Saturday 8 November 2014

Refleksi

Bulan ke 23 pacaran sama Abel. Refleksinya banyak banget, lebih banyak dari refleksi apapun yang pernah gue sadari.

Setiap mau ngeluh, inget lagi bahwa lebih penting bertahan dan berjuang daripada being weak.
Setiap mau ngomel, inget lagi bahwa emosi nggak menyelesaikan masalah, justru memperkeruh.
Setiap mau manja, inget lagi bahwa being vulnerable malah akan bikin capeknya makin kerasa.
Setiap mau komplain, inget lagi Abel has done so much too in his limit to make me happy.

Sebenernya bukan seberapa sayang Abel sama gue, jelas beda level dibanding waktu kami baru pacaran dulu. Kali ini lebih ke seberapa kuat kami bisa bareng dan bertahan dengan semua ke-nggak cocok-an kami.

Gue rasa Abel selalu punya pilihan untuk sendiri, ngapain buang waktu dan tenaga pacaran sama gue. But then, enggak. He stays. He keeps trying and we keep trying. I think so far we survived the relationship phases. I don't know for how long. I used to know, I just don't know now.

Tadinya kepikiran sedikit untuk give up. Terus somehow something always hold me back; too much that we have been through together. And I am keen to learn. Gue rasa bukan "udah umur segini males main-main lagi" atau "males move on dan kenal sama orang lain trus mulai dari 0 lagi" atau "ah susah cari yang kayak dia lagi". Gue rasa lebih ke "gue sayang sama dia" dan gue selalu inget kenapa dulu gue mulai.

Ya paling enggak itu alasan gue bertahan. Kalo ada yang tanya seneng gak sih ngejalanin ini? Gue bilang seneng. Bedanya, sekarang gue lagi kurang-kurangin ekspresi seneng, sedih, sebel atau apapun yang sifatnya emosional. Bukan karena nggak ngerasa, tapi sekedar reminder ke diri sendiri bahwa terlalu emosional juga nggak baik. Happy life is private life.

Gue berhenti berpikir negatif dan mulai cuek kalo emang nggak bisa mikir positif. Nggak semuanya harus dipakein hati dan perasaan kok. Kalo ada sensitivitas dan sentimen, bisa ditahan. Atau dialihkan.

Mungkin ini dia momentum paling sempurna buat gue menghargai "pertemanan" dengan beberapa orang terdekat gue, yang setia banget dengerin apa yang nggak bisa gue ungkapkan ke Abel. Bukan nggak nyaman, cuma menghindari konflik dan bias aja. Toh nggak mengubah perasaan gue ke Abel, jsutru menambah nilai refleksi gue terhadap diri sendiri.

Selebihnya, gue semacam pasrah. Tuhan udah ngatur semua kan, gue cuma tinggal doa dan usaha. Iya, usaha. Yang namanya usaha pasti ada capek dan pengorbanan, tapi ada hasilnya juga. Lagian temen gue pernah bilang, "kalo elo mau baik, baik aja tulus, Gak usah mengharap apapun in return, not even hoping dia notice bahwa elo baik. Sincere aja" ya kan? Satu pelajaran lagi.

Udah bukan waktunya lagi ngukur atau menilai. Sekarang saatnya gue menikmati dan terus jalan buat hal yang gue yakini. Mau susah, mau seneng, mau sedih, mau ngagetin, mau sakit, mau apapun itu, ya gue jalanin. Sambil terus refleksi; apa yang bisa gue perbaiki, apa yang harus gue hindari, apa yang boleh gue teruskan dan apa yang sebaiknya gue kurangi.

Memang begitu kan hidup? Belajar.
Selamat tanggal 7, kesayangan, It's funny how my feelings for you never change since the day 1 that you asked me "would you be mine?"

:)