Wednesday 28 March 2012

gerakan anti-procrastination

"Kal, kalo suka bilang aja! lo semakin lama mengungkapkan, semakin sainganlo mengganas dan mengalahkan lo di medan perang" Rizky menepuk-nepuk pundak sahabatnya sambil memanjat tangga di samping ranjang tingkat mereka. Malam itu lagi-lagi mereka berbincang agak dalam soal gebetan Haikal yang merupakan adik kelas mereka.
"Di asrama ini, gue yakin nggak ada saingan. Udah sebisa mungkin gue lowering standard gebetan supaya nggak kalah sama pasaran. Lagian semakin rendah level gue, semakin besar kemungkinan gue menang kan!"
"yah, memancing di kolam ikan kok bangga? Bukan achievement dong kalo lo nggak bisa mengalahkan nelayan lain di samudera yang lebih luas!" Rizky membakar semangat Haikal yang nampaknya udah mutlak di level 'pas' dan nggak mungkin naik lagi.
"Berisik ah, gue mah yang pasti-pasti aja. Realistis boy!"
"Ah, emang ya kalo buat elu, realistis sama pesimis beda tipis" Rizky melempar selimut ke wajah Haikal dari ranjangnya di atas ranjang Haikal.


Mereka berbaring di kasur masing-masing namun tetap berbincang dengan mata terpejam.
"Gue aja sebenernya nggak yakin Riz kalo dia mau sama gue. Gue denger dia naksir cowok lain, yang menurut gue lebih tinggi standard-nya daripada gue" Haikal bersuara agak lirih di kalimat terakhir.
"Serius bro? Cewek kayak dia naksir cowok yang levelnya di atas elo? Sungguh enggak realistis menurut gue."
"Ya balik lagi kan subjektivitas. Menurut gue levelnya sih tinggi, tapi menurut lo mungkin biasa aja. Menurut Tita, bisa jadi level-nya cowok ini serendah gue memandang Tita"
"hahaha.." Rizky tertawa renyah mendengar Haikal menyebut kata 'subjektivitas'.
"Apa lo?" Haikal membuka matanya kaget mendengar tawa Rizky.
"Kal, gue kasih tau ya, Tita itu mah udah nggak pake subjektivitas lagi penilaiannya. Emang level dia itu level rendah."
"Ah, pelecehan lo! Gebetan gue tuh! Calon pacar!"
"Nah! Lo berani tuh bilang 'calon pacar' soal Tita" Rizky mendengar nafas Haikal agak tercekat, ia memejamkan matanya kembali setelah tertawa lalu melanjutkan "over confident sama pesimis tu konjugasinya relevan ya, masuk di akal. Gue kenal sama elo dari SD, Kal, itung deh udah berapa taun kita main bareng. Lo tuh kebiasaan, kalo pede cuma dalem hati tanpa ada eksekusi"

Haikal menghela nafas panjang. Tekadnya semakin bulat bahwa di tahun terakhirnya jadi anak SMA ini, dia harus punya pacar. Ia mengabaikan hitungan probabilitas matematika penolakan Tita terhadapnya dan mulai membenarkan filosofi soal cinta dan sakit hati.

"Cinta monyet itu bagian dari kehidupan SMA. Kalo berhasil ya syukur, kalo gagal ya.. namanya juga monyet" Rizky berkata-kata lagi setelah kesempatan hening barusan tidak dimanfaatkan oleh Haikal untuk membela diri.
"Bawel!"
"Bismika, Kal. Gue doain lancar apapun jawaban si Tita. hehehe" Rizky meredupkan lampu kamar mereka tanpa menyadari justru Haikal membuka matanya. Menatap langit-langit kasurnya di bawah kasur Rizky, kosong.
"Bismika yah, Riz" Haikal akhirnya memaksa kedua kelopak matanya untuk memejam.

No comments:

Post a Comment