Monday 11 October 2010

Me and Matt

“oh my lord, I am at the funeral, could you stop calling me, Ima call you back, Jeez” itu adalah panggilan ketiga dari rekan satu timku dalam mengerjakan proyek promosi robotik bulan depan. Dia terlalu panik mengurus keperluan perizinan dengan Kementrian Dalam Negeri di sini. Pameran itu bukan jadi sorotan saya, saya justru heran pada kepanikan Matt. “Have you ever gone to a funeral where everyone is crying over this dead body and suddenly your freaking phone rang as hell? Matt, please!” saya langsung mematikan telepon dan mengubahnya ke mode diam. Saya menggeleng pelan dan kembali dalam lantunan ayat yang sedang dibaca oleh pastur. Yang meninggal adalah tetangga saya, over dosis obat tidur. Sebenarnya prihatin, saya merasa perempuan seumur dia belum harus meninggal. Teman-teman kampusnya adalah murid mentor teater saya, jadi sedikit banyak saya tau kelakuan Maria. Unik memang, tipikal remaja yang haus akan dunia namun tidak dapat pemahaman yang pasti dan pegangan hidup.


Sementara saya menghayati ayat-ayat injil, tiba-tiba suara keras menjerit dari utara pemakaman. Ternyata ibu dari Maria “My sweet heart Mariaaa!!!! I told you to stop joining that satanic club!! I told you to come home to Nottingham earlier!!! Now you leave me this way!!!! Mariaaaa!!” Mrs. Street adalah perempuan histeris yang selalu datang setiap tanggal 12 ke apartemen kami dan membuat penghuni satu lantai mengantri panjang untuk mencoba apple pie buatannya. Saya sendiri selalu naksir dengan teh khas Inggris buatannya. “Mrs Street, my deepest condolences about Maria, I wish I had more time to take care of her” Mrs Street tidak mempedulikan aksen British saya yang biasa saja dan dia memeluk erat tubuh saya yang kebetulan berdiri dekat nisan Maria. Dia sesenggukan dan sesekali saya mengelus punggungnya dengan lembut.


“I would like to have a second with you, Al” tepat saat Mrs Street beranjak dari sisi saya dan mulai menabur bunga, sebuah suara familiar berbisik di tengkuk kanan saya. Tanpa menoleh, saya mengikutinya menjauh dari pemakaman. “Matt, I told you, I would call you later. What are you doing here?”
“This is very important, the secretary of defense would like a legalised approval from the Queen. He said this is a big international invention, UN’s is not enough” Matt menjelaskan seraya menyulut rokoknya.
“Matt, first of all, this is a very sacred moment of someone’s life. I thought you know Maria and her friends, Matt, please!” Saya menahan volume suara tanpa memainkan nada emosinya
“I know, I dated one of her friends, but Al, this is crazy: legalisation from the Kingdom? Are you nuts?” Matt mengulang pernyataan yang membuatnya panik dan saya hanya menghela nafas pendek sambil membalas “see me at the office this afternoon, now let me finish this funeral first, okay Mr Everything-is-a-serious-deal?” tanpa menunggu respon apapun, saya melangkah kembali ke kerumunan. Sambil memandangi tamu yang mulai pergi, saya mendengar Matt menunggu saya di town car. Baiklah, semobil ke kantor dengan Matt adalah sebuah mimpi buruk yang tak terelakkan.
Sebelum mempersiapkan diri mendengar ocehan Matt, saya berbasa basi sejenak dengan Mrs Street dan mengundangnya bermalam di apartemen saya kalau-kalau dia kesepian nanti malam. “I thought you’d be very busy tonight, Ally, but tomorrow I’ll bring you my English tea and lemonade pie. It would be a pleasure to talk to you tomorrow morning, rather than tonight, Al”


Saya mengangguk setuju dan pikiran saya langsung teringat pada konferensi malam ini ke tanah air untuk persiapan pameran. Minggu ini benar-benar gila. Kalau benar apa yang dibilang Matt tadi, itu berarti saya harus menyiapkan paling tidak tiga delegasi untuk menembus lapisan kerajaan Inggris di Napoleon’s Gate. Tidak terbayangkan jika saya yang harus kesana bersama Matt. Karena meskipun tidak langsung ketemu Queen E, saya tetap harus melewati rentetan birokrasi keamanan dari kerajaan. Ini mengingatkan saya akan pertemuan saya dengan Duke of Scotland akhir tahun lalu. Rasanya gugup setengah mati.


Sesampainya di mobil, Matt mematikan rokoknya dan menuangkan saya segelas Scotch. Dalam hitungan detik, dia memulai ocehannya. “Allison, could you now be focused on what we are facing? This contemplating situation is killing pur organization. If within this week aren’t giving any respond to the embassy and secretary of defense, our exhibition would easily be vanished and erased from the time line in the city. You know what that means? We are going to be fired! Am I saying it clear enough? FIRED! So now let’s have a plan whether we are going to avoid this circumstance by promoting outside of the Kingdom or just go straight ahead to see the Queen and get her compromised on our event?” Saya memejamkan mata menikmati Scotch di tangan kanan saya. Sedikit menarik nafas dan membuka perlahan mata saya.
“You are crazy, Matt. I know how dizzy this thing for you is, but I don’t see the urgency and significance of yelling at me like that about this.”
“That is because you are too heedless about your personal life and put less worry about what will be the worst to happen to this project. For God sake, this is just an exhibition. We did NOT invent that robot but we are dying in doing its EXHIBITION! Jesus!!” Matt semakin histeris dan saya berhasil menjauhkan batang kedua dari rokok yang akan disulutnya. Saya menatapnya tajam dan bertanya dengan artikulasi sejelas anak SD yang baru belajar passive phrase. “are you worrying about getting fired or failing this event, Matt, honest answer?”

Matt membanting kasar tubuhnya ke kursi town car nyaman kami. Mengelus kepala depannya dan merasa frustasi atas pertanyaan saya. “Al, we are not going to talk about this. We’ve got to plan something best about this arising matter. I am doubtful we can pass this one, because UN will not be happy having internal issue about their allowance. I’ve got nothing to think about when we have to argue any more with the secretary of denfense” Matt terdengar seperti Harry Potter yang kehilangan Sirius kali ini. Saya gentian membanting tubuh saya ke kursi town car.
“Alright, alright. Don’t call me Allison if I can’t make the Queen publish that goddamn letter for our event.” Saya kira pernyataan tersebut akan membungkamnya. Tapi ternyata dia mulai mengoceh lagi soal hal-hal sepele yang harusnya didiskusikan dengan para pekerja di ruang pameran.


Saya mengacuhkannya dan berpikir keras mengapa Kementrian Pertahanan ingin mempersulit kami. Seharusnya beliau tau betapa ini hanyalah pameran mini di Museum Kota denga budget medium dan target pasar yang tidak luas. Robot yang akan dipamerkan memang semacam alat deteksi kesehatan modern yang mampu mendeteksi penyakit seseorang melalui kandungan karbondioksida yang keluar melalui uap mulutnya. Saya sendiri tidak menemukan korelasi isu kesehatan di Inggris Raya dan izin pengadaan acara kedokteran dan teknologi di New Southampton. Hanya sebuah kota kecil, berpenduduk tidak begitu ramai namun tetap modern. Bahkan tidak sesibuk London ataupun Manchester. Apa karena beliau tau bahwa kami adalah konsultan dari Korea dan bos kami adalah sanak keluarga dari Duke of Wales.


Saya sempat mendengar perseteruan mereka, tentang harta dan tahta. Bos kami adalah Welsh sejati yang pekerja keras, menginvasi dunia PR hingga ke Asia dan rekan militernya, Andrew Trigg memilih untuk menjabat sebagai Secretary of Defense di Inggris. Ah, terlalu rumit untuk saya pikirkan sejauh itu. Saya hanya sangat optimis event kami akan baik-baik saja, dan meskipun sulit, legalisasi dari kerajaan bukanlah suatu langkah mustahil. Apalagi kami dibantu dengan perizinan dari PBB, tentunya bukan hal yang terlalu sulit. Biasa saja tingkat kesulitannya.


“What’d you like to say to our client tonight?” Matt mengingatkan pada script presentasi kami kepada Indonesia untuk konferensi malam nanti. Hari Kamis adalah hari dimana kami selalu melakukan tele-konferens dengan klien kami sang pembuat robot dari Indonesia. Pak Anwar, bukan tipe ilmuwan kaku yang tidak bisa kompromi. Beliau selalu senang member masukan dan menanggapi ide-ide kami untuk pamerannya. Dia mendapat dukungan penuh dari PBB untuk pameran ini. Saya sendiri sebagai warga negara Indonesia cukup bangga atas penemuan ini, bangga juga pada keberanian PBB untuk mengangkat Pak Anwar mengadakan pameran hingga ke Eropa.

“Don’t worry Matt, I know Mr Anwar quite well, with or without being honest about this problem, he’ll be just okay” Saya terus berusaha membungkam kekhawatiran Matt, dan gelas Scotch keduanya memicu pernyataan yang tidak bisa saya rem sama sekali “you know what? I guess we just have to tell him about this situation, it is necessary for him to prepare for the worst also. It is not that I want to bother him with his invention, but the possibility of being cancelled is still there. We are expected to be honest yet comforting to our clients” Matt memulai SBSM-nya, Saya Bertanya Saya Menjawab. Saya memilih mengangguk mendengarkannya. Rasanya ingin tertidur sampai di depan kantor.


Waktu menunjukkan pukul 3 sore, saya mempersilahkan supir pergi setelah memberikan tip yang sesuai padanya. Matt menggiring saya ke ruang meeting dan mereview persiapan kami. Saat melewati meja sekretaris, saya menemukan catatan kecil namun bertumpuk di layar komputernya.
“Ms. Fisher mengkonfirmasi ruang konferensi untuk nanti malam” tampaknya kerjaan sekretaris saya membaik karena mengingat untuk mengonfirmasi hal sekecil ini.
“Penerbangan Mr and Mrs Hopkins sampai besok pagi” jadi besok saya harus bangun pagi-pagi buta sebelum starbucks buka
“Matt menelpon 8 kali” ini harus segera dicabut dan ditempel di kening Matt
“Mrs Brown meninggalkan sereal dan buket bunga di apartemen, tolong re-heat spaghetti” Mama selalu begini setiap saya bilang saya sedang hectic
“Matt mendapat pesanan Black Orchid untuk ulang tahun Sarah Sarapova, tahun depan” ini juga harus dicabut untuk ditempel di kalender saya.


“Mr Trigg meminta laporan terakhir masalah dekorasi dan perizinan dari deputi setempat” oke, ini yang harus saya lakukan sekarang. Saya menuju ruang konferensi, mereview semua dokumen dan segera mengirimnya ke mr Trigg. Beliau tidak suka keterlambatan dalam merespon pesan dan beliau benci dengan ketidaksempurnaan atas tugas yang diberikannya. Selesai mengirim dokumen, saya beralih ke penerbangan Mr and Mrs Hopkins. Mereka adalah sepasang suami istri yang menjadi surveyor untuk pameran kami. Besok mereka akan menilai dan mengevaluasi persiapan kami dan robot yang akan dipamerkan. Menarik, saya selalu suka mengimpresi orang lain. Memicu saya untuk melakukan yang terbaik.


“We’re probably gonna spend a bit longer this night, I would like to hear what Mr Anwar says about the obligation from the Defense” suara Matt membuyarkan saya dan schedule untuk besok pagi. Saya mengundur minum teh bersama Mrs Street dan menjamu pasangan elegan itu di siang harinya. Mrs Street masih akan di apartemen hingga seminggu paling tidak. “Matt, are you seriously taking this order of Ms Sarapova for next year?” Matt tersenyum senang. Dan seperti biasa, kami akan merencanakan hal-hal gila untuk para konglomerat dan pesta ulang tahun anaknya. Perbincangan kami berlanjut setelah tele konferens berakhir.


Seperti biasa, kami supper di Chinese Restaurant dekat apartemen saya. Menu kamipun seperti biasa, shrimp and crab dumplings. Semangkuk mie Cina hangat dan sebotol bir berdua. Matt dan saya sudah lama berteman, setiap kami selalu memahami yang lainnya. Kami berbagi pikiran tentang banyak hal, dan saling mengejek tentang banyak hal pula.


“Hey Al, do you believe when people said that two friends in opposite sex are rarely end up as friends” Matt menuangkan bir ke gelas saya
“Are you saying that they are mostly end up as enemies?” Saya melirik penuh makna
“No, lovers, you idiot! As lovers, because they can’t stand the chemistry”
“Na’ah, I just think that they’re uncommitted and inconsistent about their friendship” pikiran sarkastik saya mulai meraja
“What do you know about feeling and falling in love, Pathetic Allison?”
“Hello Professor Love, tell me about them!” saya bersiap mendengar ceramahnya lagi.
“No, I just don’t think that friendship should be mixed up with that kinda thing. I can’t imagine you falling in love with me”
“Matt, give me that bottle, you’re drunk enough to say that. Otherwise, I am drunk enough to feel so”


Kami tertawa lepas dan terus bicara ngalor-ngidul hingga pukul tiga pagi. Matt mengantar saya yang sempoyongan setelah kami mendiskusikan rencana kami untuk ulang tahun keluarga Sarapova. Kami selalu berakhir dengan tawa dan imajinasi tingkat tinggi. Malam itu Matt tidak menginap, saya hanya membawakannya spaghetti dari mama dan sebotol coke untuk sarapannya besok. Sementara saya, menghangatkan segelas susu dan pergi tidur untuk tiga jam saja. Saya cukup sadar saat melihat Matt melangkah keluar apartemen dari jendela kamar saya. Dia terlihat sempoyongan juga, saya hanya tersenyum tipis memandangnya.


Lagipula, saya akan melihatnya lagi dalam tiga jam, di bandara, di kantor, di town car, di ruang konferensi, di museum, di manapun.

No comments:

Post a Comment