Sunday 17 July 2011

bayar utang (part 2)

rasanya kisah Eron harus diselesaikan ya.

jadi Eron sedang menghabiskan makan siangnya sebelum kembali bergelut dengan tugas sekolah dan pelajaran yang harus ia hadapi esok di sekolahnya. setengah semester berlalu, namun Eron merasa ini belum apa-apa dibanding apa yang harus ia tebus selama setengah semester lagi.


***

Aku adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaklu Irfan, tinggal bersama Papa di rumah Papa. Aku belum mengerti kalau tiga tahun lalu, Mama mencoba merebutku dari Papa dikarenakan rasa gengsi dan sakit hati. Papa selingkuh, lalu menggugat cerai Mama. Saat itu, si Nyonya besar terpukul sekali dan marah hingga bertubi-tubi. Suami yang dicintainya meninggalkannya demi seorang wanita yang tidak jelas, seperti seolah melupakan apa yang sudah mereka melewati bersara. HIngga sore itu, Kak Irfan berkunjung ke istanaku.

***

"Kak Irfan gimana sekolahnya?"
"Baik, kamu gimana rapot tengah semesternya?"
"Nggak tau, Mama belum cerita"

"Papa masih suka dongeng buat kakak sebelum kakak tidur"
"Ohya? Mama nggak pernah, tapi Bibi selalu dongeng untuk Eron""Eron tau nggak kenapa Eron ikut Mama dan Kakak ikut Papa?"

"Karena Eron masih kecil"
"Bukan,"
"Lalu kenapa Kak?"
"Karena Mama sakit hati sama Papa. Papa selingkuh dan ninggalin Mama"
"Mama bilang Mama sayang sama aku dan Kak Irfan kok"
"Iya, sedikit. Mama cuma gengsi karena kehilangan Papa dan statusnya sebagai istri Papa"
"Eron nggak ngerti, Kak"
"Eron, di persidangan itu, seorang anak kayak Eron memang normalnya ikut sama Ibu"

"terus?"
"Kebetulan aja Mama punya kerjaan dan sanggup menafkahi Eron, makanya pengadilan memutuskan Eron ikut Mama. Padahal sebenernya Mama cuma mau bikin Papa sebel karena Papa nggak bisa bareng sama Eron. Mama gengsi""Jadi Mama nggak sayang Eron" aku lalu menunduk lesu mengingat sikap dingin Mama selama ini
"Mama sayang sama Eron, tapi kemenangan Mama di persidangan, yang menetapkan Eron ikut mama dan Kakak ikut Papa itu semata-mata karena Mama gengsi dan pengen bikin Papa sakit hati"

Aku masih menunduk, aku cuma seorang anak kecil yang merindukan keutuhan Papa dan Mama. aku tidak paham kenapa ada yang namanya perpisahan dan hak asuh terpisah. Aku belum mengerti tentang apa itu sakit hati dan perceraian. Aku hanya rindu keutuhan Mama Papa.

"Kakak juga diabaikan sama Papa, tapi itu karena Papa sibuk"
"Papa punya pacar lagi ya, Kak?"
"Nggak tau, Kakak nggak pernah tanya soal itu."
"Oh, soalnya Mama punya pacar, Kak"
"Ohya? coba cerita yang kamu tau"
"Kalo malem Mama puiang, dianter sama Om Jawa" Irfan refleks tertawa mendengarku mengidentifikasi seseorang dengan ras-nya, "terus kalo pagi, Mama suka telfonan lamaa banget sama Om Jawa"
"Namanya bukan Om Jawa, Eron, itu asalnya"
"Eron nggak tau, nggak pernah denger Mama cerita soal pacarnya, tapi mereka pacaran, Kak"
Irfan menggeleng pelan mendengar ceritaku. Ia termenung membayangkan kesepianku di sekolah dan di rumah. Mama sebenarnya perempuan baik yang gigih dan pintar. Sejak Papa selingkuh dan mereka bercerai, Mama berubah jadi perempuan dingin. Mama mengiriminya hadiah di setiap kesempatan, namun tidak pernah hadir secara fisik dan emosional. Kak Irfan mulai terbiasa dengan perhatian berupa materi dari Mama.

***
"Eron, kakak pulang ya, kamu belajar yang serius. Weekend nanti kita berenang"
"Kak, bilang sama Mama dong kalo kita ketemuannya sama Papa tiap minggu aja, jangan sebulan sekali" Irfan mendengarkan lebih seksama lagi, "abisnya kalo lagi main seru, Mama suka telpon Papa nyuruh nganter Eron pulang. Eron kan kangen sama Papa"
"Iya, nanti Kak Irfan bilang sama Mama"
"Eh, Kak, jangan bilang Eron yang minta ya, nanti Mama marah sama Eron"
"siap boss!!" Irfan membentuk sikap hormat dengan tangan di keningnya.
Setelah toast, Kak Irfan pamit pulang.

***

"Papa kan kerja, nanti malem baru pulang. Nanti malem Eron sama Mama sama Papa makan bareng juga sama Kak Irfan. Sekarang kita makan dulu baru kerjain PR ya?" Bibi membuat nada yang cukup meyakinkan aku. Aku sendiri bukan nggak inget kalo Papa dan Kak Irfan sudah nggak ada. Aku hanya mau pertanyaanku dijawab, dan aku udah nggak peduli lagi jawabannya jujur atau bohong. Aku hanya mau dilihat, didengar dan dijawab.
"Bibi, aku mau tambah sayurnya." aku ingin sehat dan kenyang di suapan terakhirku siang itu.



No comments:

Post a Comment