Wednesday 24 August 2011

the black apron

"Wah, pasti enak nih kopinya" Bagus memuji sambil memperhatikan apron hitam yang dikenakan Bea.
"Kok gitu?" Kening Bea mengerut kaget dan tersipu
"Iya, yang buat coffee master soalnya, pasti udah capcus banget mixing kopinya" Bagus tersenyum penuh makna, umpannya seperti bekerja efektif, "black apron means coffee master kan?"
"Kok tau sih? Partners ya? Starbucks mana?" Bea mencoba mencairkan groginya
"Bukan, saya customer biasa"
"Kok tau soal black apron?"
"Dari internet, dan convinced abis liat mukamu yang super pede dan charming, soo brewing"
Bea tertawa mendengar ungkapan terakhir. Ia menggeleng kecil karena malu dilihat oleh Bagus dengan tatapan aneh.

"Thank you!" Bagus menyambut minumannya setelah Bea mengumumkan jenis kopi itu
"Anytime, thank you" Bagus tidak melepaskan pandangannya dari Bea, dan seperti tidak menyerah, Bagus terus mencoba "ini cara isi customer voice gimana? Lupa deh!" Senyumnya berubah menjadi kernyitan mencurigakan.
"Kalo kamu tau itu customer voice, berarti kamu tau itu apa"
"Tau, tapi aku nggak tau cara ngisinya" Bagus tidak mencoba menutupi niat kenalannya. Bea dengan sabar menunjukkan cara mengisi lembaran kecil yang menentukan insentifnya itu. Bagus berlagak menyimak sambil sesekali membiarkan Bea menangkap curian tatapannya ke wajah Bea.

"Kalo ada yang aku bingung, boleh kan telpon kamu?"Sebelum beranjak dari toko itu, Bagus melancarkan taktik tahap akhirnya
"Kan ada nomer telpon customer service disitu. Atau buka di web aja, nggak susah kok" Bea merapikan lap di belakang counter tanpa menyadari wajah penuh harap Bagus.
"Males ah, bertele-tele pasti. Kalo sama kamu kan udah shared commong knowledge. Ngerti ga maskutku?"
"Ngerti, mau nomer telpon sini?"
"Nggak, nomer telpon kamu"
"What? Hahaha, on our second meeting, aku kasih nomerku. This is just too early" Bagas mendengarnya dengan suasana hati diplomatis dan penuh taktik. Ia mengingat nama yang tertulis di dada kiri Bea dan beranjak sambil mengangkat gelas kopinya, "second meeting, I'm not letting you go"


"Hi!!" Bea tersentak mendengar suara itu dari belakang halte tempatnya menunggu bus.
"Umm..hey" Bea mencoba mengingat wajah itu, kalau-kalau teman lama atau saudara jauh.
"Bagus!" Bea makin tersentak mendengar nama itu, terlebih setelah matanya melihat jelas wajah yang ditemuinya pagi tadi di store, "lagi nunggu bus?"
"Iya, Bea.." Mereka berjabat tangan dan saling tersenyum
"Sama, aku juga abis pulang kerja, mau nunggu bus" Bagus tersenyum menang
"Kita..pernah ketemu dimana ya?" Bea mencoba terdengar dingin dan lupa
"Tadi pagi, di store kamu. Inget nggak?"
"Ooh, iya iya, no whipped cream ya? Inget aku! Hehehe" Bea bahkan masih mengingat detail pesanan minuman Bagus.
"Yup! Pulang kemana Bea?" Bagus terdengar formal namun tetap tersenyum penuh tujuan.
"Bintaro, Bagus kemana?" Bea mengikuti alur bicara Bagus
"Bintaro juga."
"Jadi nggak perlu minta nomer telpon aku ya, kan pulangnya searah. Jadi tanya-tanya di jalan aja nanti, hehe" Bea mengunci mati langkah lanjutan Bagus.
"Iya, nggak kok. Nanti kalo udah mau pisah baru aku tanya sama kamu. Belum punya pacar kan?"

No comments:

Post a Comment