Posts

Showing posts from August, 2012

jam tiga pagi dan....

Image
saya belum bisa tidur, setelah percakapan singkat dengan dokter pribadi saya, Randhy F, ternyata blogging adalah alternatif penyaluran stress bagi Masters student yang jobless seperti saya. Bukan nggak baca jurnal akademik ya untuk mengisi waktu kosong, cuma harga travelling yang menyaingi harga sepatu idaman ini seperti meraung-raung meneror dompet saya. Maklum, perempuan kan, banyak mau. Mari kita bahas yang berbau mainstream (yeah, been talking about this a lot latetly). Ada tiga hal mainstream yang saya lakukan: listening to good music, liking gorgeous guys and looking fabulous. Menurut sebagian orang, sebagian jenis musik adalah sampah. Menurut sebagian lainnya, sebagian jenis musik adalah terbaik. Buat saya, musik sampah itu adalah Nicki Minaj. Seriously, I have NEVER hated any kind of music EVER; jazz pop rnb emo punk metal dangdut bollywood folks country, name it. I never hate anything until Nicki Minaj. I don't know her personally, of course, it's just something ...

this day last year

nope! not because it's tanggal 20 or something about Lebaran hari ke-dua. It's about being away for almost a year. I might sound berlebihan, but this feeling is terrible, the feeling of comfort being on my own, as well as the feeling of missing home, brothers and parents a lot. I'm imagining going back to Jakarta, smelling the humid air and the rudest traffic in the world, it could be better though compared to the loneliness of dawn when there was no adzan, or the expense of eating simple food. Inasmuch, I don't feel like meeting again with hypocrite people, and the dizziness of Indonesia's atmosphere. Rasanya this day last year saya masih puasa, menghitung-hitung hari menuju Inggris dan menjemput visa yang udah issued. It was really exciting, and up until now I am still grateful of being away, independent and challenged. It is fun exploring some of the best cities in the world, earning one of the best education place in Europe, experiencing the hype of meeting new...

I haven't got any minutes to sleep...

Image
So this breakthrough celebrity has gotten me amazed by how my editor wants her so bad. I managed to interview particular people in her life and got them saying for her. Mertua (tipikal ibu modern yang tinggal di kota metropolitan) Oh, menantu metal itu. Saya seneng ngobrol sama dia, seru dan dia pengetahuannya luas, juga sopan sama orang tua meskipun lama-lama saya bisa anggap dia temen kalo lagi belanja. Asisten Rumah Tangga (perempuan setengah baya yang sabar dan setia) Si Non itu senengnya makan yang nggak sehat, Bibi sampe sayang sama sayuran setiap hari sisa karena Non nggak makan sayuran seperti anggota keluarga lain. Mantan Pacar (pengacara sukses di kalangannya dan di level seumuran dirinya) Gua kenapa ya dulu putus sama dia? Yah, pokoknya anaknya bawel sih, posesif ya menurut gua, mungkin antara terlalu sayang apa takut kehilangan. Manager (bossy, perfectionist and well-planned person) She is absolutely multitalented, she's a triple thread to everyone in h...

I might have written this...

Image
Tertampar oleh twit salah satu rekan asik saya, Astrid, saya jadi kepengen curhat tentang apa yang (seharusnya) saya perjuangkan di disertasi Master saya. Tentang MTV. "@astridnaya: Pada masanya, bangun pagi jam 9 itu waktunya nonton MTV Land." Yeah, menurut saya bukan salah siapa-siapa. Lagi-lagi zaman yang sepertinya sudah shifting people through dan menerapkan evolusi dan seleksi alam pada umat manusia. Jaman dimana MTV adalah channel musik 24 jam yang memutarkan lagu-lagu dari masa keemasan nenek saya, hingga apa yang jadi tradisi lokal di Indonesia seperti Dangdut. Buat saya Amerika cukup lihai dalam menerapkan kapitalisme di negara dunia ketiga seperti Indonesia. Lokalisasi itu sendiri bagian dari effort mereka untuk menjangkau orang-orang seperti si mbak di rumah yang nggak doyan dengerin Westlife atau di kala itu terlalu sulit memahami arti lagu "Ooops I did it again" milik Britney Spears (meskipun nggak lama kemudian salon amatiran ramai dengan para ...

Degredasi Bangsa?

Dua puluh tahun lalu, saya hidup di lingkungan menyenangkan. Belum kenal nintendo, playstation dan internet. Sekeliling saya masih ramai anak-anak dengan layang-layang, sepeda onthel, patok lele, dan permainan benteng. Kala itu kemewahan gadget bukan hal yang biasa, justru kami (saya dan anak-anak seumuran saya) asik bermain di lapangan, entah dengan kelereng, karet gelang yang dirangkai jadi tambang elastis, atau layang-layang. Berlarian di gang-gang, makan es krim di dekat sekolah, hingga berkelahi memperebutkan layang-layang nyasar yang putus di udara. Seru, sportif dan sehat. Kami sering dimarahi orang tua masing-masing karena ketidakdisiplinan kami; belum ganti baju sekolah sudah lari ke lapangan dekat rumah, belum kerjain PR sudah jajan dekat pasar. Sepuluh tahun dari masa itu, adik bungsu saya bermain gamewatch, playstation dan rentang sepuluh tahun berikutnya mereka rajin main game online. Semua gadget yang tidak sanggup dibeli Papa Mama tergantikan oleh rental PS dan ...

What Lasts on Summer (part 2)

Sore itu kami berjumpa di taman dekat tempat saya kerja. Andreas terlihat banyak PR dengan beberapa rangkaian kasar dan design rangkaian bunga di tangannya. Saya sendiri memangku tas kerja saya berisikan laporan-laporan yang harus saya analisis malam ini di rumah. Sekian detik pertama kami bertukar kabar tentang pekerjaan kami belakangan ini. Tidak jauh dengan nasib saya, Andreas sedang menerima banyak pesanan untuk acara Natal akhir tahun nanti. Saya sendiri nggak sabar mengambil cuti dan berlibur sendiri ke Dili. "Apa kita seharusnya nggak ketemu lagi? Atau justru menjalin hubungan seperti abang dan adik?" Andreas akhirnya melontarkan pertanyaan di akhir tukar-cerita kami tentang sosok orang tua kami masing-masing. Saya diam cukup lama, menimang apa yang sepantasnya jadi jawaban terhadap pertanyaan ini. Ah, seandainya pertanyaan itu seperti 'Kamu mau nggak jadi pacar aku?' maka saya tidak perlu waktu bahkan sedetik untuk menjawab 'iya', sayangnya Andreas...

What Lasts on Summer (part 1)

Selamat ulang tahun Ayah. It's the third year I have lost my dad. Saya selalu heran beberapa bulan terakhir ini, menjelang ulang tahun papa tanggal 1 Agustus dimana saya sengaja ziarah ke makam beliau, saya selalu menemukan sepaket bunga mawar import di dekat nisannya. Jauh pikiran dari hal-hal berbau mistis atau apapun sejenisnya, karena saya yakin benar ini perbuatan manusia. Satu-satunya yang jadi clue bagi saya cuma nama florist yang tertera di tali dekat buket bunga tersebut, "Tania Florist". Tidak ada alamat, hanya nomer telepon, dan bukan jalan buntu tentu saja. Setelah 15 menit bernegosiasi lewat telepon, Tania Florist baru saya ketahui berposisi tidak jauh dari lokasi saya kerja. Esoknya, ketika hari Minggu, saya mampir ke Tania Florist untuk mengambil pesanan saya. Sengaja berskenario ulang taun boss besar, bunga yang saya pesan memang agak rumit dan butuh 'ketemu' untuk ilustrasi. Sesampainya di sana, benar saja, saya disuguhi berbagai konsep rangka...