tertawa adalah hal yang paling wajar yang belakangan ini saya lakukan. Tidak mutlak ada hal lucu yang harus dijadikan alasan, hanya sebuah pandangan atau pikiran mendadak yang menggelitik saraf geli di otak saya sehingga saya harus melepaskan refleks itu melalui suara membahana atau gelak tertahan di wajah saya. Paling tidak, saya sering sekali tersenyum belakangan ini, melihat apa saja.
Silahkan panggil saya freak, gila, atau aneh, atau kampungan, atau tidak beradat, atau apalah frase yang dapat mendeskripsikan kebiasaan tertawa tiba-tiba saya. namun di antara tawa tersebut, saya benar-benar menggelakkan apa yang menurut saya hal lucu. Mungkin saya terlalu stres memikirkan banyak hal, sampai hal yang seharusnya tidak perlu saya pikirkan. Lalu pada akhirnya stress saya berakhir pada coklat yang kandungan gulanya hanya menambahkan sedikit bobot pada badan saya. Kesal dan merasa aneh, karena celana saya memnbesar dan timbangan rumah saya seperti rusak karena jarumnya tidak mencapai angka 50 saat saya injak, Mungkin dia kesal karena saya injak.
Sebentar saya mengecek email saya, inbox-nya penuh update dari teman-teman S2 saya tentang tugas dan materi presentasi. Ini juga salah satu penyebab tawa saya, kenapa saya mengambil program S2 sebelum saya benar-benar tau apa yang akan saya hadapi setelah lulus menjadi sarjana? Semuanya benar-benar seperti taruhan, dan saya benar-benar menaruh diri saya pada situasi lucu yang hanya dapat saya tertawakan.
Oh iya, saya gak tahu ini berkaitan atau tidak, tapi kemarin siang, saya menemukan sehelai uban tumbuh di rambut saya. Saya memilih untuk berpikir bahwa uban ini adalah hasil dari rasa sesak di otak saat saya tidak bisa liburan lebih banyak dan menghabiskan uang lebih sering. Bukan, bukan ayah atau pacar saya melarang saya untuk boros, tapi memang semata-mata saya tidak lagi punya uang untuk dihabiskan. Terlebih dari itu, saya tidak punya waktu untuk merencanakan penghabisan uang lagi.
Trip HongKong yang lalu masih segar sekali terasa di betis saya, sengaja tidak saya rengganggkan,
Saya baru sadar, saya mencoret
Les bahasa Arab saya semakin condong pada aqidah dan fiqih, sementara bahasa Perancis saya isinya hanya n'oublies pas l'article, lalu bahasa Jepang saya dan Ayyi adalah cacian terhadap mereka yang mencekal mimpi mimpi kami sebagai anak perantau. Ayyi selalu mengakhiri perbincangan kami dengan
Iya, susah ya me-
No comments:
Post a Comment