Sunday 19 July 2020

Tentang Pertemuan Kita, Selasar Tertawa dan Ringisan Manja

Ada ratusan momen dimana yang kuminta hanya sendiri saja. Semata karena lelah menaruh harapan pada manusia & berusaha terus memahami hal yang fana. Aku ingin sendiri tanpa banyak pertimbangan & persetujuan semata.

Setiap momen itu, aku perlakukan dengan berbagai pilihan emosi (iya, aku bisa memilih emosiku) dan selalu kamu gagalkan. Ada yang bilang, aku yang lemah dengan verbal, sentuhan dan kata-kata. Ada yang bilang, aku hanya takut kesepian saja.

Andai kamu tau, aku merasakan damai dalam sepiku. Aku menangis dan tertawa saat sendiriku, jadi kurasa boleh aku tidak setuju pada anggapan itu.

Andai kamu tau, aku merasa tua namun begitu lugu. Usiaku tidak sesuai dengan emosiku dan katanya itu bukan hal yang baru. Banyak hal ambigu yang katanya validasi apapun tidak akan berlaku. 

Itu yang kurasa soal kamu, sikapmu, pilihan diksimu, & caramu menatap mataku. Itu yang kurasa soal setiap ucapan rindu, atau  saat genggamanmu erat tak sudi melepasku. Itu yang kurasa saat aku diterpa ragu apakah kamu benar cinta atau sekedar candu.

Mas, ratusan momen dimana aku pamit pergi, adalah ratusan momen untukmu menetapkan hatiku kembali. Soal hal yang saling tidak kita pahami supaya kita bisa pelajari, dan akhirnya apapun itu akan kita hadapi.

Maaf, aku masih begitu lamban atau bahkan menyebalkan. Maaf langkahmu jadi ketambahan beban, dan sering aku jadi hambatan. Maaf, aku belum bisa berpikir mapan, dan ucapan atau sikapku kadang tidak menyenangkan. Maaf jika mimpiku dan mimpimu tidak selalu berdampingan atau justru bertentangan.

Terima kasih untuk setiap keyakinan baru yang kamu tanam di hatiku, yang menutup banyak malamku sengan rasa haru sekaligus rindu untuk bertemu. Padahal amarah sering datang mengganggu setiap romansamu, tapi kamu selalu begitu; ada di situ & masih menunggu.

No comments:

Post a Comment