Tuesday 9 October 2012

malu bertanya, sesat di jalan.

udah bertampang serius ala nerd mark zuckerberg pas mau posting kali ini, eh abis nengok halaman web sebelah langsung urung dan buyar otak gue memikirkan konten fiksi bagus. begini emang kalo lagi risau dan kisruh di hati, apa yang ada di otak jadi nggak tersalurkan secara efektif dan eksplisit di sikap.



Jadi ceritanya pagi ini adalah salah satu pagi terhectic saya pasca kepulangan saya ke tanah air. Jam 8 pagi saya sudah duduk manis di meja kantor, kembali menjalankan dinas saya sebagai karyawan spesial tingkatan babu di ruangan cantik, temen-temen saya bilang "asisten pribadi boss". Tugas pagi ini adalah menyiapkan dokumen-dokumen kelengkapan untuk membuat visa ke negeri Belanda, alias visa Schengen. Setelah merapikan meja dan komputer yang berantakannya beda tipis sama muka saya, saya mulai dari website kedutaan negara tujuan. di halaman website sebelah ada kedipan yang minta ditengok -ternyata sapaan dari instant messaging.

"hoi! apa kabar lo?"
"eh, baik gue, lagi ngurus visa buat bos besar mau travelling"
"ada reuni SMA lo tau nggak? udah terima undangan belum?"

saya mencoba mengingat undangan mana yang dia maksud. teman SMA ini pernah naksir saya dulu, cuma karena saya nggak nafsu pacara, saya tolak tawaran dia untuk jadi pacar. sekarang tiba-tiba dia muncul setelah sekian bulan nggak kedengeran kabarnya; dan kabar terakhir yang saya dengar dia mau nikah. sekilas pikiran saya berkontemplasi bahwa 'reunian' ini adalah acara pernikahaannya.

"hehe, enggak deng, undangan nikah gue maksudnya. tapi sekalian reunian"

nah kan benar!

"belom! undang gue dong! tega lo sama temen! ada di facebook?"
"enggak, nanti gue pos ya, apa alamat kantorlo?"

seusai mengetik alamat kantor, saya mematikan instant messaging di halaman sebelah dan kembali fokus pada layar aplikasi online visa. Setelah telepon sana sini, dokumen yang saya perlukan siap dalam waktu tiga jam. Mungkin ini nikmatnya kerja untuk orang pintar, meskipun agak bossy kadang kadang, tapi boss saya memang boss. Jadi wajar dia bossy.


Seusai makan siang, appointment sudah siap dan besoknya saya arrange supaya boss besar bisa datang untuk biometrik di kedutaan. Seketika datang lagi pesan instan di halaman web sebelah, teman sewaktu saya merantau dulu.

"lo udah di Indonesia?"
"hoi! udah! gimana kabar?"
"alhamdulillah persiapan wedding udah beres, gue kirim undangan ke elo via fb gak apa kan ya?"

saya berhenti mengetik. menghapusnya lalu menunggu pesan selanjutnya dari dia.
"gue putus! trus sekarang balik lagi untuk langsung nikah"
"congrats yes! gue usahain dateng!
"wajib!"



Jam tiga sore telepon di meja saya tidak berhenti berdering, dari konfirmasi janji, reminder meeting sampai tawaran asuransi. Semuanya saya layani sambil terus mengurutkan itinerary perjalanan boss yang akandipakai untuk apply visa besok. Seketika Pak Anwar, mailman datang ke meja saya, memberikan kode "matiin telponnya gue mau ngomong" lalu saya menyudahi negosiasi jam meeting dengan klien kami."
"kapan balik? udah sibuk aja nih!"
"Alhamdulillah Bapak! Gimana kantor pos kita?"
"ini surat-surat selama non pergi. Ini yang tadi pagi. Assalamualaikum"
"Wa alaikum salam Bapak! Terims!"


Tumpukan surat setebal kurang lebih 8cm itu isinya kebanyakan subkripsi majalah, katalog belanja dan tagihan kartu kredit sampai materi promosi design arsitektur, seta tentu saja, undangan pernikahan. Yang paling bawah, buku tahunan dari kampus saya. Lima halaman pertama buku itu menampilkan teman-teman seperjuangan saya yang sekarang sudah punya anak. Lima halaman berikutnya berisikan sekumpulan cewek dan cowok yang kebetulan sudah lebih dari setengahnya menikah. Lima halaman berikutnya berisikan orang-orang yang sudah send out invitation pernikahan baik via email, facebook, maupun pos.


Belum berakhir disitu, deringan panjang dari telepon selular saya membuyarkan senyum rindu saat membuka-buka halaman buku tahunan itu. Ternyata Juwita, temen SMA saya juga.
"Kenapa lo pulang nggak ngabariiiinnn!!! kangen nih! ketemuan dong!!"
"Hai, sorry jeung, gue udah masuk kantor lagi ini, biasa membabu! hehhee, hayuklah ktemuan!"
"Sip! nanti sore bisa nggak? gue di deket kantorlo nih hari ini, skalian gue bawa seragam buatlo jait; jadi among tamu gue yaa minggu depan!"


Saya hampir lupa Juwita akan nikah minggu depan. Seusai mematikan panggilan darinya, saya merapikan meja kerja, menuntaskan kertas-kertas yang tidak pernah bisa tuntas, serta menumpuk folder folder seukuran raksasa di kaki saya. Menutup hari kerja, saya mengirim pesan pendek lewat sms ke pacar saya "hon, i've got 2 weddings next week, one wedding the week after, and five weddings next month. Let me know when you're up to shopping! xx" lalu memasukkan ponsel ke dalam tas supaya saya bisa bergegas pergi.



Ternyata hari belum berakhir, di lift, pertanyaan simple muncul dari kantor sebelah yang bersarang di atas lantai kantor saya.
"Hey, udah balik? Gimana kabar?"
"Baik" saya nggak tau mau jawab apa, dan hanya senyum sepanjang tiga lantai.
"Pacar masih?"
"Masih kok" sambil mengingat ngingat siapa orang ini, saya memperhatikan angka penunjuk lantai yang ternyata menyisakan 18 lantai untuk saya turuni dengan lift itu.
"Kapan nikah?"
seketika pintu lift terbuka di lantai berikutnya dan segerombolan orang masuk, sekitar 8 orang masuk ke lift besar itu dan saya sengaja menyingkir jauh dari orang yang menanyakan kapan saya nikah tadi. Syukur gerombolan itu tinggi-tinggi dan berisik sehingga saya tidak perlu menjawab pertanyaan tadi.
selang lima lantai, segerombolan orang itu keluar; SEMUANYA. Kembalilah kami berdua dengan si penanya yang saya bahkan lupa namanya siapa.
"Jadi, kapan nikah?"




No comments:

Post a Comment