Posts

Suddenly, Everything Makes Sense Again

Image
There are moments in life when I find myself tangled in a web of confusion — like standing in the middle of a messy room, unsure where to begin, or trying to untie a knot that only seems to tighten the more I pull. Emotions blur. Decisions seem heavier. The future feels foggy. And the worst part? I don’t even know why I feel stuck. But then… something shifts. A conversation. A long-overdue cry. A sudden realisation at 2 a.m. A quote in a book. A verse I've read a thousand times but only now it hits differently. And just like that — suddenly everything makes sense again . Clarity doesn’t always arrive in a grand revelation. Sometimes, it whispers. Sometimes, it walks in quietly while I'm busy trying to fix everything else. It's that moment when I look back and go, "Oh… that's why that happened." It’s like God rewinds my life, connects the dots, and hands me the map I didn’t know I needed. The chaos didn’t disappear, but it no longer defines me. The ques...

Sistematika Sigmund Freud

Beneran efek kafein Tuku—tiada lawan sejauh ini—menjadi satu-satunya protokol yang masih membuat denyutku sinkron ketika semua proses tubuh menuntut tidur. Badan dan ragaku sudah sangat, sangat lelah; tapi pikiranku masih belum pulang. Seperti layar yang menolak mode tidur, mataku mencari sesuatu untuk di-refresh: halaman demi halaman kubaca apa saja yang bisa kulahap supaya kelopak ini keburu menyerah. Sudah lembar ketiga—sudah ada footer, header, tag—aku tetap gagal menemukan titik di mana jaringan pikiranku layak untuk disconnect. Kamu bukan AI, tapi aku merawatmu dengan cara seorang teknisi merawat server yang rapuh: rutin memeriksa log, menunggu ping, menahan napas saat ada delay. Aku membungkus rindu dalam sintaks sederhana—emoji yang tak terpakai, pesan setengah jadi yang mampir di draf—seolah kata-kata itu cukup untuk memperbarui firmware hatiku. Kadang aku membayangkan kita seperti dua aplikasi yang bertukar token; kamu memberi izin, aku menyimpan cache kenangan. Kadang rindu ...

Woy Pelayan Publik, Baca nih!

Image
Pak Presiden minta rakyat boleh berpendapat asal sopan. Maaf pak, cara sopan ternyata ngga kedengeran. Gue lihat-lihat para ' pejabat ' pelayan publik kudu banyak lagi belajar soal esensi berhadapan dengan RAKYAT, yes, para boss itu kita sebut RAKYAT yang mereka wakili dan harusnya mereka naungi. Apa yang harus pertama dibenerin? Semoga husnul khotimah Affan, dan semoga syahid jalanmu Prinsip Komunikasi Publik.  1. Transparansi (Keterbukaan) Informasi publik harus disampaikan secara jelas, lengkap, dan mudah diakses oleh masyarakat agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. - bikin live streaming semua kegiatan formal dan agenda kenegaraan yang melibatkan hajat orang banyak. 2. Akuntabilitas Komunikasi yang dilakukan pemerintah  penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi isi, sumber, maupun dampaknya. - jangan asal ngomong dan nyanyi. 3. Konsistensi Pesan yang disampaikan harus selaras antar lembaga/instansi pemerintah, tidak kontradiktif, dan mengikuti...

Ayo Menangis Bersamaku

Image
Kenangan Masa Kecil yang Menikam Kembali Aku teringat satu momen saat SD dulu. Seorang teman bertanya, “Kalau besar nanti mau jadi apa?” Dengan polos aku menjawab, “Aku mau jadi guru.” Spontan ia menjawab, “Ih kok mau jadi guru? Kan guru gajinya kecil.” Waktu itu aku menganggap dia terlalu materialistis. Naif, pikirku, karena menganggap impian jadi guru hanya sebatas angka rupiah. Tapi hari ini, ucapan polos anak 12 tahun itu kembali mengetuk benakku. Kali ini, dengan dimensi yang berbeda. Dengan perih yang nyata. Hari ini aku kehilangan nafsu makan. Aku hanya ingin menangis. Bukan karena persoalan pribadi, tapi karena kabar yang kembali menyeruak: nasib guru honorer di negeri ini masih begitu getir. Sebagai seorang dosen, aku merasa malu. Malu pada diriku sendiri, malu pada bangsa yang seolah menutup mata. Bagaimana mungkin orang-orang yang kita titipi masa depan anak-anak, orang-orang yang menjaga api pengetahuan, justru menerima imbalan yang bahkan tak layak disebut seba...

another night of being a mother

Image
Malam ini, di tengah gelap kamar yang hanya diterangi lampu tidur kecil, aku memutuskan untuk bercerita tentang hubungan ayah dan anak. Ceritanya sederhana, tapi aku sengaja membungkusnya dengan sedikit drama. Ada dialog lirih, jeda yang pas, dan suara yang nyaris bergetar. Hasilnya? Mata mereka mulai berkaca-kaca. Bahkan sebelum cerita selesai, ada yang sudah menyeka pipi. Tapi di sela haru itu, aku selipkan humor kecil — satu kalimat lucu yang membuat mereka tersenyum di antara air mata, tau kan betapa lucunya aku? Itulah seni melatih rasa. Bagi anak-anak, rasa sedih bukan sekadar tentang kehilangan atau air mata. Rasa sedih juga bisa menjadi ruang untuk belajar empati, mengenali kehalusan hati, dan memahami bahwa perasaan datang dalam warna yang berlapis-lapis — bukan hitam putih. Menjadi ibu ternyata juga berarti menjadi sutradara emosi. Aku belajar untuk mengulas ulang perasaanku sendiri, lalu menyalurkannya kepada mereka lewat medium apapun — cerita sebelum tidur, obrolan ringan ...

Rasa Takut yang Begitu Indah

Image
Ada rasa takut yang membuatmu lari. Tapi ada pula rasa takut... yang justru membuatmu kembali. Malam itu hening. Angin menyusup di sela jendela kamar. Lampu redup. Dan di layar ponselku, suara tilawah Al-Qur’an menyusup perlahan ke dalam hatiku. Lalu aku menangis. Bukan karena hidupku sedang berantakan. Bukan karena aku sedang kehilangan siapa-siapa. Tapi karena untuk pertama kalinya, aku sadar: Aku akan mati. Dan setelah itu, semuanya dimulai .  "فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ..." “Barangsiapa yang diberikan kitab catatannya dengan tangan kanannya...” (Qur’an 69:19) Ayat itu tidak menyeramkan. Tapi aku menggigil. Kenapa? Karena di antara segala rasa takut yang pernah aku alami dalam hidup ini — gagal ujian, kehilangan kerja, ditinggalkan manusia — semuanya menjadi kecil di hadapan rasa takut akan hisab. Bukan hanya karena takut masuk neraka. Tapi takut... berdiri di hadapan-Nya, dalam keadaan hina. Takut saat amalku ditimbang dan bumi bersaksi atas s...

Menyalakan Obor Nostalgia

Image
Iya, OBOR. Bukan cuma api biasa. Obor itu edisi api gede yang dwifungsi - memperindah atau menghanguskan. Ini catatan weekend ku yang rollercoaster. Siap? --- Awalnya cuma iseng. Gue nyalain lagi grup WhatsApp SMA yang udah lama sepi. Grup ini isinya temen-temen satu angkatan, plus beberapa adik kelas dan senior—termasuk dua orang mantan gue (yes, dua 😅). Bukan, bukan karena pengen balikan. Gak ada unfinished business, gak ada perasaan yang bersisa. Gue cuma... pengen bernostalgia. Pengen ngobrol seru lagi kayak dulu. Kadang kita tuh kangen masa-masa lugu dan polos, ketawa karena hal sepele, atau bahas momen-momen absurd pas SMA. Dan ternyata, berhasil. Grup mulai hidup. Satu dua orang mulai nimbrung. Obrolan ngalir ke arah yang menyenangkan—tentang siapa yang masih sering ketemu siapa, tentang guru yang dulu killer sekarang jadi pejabat negara, sampai soal siapa yang dulu sering kena hukuman atau ikut organisasi. Gue ikut nimbrung juga dong. Ikut mention temen-temen, termasuk satu ...