell, you'd tell. If you want to keep, go ahead"

Ah I see, you are this one.


It's okay, we both know I'll keep writing whether you're going to find out or not. I'll keep writing without hoping you'd notice. I'll keep writing for the sake of my sanity. Despite everything I always tell, believe me, there are many more other things I don't.


Because I know we wouldn't meet in the middle. So let me level with you, and I'll travel what's not convenient for me just to make you convenient with being you.