Wednesday 14 April 2010

saat senja berubah menjadi air mata

Ini adalah sebuah kisah tentang seorang kawan, yang tragis ceritanya di suatu sore.

hari itu adalah hari yang sungguh menyenangkan bagi Audrey, kakaknya diterima di universitas negeri idaman setiap manusia di Jakarta. Ibunya telah sehat dari DBD sesudah semiinggu penuh dirawat di rumah sakit. Ayahnya akhirnya tiba di Palangkaraya dengan selamat setelah ferry yang ditumpanginya sempat mengalami ledakan pada mesin.

Audrey sendiri baru saja selesai membungkus sebuah pena mungil untuk sahabatnya Merry yang sedang berulang tahun. Rambutnya tergerai indah setelah ditata di salon dengan menggunakan voucher pemberian Adit, pacarnya. Audrey akan mengejutkan Merry dan sesaat kemudian mobil Adit terparkir persis di hadapannya. Adit mengulaskan senyum melihat Audrey dan rambut barunya, mempersilakan Audrey duduk manis di sebelah kirinya dan ia mulai melajukan sedannya ke arah rumah Merry.

Sepanjang jalan Adit membisu mendengar cerita Audrey tentang salon yang tadi dikunjunginya dan sesekali Adit hanya tersenyum kecil mendengar bagian yang lucu. Audrey lalu mengerutkan kening sesampainya di depan pagar rumah Merry dan menanyakan kebingungannya akan sikap Adit.

Adit hanya tersenyum dan mengajak Audrey masuk ke rumah Merry untuk mengejutkannya. Audrey menahan rasa penasarannya dan fokus pada kejutan untuk sahabatnya. Sesampainya di dalam rumah, Audrey dan Adit menangkap sesosok perempuan tinggi di dekat tangga, menatap nanar pada mereka dan tak lama kemudian menangis.

Audrey menghampiri Merry disusul oleh Adit yang datang seketika saat Merry terjerembab dan menangis setengah menjerit. Audrey bingung dan saat menjatuhkan hadiah pulpen untuk menangkap sosok Merry, Audrey terentak karena sebelum jatuh ke lantai, Adit telah memeluk erat Merry dan menyaksikan mereka berpelukan begitu dalam.
Sesekali Adit mengelus dan menciumi kepala dan rambut Merry.

Audrey memiringkan kepalanya menatap wajah tangis Merry yang berubah jadi senyum. Saat bibit Merry mulai terbuka, ia menyadari bahwa kekasih dan sahabatnya itu tidak melihat keberadaanya.

"Aku nggak tau harus ngomong apa, Dit.. Aku nggak nyangka.."
"Aku tau, dan aku juga nggak tau harus gimana.."
"Audrey adalah sahabat terbaik aku, orang yang aku sayang setelah kamu dan keluargaku.."
"Aku juga gitu, aku sayang dia tepat setelah aku sayang kamu.."
"Aku nggak sanggup ke pemakamannya.. aku bahkan belum sempet ngaku tentang hubungan kita.."
"Nggak usah, kalo kamu emang nggak mau, nggak usah... Biar nanti aku urus semuanya..sepindahnya kita, aku lamar kamu ya.."
"Makasih ya, aku nggak tau apa rasanya kalo Audrey tau bahwa anak yang aku kandung adalah anak kamu."
"Syukur, Audrey nggak perlu tau itu, Merry. Mungkin Tuhan maunya begini untuk kita.."

Audrey masih terpaku menatap kedua orang yang disayanginya itu. Pulpen yang terbungkus rapi dipungutnya kembali, diletakkan di meja ruang tamu. Lalu Audrey keluar rumah, melewati taman dan mobil hitam Adit. Audrey menyebrang jalan dan menghilang ke arah matahari terbenam sore itu.
Ia sempat menoleh ke belakang dan mengucapkan "Selamat Ulang Tahun, Sahabatku.. Selamat berbahagia, kekasihku.."



___________selesai_____________

No comments:

Post a Comment