Sunday 19 February 2012

lu-lie-by

"hey, kenapa sayang?" dia merangkulku dari kanan lalu mengusap lengan kiriku. Aku cuma bisa menatap lututnya yang setinggi pahaku sambil menunduk menitikkan air mata. Aku nggak bisa ngomong apa-apa, cuma diam. Sementara dia masih mengusa-usap telapak tangan hangatnya ke lengan kiriku sambil sesekali meremasnya.
"semuanya pasti baik-baik aja. kamu jangan khawatir sama hal-hal yang nggak jelas gitu" aku menggigit bibir bawahku dengan penuh rasa cemas. Air mataku sekarang mengalir agak deras. Dekapan dari sebelahku semakin kuat, mungkin karena dia merasakan punggungku mulai naik turun. Aku enggan berbicara, takut diafragmaku nggak stabil dan malah mengeluarkan suara konyol yang akan membuat dia tertawa. Aku senang liat dia serius, sebab selama ini dia selalu fun dan sering bercanda untuk hal apapun. Diambilnya botol minuman biru dari dalam tasnya, disuguhkan padaku tanpa melepas rangkulannya dari lengan kiriku.

Aku minum seteguk, sedikit lega, lalu "makasih ya. Aku bingung soalnya harus gimana" suaraku mengecil di akhir kata, hampir tidak terdengar. Dia balik menyuguhkan botol minumannya untuk kuteguk. "Aku nggak tau mau minta pendapat sama siapa lagi soal ini" aku diam lagi merasakan air mataku menetes jauh ke lantai dari tulang pipiku.

"iya, aku paham kebingungan kamu, tapi kamu jangan malah diem dan nggak bergerak gini. Ayo kita cari penyelesaian masalah ini, jangan malah larut dalam kesedihan dan kebingungan ya, sayang" kali ini dia memelukku erat, seperti nggak membiarkan aku menghirup oksigen selain dari dekapannya. Wajahku tenggelam di bahunya, sesekali kuusapkan wajahku ke lehernya yang hangat. Tangannya mengusap-usap punggungku dan sesekali memukul halus agar keluar sesak di dadaku.

Selang beberapa detik kemudian, ia menghapus basah di mata dan pipiku, menuntunku ke meja kasir dan bertanya pada salah satu petugas di dekat mesin hitung "mbak, ada warna hijau nggak ya model ini?"tangan kirinya masih merangkul pundakku dari belakang. Ia mendekatkan lagi tubuhku ke tubuh sebelah kirinya. Aku menatapnya dari sudut mataku tanpa menoleh. Mataku bergantian menatapnya dan menatap petugas kasir di depan kami.

Setelah memincingkan matanya pada layar komputer, petugas kasir mendongak menatapku mengatakan "ada, tinggal satu nih kak" seketika aku terperanjat dan menegangkan bahu. Aku memeluknya hangat sementara sang petugas kasir mengambilkan tas yang aku mau. Alhamdulillah, hilang sudah galau dan sedihku akibat display tas impianku hanya berwarna coklat dan merah. Aku beranjak keluar toko dengan hati riang meskipun masih berhidung merah.

Ia ikut tersenyum membelai rambut panjangku, merasakan kesenangan yang aku tau dia nggak akan ngerti, karena buatnya, melihatku senyum adalah alasan untuk dia tersenyum.

No comments:

Post a Comment