Friday 9 January 2015

Revolusi Mental Naik Angkot

Sebagai alternatif transportasi umum yang terjangkau dan cenderung lebih mudah diakses, angkot tentunya jadi andalan banyak orang, terutama di Jakarta. Gue pribadi cinta banget sama kemudahan dan akses naik angkot yang memang super murah dan gampang karena lewat depan gang rumah dan langsung menuju ke terminal utama; Pulo Gadung.

Yang belakangan jadi pet-hates gue adalah: mental para penumpang yang malas dan individualis serta berpikiran sempit. Gue paham, tujuan orang naik angkot pada umumnya sama kok; gampang, murah dan gak jalan jauh dari tujuan maupun rumah. Sama, gue juga mikir gitu.

Pet hates gue adalah ketika seorang penumpang turun di satu titik, selalu ada penumpang lain yang sebenernya titik tujuannya deket dari tempat si penumpang pertama berhenti. Ngeselinnya, dia memilih untuk nggak turun, dan sang supir yang baru naikin perseneling dari gigi 1 ke gigi 2 karena mau nambah kecepatan harus dihambat sama suara "kiri bang" dari orang yang sbenernya tadi bisa berhenti bareng sama penumpang pertama.

For social reason, itu BIKIN MACET karena si angkot harus berhenti berkali kali dalam radius ratusan (bahkan puluhan) meter untuk nurunin satu orang  penumpang. Not to mention that itu memperpanjang durasi perjalanan penumpang lain yang akan turun di destinasi berikutnya. Come on, itu kendaraan umum for more than one person loh, be considerate and kalo mau premium service sampe depan rumah karena males jalan; TAKE TAXI!

For corporate reason, ini yang suka nggak kepikiran sama penumpang, yaitu BOROS BENSIN DAN MEMBUAT KAMPAS REM MOBIL AUS, karena berkali kali berhenti dan kalo kenyamanan di angkot berkurang, yang   adalah si penumpang lagi. Kasian kan supir yang harusnya bisa kejar setoran atau punya uang simpanan ternyata harus spend more untuk maintenance angkot mereka. 

For mental reason, ayolah, seratus dua ratus meter nggak akan bikin kita mati kok kecuali kalo kita emang bawa 18 kwintal beban dari pasar induk. Jalan kaki kan sehat, apalagi kalo cuma deket jaraknya, nggak ada alesan capek untuk orang sehat yang sebenernya mau ngalah ikut turun di titik berhenti angkot yang deket dengan tujuan dia berhenti.

I think these people are being inconsiderate, selfish, spoiled and ignorant to care about such things. Kalo yang penting murah cepet dan enak nggak diimbangin dengan mental simpati dan semangat mengalah, sama aja dong kita dengan para princess yang kita cela karena being manja, mbermewah-mewahan dan males bergerak dengan berbagai excuse.

No comments:

Post a Comment