Friday 17 July 2009

curhat kilat para perempuan malang (dan bodoh)

1. Tika, 22 thn, Jakarta
“Tama adalah drummer band ternama. Di setiap konsernya banyak groupies yang suka sekali menghancurkan iman para lelaki. Tama mungkin baik di depan aku, hatinya pun hanya cinta padaku. Tapi aku nggak pernah siap untuk merasa cemburu. Cemburu dengan orang – prang yang nggak kukenal, nggak Tama kenal. Daripada harus sekali cemburu, lebih baik aku nggak memiliki Tama sama sekali. Aku nggak mau jadi pencemburu”


2. Dwi, 19 thn, Jakarta
“Pertama kali aku pdkt sama Adit, aku liat jadwal latihan hockey-nya yang sangat padat. Aku mulai ngebayangin kalo aku pacaran sama dia, kulihat – lihat< aku cuma dapet jatah ketemu selama 2 jam di akhir pekan. Komunikasi? Nggak kepikiran Adit harus angkat telpon saat lagi jaga gawang hockey. Oops, jadwal itu adalah tahun junior Adit, tahun ini Adit masuk tim senior. Tugasnya bertambah, yaitu melatih tim junior. Sudah bisa dipastikan dia semakin sibuk. Aku nggak posesif, tapi aku nggak suka dianggurin. Aku nggak mau punya pacar nggak posesif terhadapku”


3. Tania, 24, Bandung
“Frans adalah pengacara berkelas dan professional. Bisa kubayangkan aku dan keturunanku nggak akan lapar bahkan ketika Frans udah nggak kerja lagi. Orangnya romantic dan sangat ambisius. Semasa kami pacaran sampai tunangan, aku dapet delapan terror dari rival maupun kliennya. Hidupku sangat nggak tenang, marasa terancam dan Frans nggak bisa menjamin keselamatanku. Dia bilang, itu resiko hidup dengan seorang pengacara selevel dia. Cintaku sudah tulus, tapi Frans seperti mengoyaknya dengan kata ‘resiko’. Aku nggak bisa hidup dibayangin ketakutan. Aku nggak begitu perlu suami ambisius”


4. Siska, 20, Surabaya
“Bunda (apalagi Ayah) nggak suka dengan penampilan Joni. Meskipun dia dapet beasiswa ke Kairo, menurut Bunda (dan Ayah), Joni nggak pantes buat aku. Dia terlalu gendut untuk aku yang tidak terlalu gendut. Bunda bilang, aku pantes dapet yang lebih baik. Waktu aku ngotot mempertahankan Joni, Bunda malah mengeluarkan kata sakti yang setingkat dengan kutukan Malin Kundang. Bunda suruh aku pilih Joni atau Bunda. Aku bingung, dan meskipun sakit hingga seminggu, aku memilih Bunda dan putus dengan Joni. Aku nggak begitu yakin dengan surga di telapak kaki Ibu, tapi aku ngerasa nggak bisa kasih apa-apa ke Bunda selain rasa patuh (dan untaian doa)”


5. Anissa, 23, Solo
“Mas Bowo adalah putra terakhir keraton kasepuhan Solo dan ia satu – satunya yang belum menikah. Karena kami saling mencintai, Mas Bowo sering ajak aku bergaul di lingkungannya. Hampir seluruh bagian dalam hidupnya, dari depan gerbang sampai singgasana Sultan, menerimaku. Tetapi hampir tak ada yang bersimpati padanya di lingkunganku. Budhe ku niat menjodohkanku dengan putra Kyai di suatu Pesantren, aku nggak mau, aku cinta sama Mas Bowo. Seiring berjalannya waktu, Mas Bowo nggak tahan dengan sikap cuek (dan kasar) keluargaku, dia memintaku menjadi istrinya. Aku bimbang setengah mati, lalu Ibuku muncul dan mengingatkan aku siapa dia siapa aku. Mungkin sementara aku bisa diterima, tapi kelamaan, apa sekumpulan darah biru itu benar – benar menerimaku sebagai istri Mas Bowo. Aku nggak mau dipuja di depan dan ditusuk dari belakang. Aku nggak mau Mas Bowo malu menyandingku. Aku terlalu takut untuk itu”


6. Sasa, 19, Jakarta
“Pertama kali aku kenal Irfan, aku suka banget sama dia!! Dia cool, pendiam, kalem dan nggak banyak tingkah. Sesekali aku liat di sebenernya orang yang romantic, tapi itu nggak pernah lebih dari itungan jari. Kebanyakan temannya dari kalangan industry film dan mode, pokoknya keren. Irfan juga lain dari teman-temannya, ia nggak suka pesta. Mungkin broken home membuat dia jadi lebih menutup diri. Akupun ingin selalu ada buat dia, di samping dia dan menghibur dia. Delapan bulan kami pacaran, aku sakit. Irfan tidak bisa kuhubungi dan iapun tidak berusaha mencariku, Aku tau persis ia sedang tidak sibuk, tapi juga nggak inisiatif untuk menjengukku. Ia terlalu cuek untuk sekedar tanya apa yang kurasakan. Aku jadi takut dengan Irfan yang cool dan cuek. Aku tidak pernah ada untuknya. Aku nggak siap dengan sifat tertutup dan semua masalah hidupnya yang harus kurasakan juga tanpa ia peduli dengan masalahku”


7. Merry, 27, Jakarta
“Lintang berhasil membuatku hidup. Aku senang meskipun jadi orang kedua dalam hidupnya. Beberapa kali kudengar ia ingin bercerai dengan istrinya dan menikahi aku. Aku juga senang tiap ia bertengkar dengan istrinya dan lari ke pelukanku. Aku merasa berguna dan disayangi. Kelamaan, Lintang tidak juga bercerai meskipun rumah tangganya sudah tidak damai lagi. Apartemen yang kutinggali juga sudah penuh dengan perabot hingga suatu hari, ia menyatakan ingin kembali dengan istrinya. Aku terjerembab dan dengan pahit menerima kenyataan bahwa aku tidak akan jadi yang pertama. Aku nggak mau lihat Lintang sedih dan aku terlalu munafik untuk nggak memiliki Lintang. Aku nggak bisa mengorbankan Lintang dan anak istrinya untuk statusku”


8. Rianti, 24, Jogjakarta
“Bagaimana cara membatalkan pernikahan ini? Yogi tidak boleh nikah denganku, apa jadinya kalau dia tau aku dulu pernah jadi pelacur? Apa dia mau punya anak dari rahimku? Apa dia mau menyentuhku? Dia terlampau baik, dan aku nggak sanggup menolak kebaikan keluarganya meminangku. Meskipun sudah insyaf, aku belum bisa jujur pada Yogi sesaat sebelum kami terikat janji pernikahan. Aku sangat takut untuk lari. Tapi aku lebih takut bila bertahan. Aku nggak sanggup, aku nggak bisa menghadapi orang baik, karena aku bukan orang baik”



----sebenernya gue nggak boleh mem-publish ini di blog.. pake nama asli pula.. maaf ya para wanita.. kalian hanya ingin dimengerti.. dasar makhluk aneh!----

No comments:

Post a Comment