Friday 16 April 2010

sebuah peti mati mendarat di helipad rumahku

Bangunan seluas 1000 hektar yang aku tinggali menyerupai kastil modern.
Aku punya semua fasilitas entertainment dan office di kompleks rumahku.
80 personel yang bekerja dalam bangunan yang aku tinggali ini.
Sesekali aku menyebutnya rumah, sesekali aku menyebutnya "my place".
Beberapa temanku menyebutnya "the castle", hampir setiap hari rumahku mengadakan pesta dari pihak kedua orang tuaku, adikku dan aku sendiri.

Senin adalah gathering kantor bersama rekan rekan kerja ayahku.
Selasa adalah gathering bersama para ibu dan ibuku
Rabu adalah hari belajar bersama adikku
Kamis adalah hari diskusi tentang penelitian nuklirku dengan kawan kantorku
Jumat adalah hari keluarga dimana kami berolahraga atau sekedar berkumpul bersama menyaksikan televisi.
Sabtu adalah hari ibadah kami sebagai umat Yahudi
Minggu adalah saatnya kami diam mengurung diri di kamar kami masing-masing

Sangat jarang kami sekeluarga bertatap muka di hari Minggu.
bukan masalah, karena setiap malam, kami makan di meja raksasa bersama.
Menu yang disediakan berbeda setiap hari dalam sebulan.
Rutinitas kami pun tak pernah sama.
karaoke, mini golf, kolam renang, meja bilyard, bowling, fussball dan permainan lainnya.

Aku menyayangi keluargaku, mereka sangat hangat meskipun kami semua hidup dalam hedonisme.
kami hidup dalam kemewahan.
namun kami tetap memelihara keharmonisan.
Dua jam di meja makan setiap malam cukup untuk kami saling mengenal dan betukar pikiran.

Hingga suatu pagi, di usiaku yang genap 27 tahun, sebuah peti mati mendarat di helipad rumahku.
Kastil modern itu menampakkan warna sendu di setiap sudutnya.
Di menara tertinggi, aku, ibuku, adikku berkumpul menyaksikan ayahku menurunkan peti mati itu bersama para personilnya.
Peti mati yang tidak kusangka akan tiba di hari ulang tahunku.

Saat mendekati peti itu, bulu kudukku berdiri tegang.
Aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri.

No comments:

Post a Comment