Posts

Showing posts from May, 2020

Mencintaimu Setengah Jam Sehari (Part. 2)

Pacarku Udarana, Masih ingat jelas aku minta kamu jadi istriku saat acara utama kita akhirnya akan selesai dan cabang kedai baruku segera dibuka. Kamu bilang pacaran dulu, dalam hatiku tertawa, "apa sih pacaran?". Menurutku itu hanya buang waktu dan membuka aibku sebagai calon suamimu. Aku mau kita pacaran setelah menikah, karena aku yakin kamu adalah calon istri dan ibu yang baik untuk masa depanku kelak. Iya, aku tau, kamu yang nggak yakin sama aku. Aku juga nggak yakin sama diriku sendiri. Maka hari demi hari kita lalui dengan pertengkaran tidak berarti. Apa sih maknanya perbedaan budaya dan kebiasaan kita kalau akhirnya kita harus menyesuaikan dan banyak kompromi sebagai suami-istri? Maka dengan ini, aku putuskan untuk mencintaimu setengah jam sehari. Aku yang akan telpon kamu, setiap jam 3 sore, setiap hari. Kita cerita hari itu, setiap harinya. Kenapa? Karena setengah jam adalah waktu yang paling tepat untuk saling mengikat tanpa rasa takut kehilangan. Karena sete...

Mencintaimu Setengah Jam Sehari

Aku habis ribut dengan ibuku. Katanya, aku kalau mencintai orang kok nggak bisa dalam keadaan tenang. Kali ketiga putus cinta, bukan peluk kudapat dari ibu, tapi omelan. Katanya, aku harus belajar santai dalam mencintai orang. Okay, mungkin saatnya ini menekan tombol "pelan" di hati dan otakku. Tumben, keduanya bisa akur dan berdampingan. Padahal seringnya mereka bertentangan dan saling melawan. Sini, duduk sebentar, biar aku ceritakan. Abdul. Dia kakak kelasku di sekolah dulu. Karena hobinya main volley, menurutku Abdul bukan kakak kelas biasa. Lewat sahabatku, aku dapat nomer HPnya dan kami mulai berkirim pesan singkat selama dua minggu hingga akhirnya dia nembak aku untuk jadi pacarnya. Senormalnya siswa SMA yang jatuh cinta (monyet), tentu aku bahagia rasanya punya pacar pertama. Semuanya begitu cepat, aku belajar memahami hobinya, menghafalkan jadwal kelasnya, mengunjungi rumahnya saat orang tuanya tak ada, dan hal 'pacaran' lainnya. Suatu hari dia minta putus. A...

Surat Terbuka Untuk Afi (part 2)

Dear Afi Today is officially a crying day for me after the dream I had about you. We met in a friend's gathering for photoshoot, you were wearing your authentic Javanese outer and wearing your nerdy glasses. I held your hand and we talked with our friends. Before I left the party, I hugged you and said I missed you, you hugged me back and told me to be happy. I asked "Fi, kayak apa sih di sana?" "Terang le, kadang kedengeran suara ngaji samar-samar, kadang adem, tapi terang dan sendirian" then I hugged you one more time before I woke up. Fi, ini udah taun ke-empat sejak lo pergi. Asli, masih sama rasa nggak percaya-nya waktu pertama gue denger lo meninggal. Gue masih inget telpon Bapak dan Ibu, mereka cuma bisa nahan tangis sambil minta maaf. Sampe sekarang gue pun belum ke makamlo, maafin ya, I will very soon. Udah janjian sama Ibu kok. What I wanted to tell you this time, was unlike the one I wrote before . This time I just wanna say, mungkin dari sek...